Assalamu'alaykum Diaris.
Tulisan ini merupakan lanjutan dari diary yang berjudul "Cara Alloh Swt. Memberiku Jodoh", itu loh kisah-kasih antara aku dan suamiku sampai akhirnya kami menikah. Sebenarnya cerita ini nggak begitu penting untuk Diaris, ini hanya sekadar dokumentasi aja jika sewaktu-waktu aku rindu masa-masa itu, wakakak. Tapi kalau Diaris mau baca juga boleh banget, siapa tahu ada manfaat yang bisa diambil, hihihi.
Di part ini aku mau cerita tentang pertama kali bertemu dengan suamiku setelah bertahun-tahun lamanya hanya berkomunikasi lewat udara alias chattingan. Aku sarankan baca dari awal ya, part satu dan duanya supaya ceritanya berkesinambungan.
Kuulas balik sedikit ya, semua ini berawal dari aku yang gabut karena nggak punya teman main kalau weekend. Temanku yang biasa kuajak nongkrong atau nonton kalau weekend tiba-tiba saja pindah tempat kerja yang membuatnya semakin sibuk, bahkan dihari sabtu dan minggu. Aku nggak mungkinlah ya merengek-rengek meminta temanku ini untuk menemani kegabutanku. Nah akhirnya aku ajaklah suamiku, kusebut saja Bang Iduy ya karena saat itu statusnya masih teman biasa, hihihi. Hari Minggu itu, seperti yang telah diagendakan aku ajak Bang Iduy main ke Kebun Raya Bogor karena katanya dia belum pernah kesana.
Walaupun saat mengajaknya tak ada rasa risih, tapi hari itu aku benar-benar merasa sedikit canggung karena ini adalah kali pertama aku akan menghabiskan weekendku dengan seorang teman lawan jenis, ditambah lagi aku belum pernah bertemu dengannya selain malam itu di rumah Nini waktu aku masih SMA (boleh baca di part sebelumnya ya, hihihi).
Aku janjian dengan Bang Iduy di Mall Botani Square siang itu. Aku tiba lebih dulu, sedangkan Bang Iduy masih di jalan menuju TKP katanya. Sambil menunggunya, aku masuk ke Gramedia siapa tahu ada buku yang cocok di hati sekalian menghirup aroma terapi di sana, itu loh aroma khas dari buku-buku baru, aroma favoritku.
Baca juga : Cara Alloh Swt. Memberiku Jodoh Part 2
Sembari asyik memilih buku-buku, pikiranku pun sibuk memilih pembahasan apa untuk membuka percakapan dengan Bang Iduy nanti. Tak lama kemudian ponselku berdering, ternyata dari Bang Iduy mengabari bahwa dia sudah di TKP. Aku minta dia langsung ke Gramedia saja dan dia menyanggupi. Saat itu aku dan Bang Iduy kayak lagi kucing-kucingan, misal aku di lorong rak A, dia di lorong rak B, wakakak. Setelah berkeliling-keliling dari rak buku satu ke rak buku lainnya, akhirnya kami pun bertemu dan segera keluar dari Gramedia tercinta ini.
Sebelum pergi ke Kebun Raya Bogor, Bang Iduy mengajakku makan siang dulu di foodcourt, katanya sih dia belum makan, aku hanya mengangguk-angguk mengiyakan walau sebenarnya aku sudah makan sebelum berangkat tadi. Bang Iduy memilih makan siang dengan fastfood dan lagi aku hanya mengiyakan. Dia pesan nasi dan ayam goreng tepung, sedangkan aku pesan burger saja untuk menemaninya makan. Selama makan kami pun mengobrol. Aku kira kami akan canggung layaknya dua orang asing yang baru bertemu, tapi ternyata tidak. Obrolan kami mengalir begitu saja membahas cerita hidup kami masing-masing.
Kalau ingat itu kadang merasa aneh sendiri karena aku yang bisa merasa enjoy, nggak canggung ngobrol sama Bang Iduy padahal biasanya aku tuh nggak bisa ngobrol berdua sama cowok kalau nggak ditemani teman yang lainnya karena bingung mau ngebahas apa, aku udah cerita hal ini juga di part sebelumnya. Perasaan aku kalau lagi jalan sama Bang Iduy tuh rasanya kayak aku lagi jalan bareng sama teman-teman cewek lainnya, tapi bukan berarti Bang Iduy lembut kayak cewek ya, maksud aku tuh lebih ke santai aja. Coba deh bayangkan kalian lagi jalan atau nongkrong sama besti -besti, apa yang kalian rasakan dan pastinya selalu ada hal yang jadi bahasan obrolan kan?.
Oke, lanjut ya. Selesai makan siang, aku dan Bang Iduy langsung beranjak pergi meninggalkan Botani Square menuju TKP sesungguhnya yaitu Kebun Raya Bogor, naik angkot. Sebenarnya jaraknya dekat, tapi nggak mungkin juga sih kalau jalan kaki kesana di siang hari dengan matahari yang lagi semangat-semangatnya menyinari bumi. Sampailah kami di TKP dan aku segera menuju loket pembelian tiket, sengaja aku yang beli supaya aku yang bayar karena tadi Bang Iduy udah traktir aku makan. Iya tadi tuh mau aku ganti uang makannya, tapi struknya kebuang entah kemana, hmmm.
Setelah dapat dua tiket, kami pun masuk dan mulai menyusuri setiap pepohonan yang ada di sana. Biasalah ya sambil jalan, sambil photo-photo, sambil ngobrol juga sampai akhirnya tiba-tiba turun hujan ditengah teriknya matahari. Untungnya di tempat yang sedang kami singgahi ada tenda yang cukup besar, kami berteduh di sana bersama pengunjung lainnya. Sambil nunggu hujan reda, Bang Iduy banyak cerita, mulai dari pekerjaannya sampai kisah cintanya yang akhirnya aku tahu alasan waktu itu dia curhat ingin putus sama pacarnya.
Singkat cerita, hujan mulai reda, tapi langit masih tampak mendung, waktu menunjukan pukul tiga sore itu. Kami putuskan untuk segera keluar dari Kebun Raya Bogor. Selama perjalanan ke pintu keluar aku dan Bang Iduy berdiskusi tempat apa yang akan dituju setelah ini karena katanya dia memang sengaja mau mengisi waktu sebelum kembali ke Jakarta. Rencananya dia akan berangkat bakda Maghrib, biar sampai kostan bisa langsung istirahat, nggak ada waktu gabut.
Akhirnya dapatlah sebuah keputusan bahwa kami balik lagi ke Botani Square untuk nonton bioskop dengan film yang kami pilih secara random sekalian shalat Ashar juga di sana. Setelah shalat, kami bergegas ke bioskop dan membeli dua tiket untuk film yang berjudul "LIFE". Meski dipilih secara random, tapi film ini tuh cukup seru, khususnya buat aku yang pecinta film bergenre thriller. Film ini tuh menceritakan tentang sebuah penelitian di planet Mars hingga para peneliti itu menemukan satu mahluk yang pada akhirnya mahluk itu menjadi predator dan memangsa mereka. Loh kok jadi bahas film, hahaha.
Film ini berakhir di jam setengah tujuh malam. Kami meninggalkan bioskop, lalu menuju mushola untuk tunaikan shalat Maghrib. Setelah itu kami pulang. Bang Iduy naik angkot ke arah stasiun, dan aku naik angkot ke arah kostan tentunya. Oh iya sesampainya di kostan aku kirim pesan ke Bang Iduy via wa yang isinya minta nomor rekening karena aku belum bayar uang tiket nonton tadi, hihihi. Seperti biasalah ya awalnya dia nolak, nggak apa-apa katanya, tapi aku tetap maksa sampai akhirnya aku berhasil transfer uang senilai harga tiket nonton. Aku bisa tidur nyenyak.
Selama aku jalan bareng sama Bang Iduy dihari-hari berikutnya, kami selalu bayar masing-masing seperti yang udah aku ceritakan. Bukan karena aku nggak senang ditraktir ya, siapa sih yang nggak suka gratisan?, hihihi. Aku hanya belajar dari pengalaman pribadiku aja. Dulu waktu aku masih ada di zaman jahiliyah versiku, aku pernah pacaran sama cowok dab bisa dibilang saat itu adalah pengalaman pertamaku pacaran.
Si cowok ini cukup loyal, belikan aku hadiah ini-itu sampai aku heran dia bisa punya uang dari mana karena kami masih usia sekolah. Aku yang baru pertama kali pacaran pastinya merasa senang dong dapat hadiah dari pacar, dan awalnya kupikir itu hal wajar yang dilakukan setiap muda-mudi yang pacaran. Hingga pada suatu hari dia seenaknya minta tolong padaku dibuatkan catatan pelajaran sekolah. Aku diminta nulis di bukunya berhalaman-halaman hanya karena dia malas nulis waktu di sekolah. Kesel sih aku, tapi ya karena merasa nggak enak dengan hadiah yang dia kasih, terpaksa kuturuti permintaannya. Dalam hati aku ngedumel, 'bisa-bisanya dia nyuruh2 aku'.
Nah seiring berjalannya waktu, si cowok ini juga membuat permintaan baru padaku. Permintaan yang pada akhirnya kuputuskan untuk mengakhiri hubunganku dengannya. Pasti banyak yang mengira minta hal yang aneh-aneh. Eh tapi aneh-anehnya yang kayak apa dulu nih. Jadi, waktu itu dia bilang pengin ci*m tanganku. Aku yakin pasti ada yang komentar "yaelaaahhh... ci*m tangan doang.", untuk yang kebetulan berkomentar demikian mungkin itu masih terlihat sepele ya buat kalian, tapi buat aku sih ini udah bisa dibilang 'aneh-aneh'. Buat apa coba ci*m tangan aku, nggak ada faedahnya, mendengarnya aja aku udah ngeri duluan. Terserahlah jika ada yang bilang gaya pacaranku kuno, ya memang beginilah aku sampai setiap kali punya pacar pasti si cowok nanya, 'pernah pacaran ngga sebelumnya'. Entahlah apa maksud dibalik pertanyaan itu, wakakak.
Pada akhirnya aku pun mengakhiri hubungan pacaranku dengan si cowok itu. Agak berat sih, tapi bukan karena aku masih mencintainya, melainkan karena aku merasa kehilangan kebiasaan yang pernah ada selama pacaran, nggak ada lagi yang kasih hadiah, wakakak, dan tentunya aku harus rela dengan status jomlo diantara besti-bestiku ini yang semuanya punya pacar. Waktu sekolah aku sempat punya besti loh.
Nah berdasarkan pengalaman pacaran pertamaku itu aku membuat kesimpulan pribadi bahwa dalam sebuah hubungan itu, khususnya pacaran yang sifatnya semu, nggak ada yang namanya ketulusan. Nggak usah pacaran deh, dalam hubungan bersosial antar sesama manusia pun jarang tuh yang namanya tulus (bukann nama orang) karena manusia itu sangat lekat dengan simbiosis mutualisme. Bahkan nih ya dalam hal ibadah pun keihlasan masih diragukan, apalagi saat kita mengharapkan surga dan pahala dari apa yang kita anggap kebaikan itu dilakukan. Duh kok jadi kemana-mana sih ini ceritanya.
Sejak saat itu, setiap pacaran aku jadi nggak tertarik dikasih hadiah apapun, kalau pun sampai aku menerimanya, maka aku pasti akan menggantinya, aku nggak mau kalau harus balas budi seperti yang pernah kualami sebelumnya. Pernah suatu hari aku dikirimi pulsa oleh si pacar waktu itu (beda orang ya, hehehe), aku pun segera menggantinya dengan memberi si pacar sebuah bingkisan senilai pulsa yang pernah dikirimkan padaku, hahaha. Yes, itulah aku.
Oke Diaris kurasa cukup sampai disini dulu ya ceritaku bersama Bang Iduy. Nanti aku lanjut lagi part berikutnya. Diary ini hanya cerita dokumentasi dan opini pribadi, yang isinya berdasarkan pengalaman pribadi juga, tak masalah jika ada yang nggak sependapat denganku ya. Meski hanya cerita curahan hati, aku berharap semoga bermanfaat ya. See you.
Komentar
Posting Komentar