Langsung ke konten utama

RAMADAN TANPA MAMA: MASAKAN PERTAMAKU DI HARI RAYA


Assalamu'alaikum Diaris.

Meskipun bulan Ramadan tahun ini sudah berlalu, tapi aku masih ingin menulis tentang moment Ramadan tahun ini yang merupakan pengalaman pertama aku masak menu Ramadan si rumah Bapak.

Sejak Mama meninggal dunia, sebagai anak, aku dan kakakku tentu sangat mengkhawatirkan kondisi Bapak. Kurasa beliau lebih patah hatinya, jika dibandingkan dengan kesedihan yang kami rasakan. Menurutku Bapak dan Mama adalah pasangan yang tak bisa terpisahkan selain oleh maut. Mereka benar-benar pasangan yang saling melengkapi satu sama lain. Apalagi Bapak yang bisa dikatakan cukup ketergantungan dengan sosok Mama. Bahkan Mama lebih paham ukuran pakaian Bapak, dibandingkan dengan Bapak yang tak jarang salah ukuran saat membeli pakaiannya sendiri.

Meski Bapak selalu tampak tegar dihadapan banyak orang, tapi tak jarang aku melihat air mata berlinang dikedua matanya. Bulu matanya yang basah seolah menyampaikan bahwa Bapak baru saja menangis. Hal inilah yang membuat aku dan kakakku selalu khawatir akan beliau. Kami takut Bapak larut dalam keterpurukan, meski kami tahu bahwa Beliau adalah orang yang selalu berusaha berpikir positif dalam menghadapi banyak hal.

Namun, aku masih bisa bersyukur karena Bapak masih memiliki kedua orang tua yang lengkap. Kadang aku iri karena dimasa tuanya, beliau masih memiliki orang tua lengkap, sedangkan aku sudah nggak punya Mama.

Ditengah kesedihannya, Bapak disibukkan dengan aktivitas lain yaitu merawat kedua orang tuanya yang sudah sangat lanjut usia. Kakekku mengidap penyakit jantung yang sebulan sekali harus kontrol ke rumah sakit, sedangkan Nenekku mengalami demensia yang kemana-mana harus selalu didampingi.

Kesibukan ini membuat Bapak bisa mengalihkan perhatiannya sejenak dari kesedihan. Namun, qodarulloh, belum sampai seratus hari kepergian Mama, Nenekku, Ibunya Bapak meninggal dunia. Dan itu menambah luka dalam hatinya. Tak hanya itu saja, selang beberapa bulan dari kepergian Nenek, adik perempuan Bapak pun ikut menyusul, kembali kepada Sang Pencipta.

Keluarga kami benar-benar sedang diuji dengan kehilangan saat itu. Tak usah tanya bagaimana perasaan kami. Dan lagi aku semakin mengkhawatirkan kondisi Bapak yang lukanya masih basah dan semakin basah. Namun, Bapak masih punya kesibukan di rumah, yaitu merawat Kakekku. Apalagi pasca ditinggalkan oleh Nenekku, kondisinya mulai menurun, makin sering kambuh.

Dengan begitu, setidaknya Bapak tidak memiliki banyak waktu untuk menyendiri meski aktivitas itu tak berlangsung lama. Beberapa bulan kemudian, Kakekku meninggal dunia. Aku lupa persisnya, yang kuingat hanyalah bulan Ramadan tahu 2023 adalah Ramadan dengan duka cita. Aku ingat, H-2 lebaran, aku, suamiku, anakku, dan Bapak, seperti biasa pergi ziarah ke makam Mama. Sepulang dari sana, kami mengadakan tahlilan Kakekku.

Uijan kehilangan anggota keluarga kami secara beruntun ini merupakan ujian yang cukup berat bagi kami, khususnya bagi Bapak. Entah sudah seluas apa luka yang ada dalam dirinya. Hal ini membuat rasa khawatirku semakin besar terhadap Bapak. Bapak juga tampak semakin kurus yang mana beliau pun mengeluhkan hal ini padaku karena menurutnya ujian-ujian hidup yang terjadi beberapa tahun ini sangat berpengaruh pada psikis maupun fisiknya.

Namun, sebab hidup masih terus berjalan, beliau tak ingin terlalu larut dalam kesedihan. Secara perlahan beliau bangkit dari kepahitan, beliau berusaha untuk melanjutkan hidup dengan caranya. Jujur, aku ingin menemaninya. Sempat aku menawarkan diri agar beliau tinggal saja bersama anak-anaknya, entah itu di rumahku atau di rumah Kakakku yang mana masih berada di kota yang sama, hanya beda daerah saja. Akan tetapi, Bapak menolak. Beliau memilih untuk tetap tinggal di rumah peninggalan kedua orang tuanya. Untungnya, rumahnya bersampingan dengan rumah adik bungsunya sehingga beliau tak sendirian.

Selain itu, aku juga bersyukur karena dimasa tuanya beliau memiliki teman baik. Beliau masih bersilaturahmi dengan baik dengan teman-teman sekolahnya dulu. Kusebut mereka sebagai bestinya Bapak. Bestinya Bapak ini suka berkunjung ke rumah Bapak, atau mereka biasanya membuat agenda lain, misalnya jalan-jalan ke pantai, atau ke tempat-tempat lain. Dengan begitu, Bapak tak merasa kesepian.

Oh iya, sesekali Bapak juga menginap di rumahku dan rumah Kakakku secara bergantian, bermain bersama cucu-cucunya. Pernah juga hanya sekadar berkunjung saja, seperti diawal tahun 2025 kemarin, Bapak berkunjung ke rumahku dan rumah Kakakku bersama besti-bestinya. Hal ini tak jarang membuatku merasa sedih karena mengingat biasanya Bapak berkunjung selalu bersama dengan Mama.

Aku dan Kakakku sempat menyarankan Bapak untuk menikah lagi berharap supaya ada yang menemaninya di rumah. Namun, Bapak menolak. Beliau hanya ingin fokus memperbaiki diri, termasuk memperbaiki ibadah selagi masih ada kesempatan di dunia. Begitu katanya.

Sebenarnya agak ragu menyarankan hal tersebut, tapi aku dan Kakakku masing-masing sudah berkeluarga, kami tak bisa menemani Bapak setiap hari. Maka dari itu, kami berusaha untuk mengunjunginya, meski seringnya hanya saat bulan Ramadan. Kami usahakan merayakan hari lebaran bersama Bapak.

Lebaran tahun 2024 lalu, Kakakku yang biasa mudik saat malam takbir atau setelah shalat Id, memutuskan untuk mudik lebih awal dan bisa pergi berziarah bersama-sama. Selain itu, aku dan Kakakku juga berencana untuk memasak menu lebaran di rumah Bapak yang mana biasanya dilakukan oleh adik iparnya Bapak. Nggak enak juga jika terus minta tolong untuk memasak menu lebaran kepada adik iparnya Bapak, mengingat kini sudah tidak ada Nenek dan Kakek.

H-1 lebaran, aku dan Kakakku sibuk berbelanja dan memasak menu lebaran. Menu lebaran yang kami masak masih sama seperti yang biasanya dimasak oleh Mama, sayur kari iga sapi, sambal goreng kentang, dan semur daging, hanya saja kakakku membuat menu tambahan yaitu rendang sapi. Untuk ketupat lebarannya kami beli saja supaya lebih praktis.

Sebagai manusia yang belum pernah memasak menu lebaran, peranku waktu itu hanya sebagai asisten yang bertugas menyiapkan bumbu, seperti mengupas bawang, dsb. Sedangkan eksekusi dilakukan oleh Kakakku. Niatnya sih aku ingin belajar masak, tapi kenyataannya aku tetap nggak paham bumbu-bumbu setiap menu yang dimasak.

Nah, untuk lebaran tahun 2025 kemarin, aku berdo'a semoga Kakakku mudik lebih awal lagi supaya kami bisa memasak menu lebaran lagi di rumah Bapak. Namun, beberapa minggu sebelum lebaran, aku mendapat kabar bahwa Kakakku ini akan mudik setelah shalat Id karena dia akan menginap di rumah mertuanya dulu. Duh, bingung aku. Bingung siapa yang akan masak menu lebaran di rumah Bapak, hehehe.

Belum lagi aku sempat mengobrol dengan Bapak via video call waktu itu. Beliau bercerita bahwa lebaran nanti nggak akan beli daging sapi karena menurutnya anak-anaknya tak akan merayakan hari lebaran di rumahnya, pasti giliran di rumah mertua masing-masing katanya. Beliau bingung siapa yang akan memasak lebih baik tak usah beli saja. Begitu katanya. Mendengar itu, aku jadi sedih.

Sudah tiga tahun belakangan ini, secara berturut-turut, aku selalu merayakan hari lebaran di rumah Bapak, siangnya baru ke rumah mertua. Lagi pula rumah Bapak dan mertua masih satu kecamatan, tak sulit untuk bersilaturahmi. Sebenarnya ada sedikit rasa tidak enak dengan hal ini, tapi alhamdulillaah suami dan mertuaku mengerti dengan situasi dan kondisi Bapak yang hanya seorang diri di rumahnya, sedangkan di rumah mertua masih ada kakak iparku, beserta suami dan kedua anaknya yang menemani.

Sebelum mudik, aku mengabarkan kepada Bapak keluarga kecilku akan merayakan lebaran di rumah Bapak. Aku juga dengan percaya diri mengatakan bahwa aku akan memasak menu lebaran. Dari suaranya sih Bapak tampak semangat, beliau bilang mau peaan daging sapi sekalian dengan iganya. Sebelum mengatakan hal tersebut, aku sudah berhasil membuat resep untuk memasak menu lebaran. Resep tersebut kudapat dari Kakakku dan juga internet, lalu kubuat resumenya dan kusimpan rapi di aplikasi cookpad milikku. Hihihi.

H-2 lebaran, siang hari itu, aku diantar Bapak pergi ke pasar. Belanja keperluan untuk masak berbuka sekaligus masak untuk menu lebaran lusa nanti. Jujur, ini adalah pertama kalinya aku belanja seperti ini ke pasar seorang diri karena Bapak menunggu di parkiran. Tahun lalu, aku belanja bersama Kakakku dan tentunya dia yang lebih sibuk menelusuri kios-kios pedagang untuk melengkapi bahan makanan yang belum ada, sedangkan aku hanya menunggu di satu kios tertentu saja.


Dari dulu, aku memang sangat jarang pergi ke pasar, apalagi untuk belanja seperti itu rasanya belum pernah. Pernah, dulu pergi ke pasar karena disuruh Mama membeli satu atau dua bahan makanan, itu pun rasanya malas. Bukan malas disuruh Mama, tapi malas ke pasarnya, selain selalu ramai orang, aku juga pernah mendapat cat calling dari pemuda-pemuda di sana. Sejak itu aku jadi takut pergi ke pasar, dan selalu beranggapan bahwa pasar itu memang menyeramkan. Lebay.

Dikarenakan ini pertama kalinya, suamiku sampai mengajariku cara belanja bahan makanan di pasar. Dari sini, Diaris sudah tahu kan siapa yang biasa belanja ke pasar. Hihihi. Tapi, bukan berarti aku nggak pernah belanja sayuran, hanya saja aku biasanya belanja sayur di tukang sayur dekat rumah.

Suasana di pasar siang itu cukup lengang, tak begitu ramai. Alhamdulillaah, aku nggak perlu desak-desakan dengan pengunjung lainna. Aku bisa lebih cepat selesai dan segera kembali ke rumah.

Keesokan harinya, H-1 lebaran, aku mulai mengeksekusi bahan makanan yang telah kubeli kemarin dari pasar. Bukan hanya pertama kali belanja ke pasar, tapi juga pertama kali masak menu lebaran. Deg-degan. Biasanya aku masak hanya untuk dikonsumsi oleh suami dan anakku saja, tapi kali ini aku masak untuk satu keluarga, Bapak, Kakakku, dan juga keluarga yang berkunjung ke rumah.

Aku jadi ingat, aku pernah memasak sayur bayam pertama kali untuk Mama dan Bapak yang sedang sakit waktu itu. Komentar pertama yang kudengar bahwa sayur bayamku nggak enak katanya. Memang nggak enak setelah kucoba. Aku nggak bisa masak walau sekadar masak sayur bayam yang bisa dibilang masakan simple. Aku baru bisa masak sayur bayam setelah 2 tahun menikah, itu pun aku lihat tutorialnya dari media sosial.

Menu lebaran yang aku masak masih sama seperti yang biasa dimasak Mama, kuah iga sapi, sambal goreng kentang, dan semur daging sapi. Kebetulan waktu itu aku sedang tidak berpuasa sehingga lebih mudah untuk mengoreksi rasa masakan.

Alhamdulillaah, menjelang Magrib menu lebaran yang kumasak sudah siap disantap dengan ketupat. Lepas shalat Magrib, Bapak sudah bersiap dan antusias untuk mencoba masakanku. Aku pun sudah siap dengan komentar yang akan keluar dari mulut Bapak. Alhamdulillaah, Bapak suka dengan masakanku, beliau bilang enak. Tak hanya Bapak, suamiku juga menyukai semur daging buatanku. Ini adalah semur daging pertama yang kubuat. Ya, semuanya serba pertama kali.



Itulah ceritaku saat lebaran kemarin. Ini adalah pengalaman pertamaku masak menu lebaran. Meski rasanya cukup melelahkan, tapi menyenangkan. Apalagi dengan hasil yang cukup memuaskan. Aku yang dulu hanya bisa mencicip masakan Mama, kini sudah bisa masak loh Ma. Hihihi. Bagaimana cerita lebaranmu tahun ini?. Terima kasih sudah membaca diaryku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN PERTAMA KALI IKUT SELEKSI CPNS KEMENTERIAN KEUANGAN

  Assalamu'alaykum Diaris Beberapa minggu yang lalu aku mendapat informasi pembukaan pendaftaran CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) dari sebuah grup whatsapp. Aku coba iseng buka tautannya, lalu membaca beberapa persyaratan umum yang tertera di sana. Ternyata batas usia untuk CPNS tahun ini sampai 35 tahun. Lumayan juga ya nggak seperti terakhir kali aku ikut pendaftaran CPNS yang mana batas usianya rata-rata sampai 25 tahun aja. Aku ingat waktu itu tinggal hitungan hari usiaku sudah masuk 25 tahun. Cukup ketar-ketir. Sudah tiga kali aku ikut mendaftar CPNS. Kalau nggak salah sih dari tahun 2017, 2018, dan 2019. Wah ternyata tiap tahun ada pembukaan CPNS ya. Menjadi PNS merupakan salah satu hal yang diinginkan oleh kedua orang tuaku karena menurut mereka PNS adalah jenjang karir yang bisa dikatakan aman mengingat adanya uang pensiun saat purna bakti. Seperti Bapakku mantan pegawai BUMN yang sampai saat ini sudah dalam masa purna bakti, tapi masih mendapatkan uang pensiun yang alhamd...

Pengalaman lahiran normal anak pertama di Rumah Sakit

  Assa lamu’alaikum… Dear diary. Kali ini aku hanya ingin berbagi cerita tentang pengalaman melahirkan anak pertama di rumah sakit dengan harapan ada manfaat yang bisa diambil dari pengalaman pertamaku ini. Kenapa Rumah Sakit? Sebelum memilih rumah sakit, aku mengunjungi bidan terlebih dahulu untuk memastikan di dalam rahimku ada calon bayi setelah kuyakin dengan benar test pack  yang kupakai bergaris dua, tapi di sana aku tidak mendapatkan apa-apa selain hasil tensi darah bahkan bu bidan tak menyentuh perutku sama sekali karena alasan usia kandunganku terbilang masih sangat muda, “belum kepegang” begitu katanya. Dia juga bilang bisa saja aku menstruasi lagi dan menyarankan untuk berkunjung lagi bulan depan. Kondisiku makin hari makin nggak karuan. Aku mulai merasakan pusing, mual, muntah hingga badan terasa lemas. Tak tahan rasanya jika harus menunggu hingga bulan depan. Kuputuskan untuk periksa ke dokter saja sekalian USG dan siapa tahu dikasih vitamin atau obat pereda rasa ...

Muntah darah saat hamil trimester pertama, mungkin ini penyebabnya...

Assalamu’alaikum…. Muntah darah. Kok ngeri ya judulnya berdarah-darah. Jadi, ini adalah pengalaman pertamaku menjalani kehamilan. Seperti wanita-wanita hamil pada umumnya yang mengalami morning sickness yaitu suatu kondisi dimana wanita hamil merasa mual dan muntah pada trimester pertama. Memang tidak semua wanita hamil mengalaminya, tapi morning sickness wajar dirasakan oleh wanita hamil karena adanya peningkatan hormon beta HCG . Berdasarkan informasi yang didapat dari Halodoc.com, kondisi tersebut dikatakan normal dan pertanda baik karena mengindikasikan adanya plasenta yang tumbuh dengan baik dan normal.  Meski begitu, morning sickness bisa saja mengganggu aktivitas sehari-hari bahkan dapat membahayakan jika mual dan muntah dirasa berlebihan, seperti yang pernah kualami di trimester pertama. Jika dilihat dari kalimatnya, morning sickness harusnya terjadi pada pagi hari. Namun, kenyataannya dapat dirasakan dalam beragam waktu, entah itu pagi, siang, sore atau malam. Aku...