Assalamu'alaykum Diaris.
Setelah kemarin aku cerita seperti apa drama-drama yang aku alami selama proses mengASIhi, kali ini aku juga mau cerita tentang bagaimana kisah-kasih selama menyapih. Menjelang akhir tahun kemarin anakku sudah menginjak usia dua tahun, sudah waktunya untuk disapih. Sebagaimana yang telah dianjurkan dalam Alquran surah Albaqarah ayat 233 yang artinya:
"Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusuinya dengan sempurna....."
Sebenarnya ayatnya masih panjang, tapi aku ambil sebagian saja, sisanya boleh buka Alquran tafsirnya ya.
Sebelum anakku masuk usia dua tahun, aku sudah membayangkan akan seperti apa uniknya nanti proses menyapih, apalagi saat mendengar pengalaman-pengalaman menyapih dari para ibu lain diluaran sana, kebanyakan dari mereka merasa sedih selama proses menyapih. Pun sama dengan kakakku yang juga cerita bahwa selama menyapih merasakan kesedihan. Sempat bingung sih kenapa mereka merasa sedih, mungkin mereka terharu karena menyadari bayinya sudah tumbuh besar, pikirku.
Oh iya kakakku juga cerita bahwa betapa tak mudahnya dalam menyapih, banyak cara yang telah dilakukannya, mulai dari cara tradisional seperti yang biasanya disarankan oleh orang tua zaman dulu dengan memberikan aneka perasa pada puting, biasanya rasa pahit berharap si anak merasa tak nyaman dengan rasa ASInya. Ada juga yang menyarankan dengan memberi plester penutup luka pada puting, obat merah atau betadine supaya si anak berpikir ibunya sedang terluka atau kesakitan sehingga dia tak mau menyusu, hingga dengan cara seperti yang disarankan oleh pakar laktasi, bidan, atau dokter spesialis anak, aku menyebutnya cara modern. Namun, tak jarang kakakku mengalami kegagalan, sampai akhirnya keponakanku baru berhasil disapih diusia kurang lebih 2,5 tahun.
Aku jadi ingat bagaimana upayaku dan seperti apa drama-drama yang dilalui agar bisa mengASIhi anakku, dan sekarang dengan terpaksa aku harus menyapihnya. Tapi ya bagaimana lagi kan memang sudah seharusnya seperti itu. Saat anakku masuk usia 22 bulan, aku mulai mencari informasi seputar bagaimana cara menyapih anak dengan baik dan benar. Dari sekian banyak artikel yang kubaca, nggak ada tuh cara-cara yang kusebut dengan cara tradisional masuk list di sana, bahkan cara tersebut tidak dianjurkan karena dikhawatirkan akan memberi dampak negatif pada psikologis anak dikemudian hari.
Beginilah enaknya tinggal jauh dari orang tua, aku dan suami bisa lebih fokus dalam menerapkan pola asuh pada anak, pun bisa dengan bebas memilih cara mana yang akan dipakai dalam proses menyapih tanpa ada intervensi dari nenek-kakeknya anak kami, hehehe.
Aku membuat target diusia 2 tahun anakku sudah berhenti menyusu, dan untuk itu tentunya proses menyapih harus dimulai sejak dini sebelum anakku genap 2 tahun. Namun, apalah daya aku tak kuasa melihat anakku dengan ekspresi penuh air mata, merengek ingin menyusu, terutama saat dia menjelang tidur. Asli sih nggak tega. Mungkin ini juga kali yang membuat para ibu-ibu diluaran sana bersedih hati.
Proses menyapih anak tidak hanya menjadi tugas ibu saja, ayah pun tentu ikut berperan serta didalamnya. Ayah dan ibu harus bekerja sama dengan baik dalam proses menyapih anak. Setelah aku membaca banyak referensi tentang metode menyapih, aku pilih metode WWL (Weaning With Love) atau menyapih dengan cinta adalah suatu metode penyapihan yang dijalani dengan penuh perhatian dan kasih sayang, tanpa paksaan dan mendadak, dilakukan dengan perencanaan, kelembutan dan bertahap. Berikut tahapan-tahapan metode WWL versiku yang aku terapkan. Simak ya..
1. Mengurangi Durasi Menyusu
Hal yang pertama aku lakukan dalam proses menyapih adalah mengurangi durasi menyusu, misalnya yang semula 20 menit diubah menjadi 10 menit, apalagi saat itu ASIku memang sudah mulai berkurang tingkat kederasannya. Mungkin karena anakku yang mulai aktif, senang bermain, mengeksplore sekitarnya, dia jadi lupa menyusu. Akibatnya produksi ASI menjadi sedikit berkurang karena menurunnya aktivitas menyusui. ASI jadi lebih cepat surut saat disusukan.
2. Mengurangi Frekuensi Menyusu
Secara perlahan aku mengurangi frekuensi menyusui, mulai dari yang awalnya sesuai permintaan anakku, diubah menjadi setiap anakku mau tidur saja, walaupun kalau tidur malam dia masih sering terbangun untuk menyusu. Di tahap ini sih masih aman, seperti yang kuceritakan di tahap pertama bahwa anakku sering lupa untuk menyusu karena terlalu asyik bermain. Jadi, aku bisa lebih mudah mengurangi frekuensi menyusui. Aku hanya menyusui disaat anakku mau tidur saja.
3. Berhenti Menyusui Di Siang Hari
Tahap ini merupakan tahap yang agak rumit sih karena menyangkut jam tidur siang anakku. Aku harus mengajarinya merubah kebiasaan menyusu sebelum tidur, dan itu nggak mudah. Alhasil anakku jadi nggak pernah tidur siang karena tidak diberi waktu menyusu. Tapi masak sih orang dewasa kalah sama anak kecil yang lagi disapih, hehehe. Aku pakai cara lain yaitu dengan mengajaknya tidur bersama-sama. Biasanya aku pura-pura tidur di kamar, meski anakku sering mencoba mengganggu bahkan nangis histeris minta menyusu, tapi aku tetap cuek sampai akhirnya lama-lama dia tertidur sendiri. Kadang nggak tega juga sih lihatnya.
Percobaan ini tentunya nggak dilakukan hanya dalam waktu satu hari aja dan langsung berhasil, perlu berhari-hari melakukan cara ini sampai akhirnya anakku bisa tidur siang tanpa menyusu. Pernah juga kuputar suara murrotal sampai dia mengantuk, lalu tertidur. Apa yang terjadi selanjutnya?, anakku jadi nangis kalau aku putar murrotal di youtube karena dia takut disuruh tidur, hmmmm emang ada-ada aja ya.
4. Memberikan Cukup Makanan dan Cemilan
Sejak masuk usia 6 bulan, ASI tidak lagi menjadi makanan pokok untuk bayi karena kandungannya sudah tidak mencukupi kebutuhan tubuh bayi, maka dari itu harus ditambah dengan makanan pendamping yang biasa disebut MPASI, apalagi anak yang sebentar lagi masuk dua tahun lebih membutuhkan asupan makanan yang bergizi daripada ASI.
Aku dan suami berupaya selalu membuat anakku kenyang dengan makanan supaya dia lupa untuk menyusu, tak lupa juga kami berikan dia cemilan sehat yang mengenyangkan, khususnya malam hari untuk mencegah dia terbangun minta menyusu. Kalau perut kenyang, anakku bisa tidur nyenyak sampai pagi. Pernah juga kuberikan susu kedelai (anakku pernah bermasalah dengan susu sapi, tapi bukan alergi) sebagai pengganti ASI, tapi tak berdampak apa-apa, anakku tetap meminta untuk menyusu, bahkan dia tak mau lagi minum susu kedelai sampai sekarang.
Baca juga: Cara Mudah Ajak Anak Balita Sikat Gigi
Memberi makanan dan cemilan yang cukup membuat perut anak menjadi kenyang. Hal ini cukup efektif membuat anak tidur nyenyak di malam hari tanpa harus menyusu lagi. Oh iya tentunya berikan makanan dan cemilan yang sehat ya.
5. Afirmasi Positif
Afirmasi positif disini artinya memberikan pernyataan-pernyataan positif pada anakku. Setiap aku menyusui, aku selalu membisikkan di telinga anakku bahwa, "kamu minum ASI hanya sampai dua tahun saja ya, Nak...". Bukan hanya kalimat itu saja, aku juga menambahkan kata-kata positif lainnya setiap aku menyusui. Aktifitas ini juga semakin intens kulakukan dari mulai anakku masuk usia 22 bulan sampai akhirnya berhasil disapih.
Itulah beberapa tahapan menyapih versi aku dengan metode WWL. Tahapan-tahapan di atas intens diterapkan setelah anakku genap berusia 2 tahun, padahal targetnya genap usia 2 tahun sudah berhasil disapih, tapi faktanya menyapih tak semudah yang dibayangkan, apalagi aku yang nggak tegaan. Ditengah proses menyapih itu aku masih ada keinginan untuk memberinya ASI karena nggak tega melihat anakku nangis histeris, tapi suamiku selalu mengingatkan bahwa semua ini demi keberhasilan menyapih, dan kebaikan anakku juga.
Anakku berhasil disapih diumur 2 tahun 2 minggu. Selama dua minggu itu anakku selalu nangis histeris karena ingin menyusu sebelum tidur malam, pun saat dia terbangun ditengah malam, aku dan suami berusaha untuk mengalihkan perhatiannya agar mau melanjutkan tidur tanpa harus menyusu, biasanya kami hanya mengusap-usap punggunggnya sampai ia tertidur lagi. Setiap anakku histeris minta menyusu pun kami hanya membiarkannya menangis sampai anakku merasa lega, barulah setelahnya memberikan pengertian pada anakku, memberitahunya bahwa dia sudah seharusnya tak lagi menyusu, tentunya menggunakan kalimat-kalimat yang baik, meski mungkin belum tentu dia paham sepenuhnya.
Dari beberapa artikel kesehatan yang kubaca, sebenarnya tak ada batasan atau target dalam hal menyapih. Diatas umur 2 tahun pun tidak masalah, asal masih dalam batas usia yang wajar tentunya. Namun, jika mengingat apa yang diajarkan dalam Alquran sebaiknya anak mulai disapih di usia dua tahun. Semoga bermanfaat ya. See you.
Sumber :
https://hellosehat.com/parenting/anak-1-sampai-5-tahun/tumbuh-kembang-balita/menyapih-dengan-cinta/
Komentar
Posting Komentar