Bismillaahirrahmaanirraahiim
Aku
nggak tahu ini hari ke berapa aku berdiam diri di kamar kost. Jujur, aku
sedikit terganggu dengan keadaan yang tak jarang membuat uring-uringan, tapi
apalah daya aku nggak bisa apa-apa selain berusaha menikmati keadaan yang terjadi
saat ini efek PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) sebagai upaya
meminimalisir penyebaran COVID-19. Meski dasarnya aku anak rumahan, tapi bukan
berarti aku tak masalah dengan kondisi saat ini. Akhir-akhir ini aku mulai
merindukan aktivitas hiburan di luar, seperti nongkrong sambil makan bareng
teman, hunting di toko buku sambil
menghirup aroma khas buku baru, nonton bioskop, jalan-jalan ke tempat hiburn,
dan sebagainya. Dalam masa PSBB ini sesekali aku keluar hanya untuk kerja dua
atau tiga hari dalam seminggu, menjemur pakaian sambil menjemur diri, ke super
market, dan buang sampah, selebihnya aku hanya di kamar kost dengan aktivitas
yang kuusahakan bermanfaat.
Tadi
pagi dengan sengaja aku membuka akun Instagram setelah mendapat notifikasi siaran
langsung dari salah seorang pendakwah muda. Sejujurnya aku kurang suka
nongkrong depan orang yang sedang live di
sosmed, tapi setelah kutahu “Hidup Minimalis” menjadi topik yang dibahas dalam
siaran langsungnya, aku pun mengikutinya hingga selesai. Entah kenapa aku
begitu menyukai segala yang berhubungan dengan “Hidup Minimalis”, aku merasa
seolah mendapat dukungan atas pemikiranku selama ini yang tak jarang mendapat
komentar dari orang lain bahkan orang terdekatku sendiri. Contohnya aku yang
jarang beli baju karena menurutku bajuku masih cukup dan belum butuh beli yang
baru, pun dengan tas, sandal, dan sepatu yang mana aku akan beli kalau sekiranya
memang butuh atau karena sudah rusak.
Sebelumnya
temen-temen pernah denger nggak tentang konsep hidup minimalis?. Hidup minimalis
atau bisa disebut dengan hidup sederhana yakni sebuah konsep gaya hidup yang
cenderung mengutamakan kebutuhan serta mengukur segala sesuatu dari segi
manfaat. Mungkin bagi sebagian orang gaya hidup minimalis ini terlihat kuno
atau bisa juga dipandang sebelah mata oleh mereka yang menganut kapitalisme. Namun,
disadari atau tidak, gaya hidup minimalis ini bisa membantu dalam upaya
mengatur keuangan dengan selalu membelanjakan harta sesuai kebutuhan sehingga
akan terhindar dari yang namanya defisit, melindungi diri dari sifat boros,
konsumtif secara berlebih, serta yang paling penting adalah mengajarkan
bersyukur atas segala nikmat yang telah Alloh Swt. beri.
“What for?” atau
“Untuk apa?” adalah kalimat tanya yang berada dibalik konsep gaya hidup minimalis.
Saat hendak memutuskan untuk membeli sesuatu, maka pertanyaan “Untuk apa?”
berperan penting di sana untuk menimbang perlu tidaknya sesuatu tersebut. “Ribet
banget sih. Kalau ada uang, beli ya tinggal beli.” Aku yakin pasti ada beberapa
orang yang berpendapat begitu, tapi seperti yang kita ketahui bahwa segala
sesuatu yang kita miliki di luar ibadah dan amal perbuatan, pun akan dimintai
pertanggungjawabannya (hisab). Memang betul bahwa setiap orang berhak melakukan
apapun, termasuk membeli segala sesuatu yang diinginkan, tapi alangkah baiknya
jika memerhatikan apakah yang akan dibeli tersebut lebih banyak manfaat atau mudharatnya. Jika dirasa minim manfaat,
bukankah lebih baik uangnya ditabung saja atau sedekah mungkin lebih bermanfaat.
Ini
aku dengan segala keribetanku sejak dulu selalu menilai segala sesuatu
berdasarkan kebutuhan, mulai dari hal sepele sampai hal yang serius. Dulu aku
nggak begitu tertarik dengan Instagram walaupun
pada akhirnya aku menggunakannya sebagai media pendukung hobi menulisku. Pun dengan
arisan yang tak jarang orang mempertanyakan aku yang seolah anti arisan. Aku bukan
anti arisan, hanya saja belum membutuhkan. Beberapa orang menganggap arisan
sebagai uang lupa walaupun faktanya tak pernah lupa bahkan selalu dinantikan
gilirannya. Bagiku ada dua opsi terkait arisan, sebagai pinjaman jika mendapat
giliran diawal yang mana peserta yang bersangkutan diharuskan mengangsur
setelahnya, sedangkan jika mendapat giliran diakhir mungkin bisa dianggap
sebagai tabungan, tapi tetap aku lebih nyaman menabung secara mandiri dengan
rutin menyisihkan uang yang bebas diambil kapan saja sesuai keperluan.
Oh
iya aku mau cerita sedikit bahwa beberapa waktu yang lalu aku ditawari
pengajuan kartu kredit oleh salah satu Bank Swasta karena katanya aku adalah
salah satu nasabahnya yang cukup aktif bertransaksi menggunakan fasilitas yang
diberikan Bank tersebut. Hampir setiap hari pihak Bank menghubungiku, memintaku
untuk segera mengambil kartu kredit yang telah siap di aktivasi walaupun
sebenarnya aku belum pernah melakukan pengajuan kartu kredit sebelumnya apalagi
sampai mengisi aplikasinya. Sempat kutolak beberapa kali, tapi pihak Bank malah
menawarkan diri untuk mengantarkan kartu kredit ke alamat tempatku bekerja. Seperti
alasan sebelumnya kurasa saat ini aku belum membutuhkannya.
Pada
dasarnya kartu kredit digunakan oleh kebanyakan orang sebagai dana darurat saat
uang cash tak ada dalam genggaman. Suatu
lembaga keuangan menyediakan fasilitas pinjaman dalam bentuk kartu kredit untuk
memanjakan para nasabahnya dengan memberikan kemudahan saat bertransaksi dalam
keadaan darurat dengan dilengkapi fasilitas lainnya seperti menyediakan
berbagai macam potongan harga yang menggiurkan, maka tak jarang fungsi utama
kartu kredit sebagai dana darurat seketika berubah menjadi dana utama.
Kartu
kredit menjadi penolong jika digunakan dengan bijak. Namun, aku yang merasa tak
bisa menjamin diriku menjadi orang bijak lebih memilih untuk tidak menggunakan
kartu kredit. Aku lebih nyaman menggunakan kartu debit yang isinya uang pribadi
karena dengan begitu akan lebih mudah mengontrol keuangan, memilah antara
kebutuhan dan keinginan, serta mencegah diri dari sifat konsumtif secara
berlebihan, misalnya saat hendak membeli suatu barang yang sebenarnya belum
dibutuhkan, tapi tergiur dengan diskon hingga memutuskan untuk membelinya
dengan menggunakan kartu kredit, inilah salah satu penyebab timbulnya
utang-piutang dengan alasan yang cukup disayangkan. Berutang memang diperbolehkan,
tapi alangkah bijaknya jika alasan berutang itu karena memang urgent, misalnya untuk biaya berobat,
biaya pendidikan, untuk membeli makan, dan hal penting lainnya, bukan untuk sesuatu
yang bisa ditangguhkan, seperti halnya yang bersifat entertain.
Menerapkan
gaya hidup minimalis berarti siap untuk tidak peduli dengan ucapan atau
pandangan orang lain yang biasanya menjadi salah satu pemicu seseorang bergaya
hidup high class karena status sosial
menjadi elemen penting dalam kehidupan. Terkadang seseorang rela berpura-pura
menjadi orang lain hanya agar dipandang baik oleh lingkungannya. Namun, gaya
hidup minimalis mengajarkan diri untuk hidup apa adanya sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki tanpa perlu memaksakan diri agar menjadi seperti pandangan orang
lain.
Sumber Gambar |
Gaya
hidup minimalis bukan berarti mengajak untuk irit ya, tapi membudayakan untuk
selalu bersyukur atas segala yang kita miliki, membelanjakan harta secukupnya.
Jangan sampai membeli sesuatu secara berlebihan apalagi minim manfaat. Memang bukan
masalah besar jika dirasa mampu, tapi yang ditakutkan adalah memaksakan suatu
keinginan hingga menempuh segala cara, salah satunya berutang atau
menggunakan kartu kredit sebagai alternatif. Hidup minimalis mengingatkan kita
bahwa segala sesuatu yang kita miliki kelak akan dihisab, dimintai
pertanggungjawabannya.
Sejak
dulu orang tuaku mengajarkan agar selalu menyisihkan uang untuk sedekah dan
menabung. Uang tabungan bisa digunakan sebagai dana darurat atau untuk sesuatu
yang ingin dibeli/dimiliki. Hidup minimalis mengajarkan kita untuk membeli
sesuatu jika dirasa sudah mampu. Jika belum mampu, kita bisa menabung terlebih
dahulu. Menabung dengan konsisten, anggaplah seperti membayar cicilan. Ini hanya sekedar perbedaan mindset.
Banyak
sekali manfaat yang dapat dirasakan dengan membudayakan gaya hidup minimalis. Menjadi
diri sendiri, apa adanya dengan selalu bersyukur atas apa yang dimiliki tanpa peduli
akan pandangan atau komentar orang lain tehadap kita selama apa yang kita
lakukan tidak merugikan mereka. Dan yang pasti dengan hidup minimalis keuangan
yang selalu menjadi hal yang krusial dalam hidup akan lebih terkontrol, mana
yang harus dibeli, mana yang harus dimiliki, mana kebutuhan, mana keinginan,
dan kapan harus liburan (hehehe, semoga corona segera berlalu ya..). Kurasa dengan
begitu hidup akan lebih nyaman dan tenang dan salah satu kunci meraih dua hal
tersebut adalah dengan mensyukuri apa yang ada.
Ok
friends, seperti biasa diary ini hanya berisi tentang opini
pribadi yang mana boleh setuju atau tidak. Kalaupun friends punya pendapat lain, silakan boleh di share karena kita hidup di negara demokrasi yang setiap orang
berhak mengutarakan opininya. Semoga bermanfaat.
Akhirulkalam.
Komentar
Posting Komentar