Assalamu'alaykum Diaris.
Sebelum memutuskan menjadi IRT, aku adalah seorang karyawan swasta di salah satu bank dengan kredit menjadi produk utamanya. Sebenarnya aku nggak ada niatan untuk bekerja di dunia pebankan, tapi karena terdesak oleh kebutuhan hidup, akhirnya kuambil kesempatan itu dengan tujuan sebagai batu loncatan waktu itu, hitung-hitung pengalaman mengingat kebanyakan perusahaan diluar sana lebih tertarik mencari calon karyawan yang berpengalaman walaupun posisiku di bank itu nggak sesuai dengan latar belakang pendidikanku yang lulusan akuntansi, tapi aku ditempatkan di divisi yang lebih erat kaitannya dengan dunia hukum.
Mengingat itu aku jadi miris sama jalan hidupku yang campur aduk seperti gado-gado ini. Nih ya waktu SMA aku masuk jurusan IPA karena nggak suka sama yang terlalu banyak teori. Kupikir di jurusan IPA nggak bakalan banyak baca-baca definisi, istilah, atau apalah semacamnya. Eh ternyata sama aja, apalagi biologi yang banyak istilah-istilah njelimet. Hehehe. Padahal sebenarnya aku tuh pengin banget masuk jurusan bahasa, pengin belajar tentang bahasa dan sastra, tapi ya tadi takut terlalu banyak teori yang mesti dihafal (sok tahu emang), ditambah lagi kedua orang tuaku juga lebih cenderung mendukung aku untuk masuk jurusan IPA. Yoweslah ya kujalani hari-hariku menjadi anak IPA sampai lulus.
Setelah lulus SMA aku punya keinginan untuk kuliah ambil jurusan sastra karena aku suka menulis dan membaca, kadang terpikir ingin jadi penulis, siapa tahu kan ya jurusan sastra bisa mendukung apa yang aku suka, atau kalau nggak ambil jurusan matematika juga boleh sih karena aku suka (suka ya Diaris, bukan berarti mahir apalagi jago). Namun, dikarenakan berbagai macam alasan, aku malah masuk jurusan akuntansi yang sama sekali nggak pernah terbayangkan sebelumnya. Ada suatu kondisi yang mengantarkanku untuk belajar akuntansi saat kuliah. Sedih sih, tapi ya gimana aku hanya bisa menerima keadaan dan bersyukur masih diberi kesempatan untuk bisa belajar ilmu pengetahuan baru yaitu akuntansi. Kayaknya aku pernah deh cerita tentang kenapa aku masuk jurusan akuntansi di diary sebelumnya.
Singkat cerita aku pun lulus setelah menjalani kulian di jurusan akuntansi selama 2,5 tahun karena aku ambil program diploma tiga, bukan sarjana. Ingat itu jadi sedih lagi deh, tapi ya sudahlah ini jalan hidupku. Awal dari perjalanan hidupku yang sesungguhnya. Lulus kuliah aku mulai melamar kerja kesana kemari sambil menunggu ijazahku keluar. Tak sedikit perusahaan yang aku kunjungi untuk melakukan interview sampai akhirnya aku diterima di sebuah bank.
Aku menerima kesempatan itu karena lagi butuh uang untuk bayar kost yang tinggal seminggu lagi deh kalau nggak salah dan orang tuaku bilang kalau belum dapat kerja mending pulang kampung dulu katanya. Entahlah ya saat itu aku belum ingin pulang kampung makanya kuputuskan untuk menerima kesempatan kerja itu agar bisa bayar kost, hehehe. Nanti aku cari lagi deh perusahaan lain walaupun nyatanya aku menghabiskan waktu di bank itu kurang lebih lima tahun, mungkin saking betahnya, wakakak. Ditambah lagi mencari pekerjaan itu ternyata nggak mudah, pernah beberapa kali aku interview, ikut tes CPNS juga, tapi selalu gagal bahkan tes CPNS terakhir bikin nyesek karena formasi yang kupilih hanya membuka kesempatan untuk dua orang dan waktu itu hasil tesku berada di peringkat tiga hanya beda satu poin dengan peserta di atasku. Nasib, nasib.
Selama belum mendapat pekerjaan yang baru, mau nggak mau aku tetap bekerja di bank, meskipun makin hari aku makin merasa was-was kerja di sana. Bukan karena lingkungan kerjanya, tapi mengingat bahwa bank selalu identik dengan yang namanya riba apalagi dengan produk utamanya kredit yang tak lepas dari bunga, denda, dan uang penalti. Meski hatiku selalu menepikan hal itu bahkan parahnya lagi selalu berusaha mencari pembenaran lain, tapi tetap saja mengganggu pikiran. Pusing rasanya kalau mengingat bagaimana jika nanti aku meninggal di tempat kerja.
Baca juga: [BUKAN] RIVIEW FILM SIKSA NERAKA
Sebenarnya aku belum paham betul sih tentang konsep riba, yang ku tahu bahwa menambah nilai dalam jumlah pinjaman saat pinjaman dikembalikan itu termasuk riba walaupun dilakukan secara sukarela. Aku nggak akan bahas tentang riba di sini ya karena belum cukup ilmu. Saat ini pun aku masih belajar dan belajar tentang hal ini bahkan alasan aku resign dari bank juga karena aku mau fokus mengasuh anakku yang waktu itu masih dalam perut, bukan semata-mata karena riba.
Meskipun bekerja di sana sering membuatku was-was, hehehe, tapi aku sangat bersyukur bisa kerja di sana. Banyak pengetahuan yang kudapat, mulai dari pengetahuan tentang hukum agraria mengenai tanah dan bangunan, kenotariatan, dan tentunya mengenai proses kredit bank itu sendiri. Aku memaklumi kenapa dalam sistem kredit bank ada bunga, denda, dan uang penalti. Selain untuk menambah pendapatan, ketiga komponen itu berfungsi untuk menjaga aktivitas bisnis dengan meminimalisir risiko yang kemungkinan terjadi.
Menurutku uang sulit mengelak dari yang namanya inflasi. Uang seribu rupiah hari ini, belum tentu sama nilainya dengan uang seribu rupiah dikemudian hari. Sebuah bank menetapkan bunga salah satunya untuk mempertahankan nilai uang yang dipinjamkan agar tetap stabil beberapa tahun ke depan sesuai jangka waktu pinjaman. Begitu pun dengan denda dan penalti yang fungsinya tak hanya sebagai pendapatan, tapi juga merupakan sanksi untuk nasabah yang melanggar perjanjian kredit diawal, seperti menunggak atau melakukan pelunasan sebelum jangka waktu yang telah ditetapkan. Kok gitu sih? Memang gitu faktanya, tapi nggak tahu ya kalau bank syariah mungkin punya prosedur lain yang berbasis syariah.
Bicara tentang denda, kepingin deh aku menerapkan sanksi semacam itu mengingat aku sering banget bermasalah sama yang namanya utang piutang, tapi sayangnya itu bisa jadi riba kan ya dan aku juga bukan seorang rentenir pastinya.
Pengalaman Saat Nagih Utang
Namanya hidup pastilah sesekali bersinggungan dengan utang piutang. Entah itu aku yang berutang atau aku yang mengutangkan pada orang lain. Aku pernah berutang pada salah satu teman kerjaku saat rekening baruku eror yang menampakkan saldo rekeningku kosong alias nol di mesin ATM padahal hari itu baru gajian. Mana besoknya aku mau mudik, untung ada temanku ini yang mau pinjamkan uangnya waktu itu. Deg-degan deh aku pinjam uang padanya sebanyak lima ratus ribu yang menurutku itu cukup besar. Aku berjanji akan mengembalikan uangnya saat rekeningku sudah pulih.
Selama mudik, berada di rumah orang tua yang biasanya menenangkan, waktu itu bercampur dengan kegusaran, rasanya kepengin segera masuk kerja deh biar bisa memperbaiki rekeningku dan cepat-cepat bayar utang. Ternyata punya utang nggak tenang ya, hehehe.
Nggak cuma saat itu aja sih, di kesempatan lain pun aku pernah beberapa kali pinjam uang, baik itu ke teman hingga ke orang tuaku sendiri dan rasanya seenggak tenang itu. Pengin cepat-cepat bayar. Pernah juga suatu waktu aku beli tas secara kredit, kebetulan yang jual Mamaku sih, tapi tetap aja itu tasnya nggak aku pakai dulu sebelum lunas. Malu aja gitu rasanya, takut rusak duluan juga. Kan nggak lucu belum dibayar udah rusak.
Nggak tahu sih, entah aku yang lebay atau memang semua orang kalau punya utang merasakan hal yang sama juga?. Eh tapi bagaimana dengan orang yang masih punya utang, pas ditagih lewat pesan singkat maupun telpon berkali-kali nggak ada jawaban sama sekali, tapi bisa posting photo liburan di media sosial.
Bikin kesal sih emang. Dan itu terjadi berulang dalam hidupku. Aku si orang menyebalkan yang dianugerahi muka jutek ini ternyata punya hati yang gampang kasihan sama orang yang lagi butuh bantuan, termasuk pada mereka yang punya masalah keuangan.
Sejak aku kerja dan berpenghasilan yang alhamdulillaah karenanya aku bisa punya tabungan, tak jarang orang, baik keluarga maupun orang lain menghubungiku untuk meminta bantuan, pinjam uang, dan aku yang kebetulan emang lagi ada uang tak segan-segan memberinya pinjaman uang, apalagi mendengar alasannya untuk kebutuhan anak aku tuh gampang terenyuh.
Aku berusaha untuk membantu mereka dengan meminjamkan uang sekalipun uang itu adalah uang tabungan yang mana aku sudah punya rencana dengan uang itu, tapi tetap aku pinjamkan dengan kesepakatan uang itu akan dikembalikan dalam waktu yang telah kami tentukan walau akhirnya sering meleset sangat jauh dari kesepakatan.
Aku pernah meminjamkan uang tabunganku yang akan kupakai untuk melanjutkan kuliah pada seseorang yang berujung dengan gagalnya aku melanjutkan kuliah karena uangku belum kembali, pembayarannya sangat alot sehingga aku harus mulai nabung lagi dari awal dan kini aku sudah menikah dan memiliki anak yang lagi aktif-aktifnya, wakakak. Kuliahnya?, mudah-mudahan masih diberi kesempatan ya.
Selain itu, aku juga pernah meminjamkan uang pada seseorang yang berujung aku kena makian dan celaan dari orang itu. Kalau nggak salah sudah lewat beberapa bulan dari jangka waktu yang telah ditentukan dia belum mengembalikan uangku, dan yang bikin aku kesal adalah dia nggak bisa dihubungi, ditelpon nggak bisa, disms nggak dibales, apa sih maumu? (Lagu dangdut dong).
Karena kesalku udah memuncak akhirnya aku cuap-cuap di media sosial yang mana audiencenya aku khususkan hanya untuk mereka yang bersangkutan saja. Apa yang terjadi? Tiba-tiba aku dikirimi pesan oleh orang itu dengan menggunakan nomor lain. Isi pesannya berupa kalimat-kalimat penuh amarah, celaan untukku, dia nggak terima dengan isi postinganku di media sosial, padahal isi postingannya nggak menyebut nama loh, tapi emosinya tersulut juga. Aku membaca pesannya sampai gemetaran, tanganku sulit untuk membalas pesan saat itu karena gemetaran ditambah lagi air mataku mulai keluar karena membaca kata-kata celaan di pesan itu. Ya, aku kesal dan sedih karena yang sedang mengirim pesan padaku adalah masih bagian dari keluargaku juga.
Setelah dirasa mulai tenang aku pun berusaha untuk coba mengikhlaskan soal utang piutang itu dengan catatan orang itu sudah masuk dalam catatan hitam, wakakak, tapi selang beberapa menit dari serangan pesan itu, tiba-tiba orang itu mengirimkan pesan berisi permintaan maaf beserta bukti transfer pengembalian uang. Fiuh, kenapa harus pakai baku hantam diudara?.
Nggak hanya sampai situ, aku juga berurusan lagi dengan seseorang yang juga meminjam uang padaku dengan alasan untuk kebutuhan anak, untuk beli popoklah, minyak telonlah dan sebagainya, bilangnya sih sampai tanggal gajian. Dan lagi aku yang juga punya anak balita terenyuh dong, kasian juga kan anaknya, aku putuskan untuk meminjamkan uang padanya berhubung dia bisa dibilang nasabah baruku, wakakak. Namun, kali ini aku agak berkaca dari pengalaman-pengalaman yang kurang mengenakan soal utang piutang, aku meminjamkan uang dengan nominal yang sekiranya aku ikhlas jika seandainya uang itu nggak kembali dan ternyata benar kan sudah beberapa bulan berlalu bahkan tahun pun sudah berganti, uangku belum kembali, bahkan semua pesan-pesan yang kukirimkan padanya via whatsapp juga tak kunjung dibacanya, padahal aku sering lihat dia ngintip-ngintip postinganku bahkan aku juga lihat postingannya lagi jalan-jalan bersama suami dan anaknya. Sedih banget loh padahal masih keluarga juga. Entahlah aku masih dianggap keluarga atau bukan.
Pernah suatu waktu aku iseng nagih utang lewat kolom komentar postingannya di salah satu media sosial yang otomatis akan terbaca oleh teman-temannya kan. Eh beberapa menit kemudian postingan itu raib dong. Aku coba hubungi via DM dan pesanku dijawab yang isinya berbagai macam alasan, inilah, itulah sampai akhirnya aku muak sendiri. Yoweslah. Cukup tahu, semoga rezekiku semakin melimpah ruah. Aamiin.
Dan satu lagi deh aku share pengalamanku saat pijamkan uang pada seseorang yang lagi aku kena omelan darinya saat menanyakan uangku karena sudah terlalu lama belum dikembalikan. Padahal aku nanya baik-baik loh, pake salam yang sopan juga, tapi nggak tahu kenapa orang itu jawabnya emosi walau aku coba membaca pesannya dengan gaya lemah lembut, tapi tetap saja isi pesannya nggak cocok dibaca dengan nada begitu, wakakak.
Sebenarnya masih banyak sih cerita-cerita miris tentang utang piutang yang terjadi dalam hidupku. Udah kayak rentenir aja nih aku. Nggaklah ya, aku meminjamkan uang atas dasar ingin membantu tanpa embel-embel imbalan apalagi mengenakan bunga, denda, dsb. Nggak sedikit orang-orang baik yang selalu tepat waktu mengembalikan uang yang kupinjamkan, ada juga yang membayar dengan mencicil. Kalau pun meleset dari waktu yang seharusnya biasanya mereka akan memberiku kabar, menjelaskan alasan keterlambatan dan memberi tahu kapan akan mengembalikannya, nggak kabur kayak mereka-mereka yang lebih senang disindir pedas dulu di media sosial baru pada nongol sambil nyolot.
Plissss.. buat kalian yang pinjam uang ke siapa pun, tolonglah dibayar utangnya, jangan kabur apalagi pura-pura nggak dengar saat dipanggil, lebih parah lagi pakai nyolot segala. Kalau belum bisa mengembalikan, ya udah bicarakan baik-baik pada si pemberi utang, jangan tiba-tiba posting photo lagi jalan-jalan, gimana nggak kesal tah mereka yang udah bantu kamu, mana percaya si pemberi utang kalau kamu lagi kesusahan
Kalau dikirimi pesan, ya jawab sebaik mungkin, jangan dibiarkan begitu saja, dianggap angin lalu, siapa tahu dia lagi butuh uang juga kan makanya sampai menghubungi kamu. Apalagi kalau masih saudaraan, kalian mau memutus silaturahmi atau gimana seolah udah nggak butuh aja kan ya. Kalau sekiranya masih niat bayar, boleh dicicil semampunya, seribu sehari atau seribu sebulan juga nggak masalah, kecuali kalau memang nggak berniat bayar sih, yoweslah tak masukan ke catatan hitam.
Lakukan Ini Sebelum Meminjamkan Uang Pada Orang Lain
Aku juga pernah pinjam uang sama orang lain dan tahu bagaimana rasanya, malu iya, nggak tenang juga iya, sama. Namun, kita harus ingat bagaimana si pemberi utang sudah membantu kita. Kita nggak tahu uang apa yang dipinjamkan dan seperti apa usaha yang dilakukan oleh si pemberi utang agar bisa menolong kita yang saat itu memelas, memohon bantuan. Jangan hanya bersikap santun saat ada perlunya aja. Tetap menjaga komunikasi dengan baik. Mereka yang menagih utang berhak atas uang mereka dan berkewajiban untuk menagih haknya, bukankah menurut agama juga begitu ya?.
Kalau lihat dari beberapa pengalamanku ini, wajar sih jika bank perlu melakukan analisis terhadap calon nasabah sebelum memberi pinjaman, meminta jaminan berupa aset bernilai, menetapkan bunga, denda, penalti, dengan sistem penagihan yang ketat dari tim kolektor, belum lagi ada BI checking untuk menilai nasabah mana yang pantas dan tidak pantas menerima pinjaman uang karena bumi ini nggak hanya dihuni oleh banyak orang-orang baik saja, tapi orang-orang tak bertanggung jawab pun tak kalah banyaknya.
Berhubung aku sering mendapat pengalaman yang kurang mengenakan saat berurusan dengan utang piutang yang berujung pada rasa kesal yang berlarut-larut, kali ini aku harus lebih berhati-hati saat ingin membantu seseorang dalam urusan utang piutang walaupun sekarang aku udah jarang sih bagi-bagi duit (itu istilah yang dipakai suamiku, wakakak), aku berusaha untuk tidak mudah terenyuh dengan alasan-alasan mereka. Namun, bukan berarti aku nggak mau bantu saat ada yang minta tolong, hanya saja aku lebih selektif saat memutuskan meminjamkan uang dengan melakukan dua hal berikut ini:
1. Kenali Siapa Yang Akan Meminjam Uang
Sebelum akan memberikan pinjaman, kenali dulu siapa orang yang meminta bantuanmu. Apakah orang tersebut amanah atau tidak?. Meminjamkan uang pada mereka yang sudah dikenal baik akan lebih mudah mengetahui karakternya seperti apa. Jika orang itu adalah orang baru atau orang yang pernah punya masalah denganmu dalam urusan utang piutang sebelumnya, kamu bisa mempertimbangkan hal itu, apakah akan kamu beri pinjaman uang atau tidak? atau mungkin sekadar ingin membantu saja, seperti sedekah misalnya dengan membantu seikhlas dan semampunya.
2. Berikan Pinjaman Seikhlasnya
Saat kamu sudah tahu siapa yang meminta bantuanmu dan kamu hendak membantunya, maka pinjamkan uangmu seikhlasnya dengan harapan jika uang itu tak kembali kamu lebih mudah untuk mengikhlaskannya. Misalnya seseorang meminjam uang padamu lima ratus ribu rupiah, tapi kamu hanya ikhlas memberinya seratus ribu, tak masalah. Apalagi jika orang yang meminta bantuanmu belum terbukti amanah, lebih baik meminimalisir risiko daripada terjadi hal-hal yang menyesakkan dikemudian hari. Anggaplah sedekah, mudah-mudahan bisa mengurangi dosa kan.
Hmmm... jadi panjang kan tulisannya. Isinya curhat semua. Okelah semoga diary kali ini bisa menghilangkan sedikit ganjalan di hatiku. Jika ada yang tidak sependapat dengan tulisanku, atau ada yang keliru dan punya opini lain, boleh dikoreksi atau berbagi opini di kolom komentar ya Diaris. Terima kasih sudah membaca diaryku.
Komentar
Posting Komentar