Assalamualaikum…
Innalillahi wa innailaihi roji’uun. Hari itu tepatnya bakda Magrib menjelang Isya aku mendapat kabar duka via whatsapp. Mama dan Teteh (sebutan untuk kakak perempuanku) mengirimiku pesan bahwa salah seorang anak dari teman Mama yang juga adik kelasku waktu SD telah meninggal dunia. Aku yang masih setengah sadar karena saat itu aku memang sedang tertidur efek masuk angin sepulang kerja yang membuat kepalaku pusing rasanya seperti berputar-putar. Antara mimpi atau bukan, antara percaya dan tidak, dengan kepala yang masih pening aku coba membuka facebook untuk mencari akunnya dan ternyata benar, akunnya telah dipenuhi oleh ucapan bela sungkawa. Dan yang membuat aku masih nggak nyangka adalah saat aku melihat postingan terakhirnya tujuh jam yang lalu bahkan beberapa jam sebelum meninggal pun ia masih sempat ikut tournament sepak bola katanya. Qodarullah, perihal usia, siapa yang tahu?.
Mungkin kita beranggapan bahwa kematian itu kejam, datang secara tiba-tiba tanpa bisa diprediksi padahal sebenarnya ia datang sesuai dengan waktu yang telah Alloh Swt. tetapkan. Rukun iman yang keenam yaitu iman kepada qodho dan qodar atau biasa disebut takdir menganjurkan kepada seluruh umat muslim untuk memercayai segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Alloh Swt. termasuk kematian. Manusia lahir ke dunia adalah kehendakNya yang mana takdirnya telah tertulis di lauhul mahfudz. Setiap manusia memiliki masanya masing-masing, ibarat suatu produk yang memiliki masa expired. Kematian akan datang kepada mereka yang telah mencapai masa expirednya, tak peduli dengan usia muda ataupun tua, kaya atau miskin, sehat atau sakit, baik atau buruk, siap atau tidak.
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
Surah
Ali Imran ayat 185 ini menegaskan bahwa semua mahluk hidup akan mati, pun dengan
kita, manusia yang tanpa disadari hanya tinggal menunggu antrean saja, menunggu
panggilan Illahi yang entah kapan dan
dimana, semuanya rahasia. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi didetik
berikutnya, menit berikutnya, pada jam berikutnya, esok, lusa, dan seterusnya.
Namun, yang harus kita yakini adalah hari itu akan datang seiring berkurang
usia manusia setiap harinya.
Kematian
adalah akhir dari kehidupan duniawi, tapi merupakan awal untuk kehidupan kekal
yang sesungguhnya, kehidupan yang saat manusia memasukinya akan melewati proses
hisab terlebih dahulu sebagai penentu kehidupan mana yang layak bagi hamba yang
bertakwa dan hamba yang menentang tentunya. Aktivitas selama di dunia akan
dimintai pertanggungjawaban.
Pernah
ngga sih berpikir jika masing-masing dari kita tahu kapan akan mati? Mungkin
semua orang akan berlomba-lomba memperbanyak ibadah, serta melakukan hal-hal
baik lainnya sebagai upaya mengumpulkan bekal untuk menghadapi kehidupan yang
sesungguhnya.
Ketidaktahuan
akan hari kematian tak jarang membuat kita lalai dengan kewajiban-kewajiban
kepada Alloh Swt., seperti melaksanakan shalat yang masih saja dilalaikan.
Shalat itu rukun islam yang kedua, dikerjakan lima kali dalam sehari yang
masing-masing memiliki durasi maksimal 10 menit. Simple, meski terkadang
disepelekan bahkan dilupakan. Memang tak ada jaminan orang shalat bersih dari
dosa, tapi setidaknya sebagai bentuk rasa syukur atas segala kenikmatan yang
telah Alloh Swt. berikan. Kenikmatan itu bukan hanya diukur dengan hidup yang
bergelimang harta, tapi dengan kita masih bisa bernapas, bicara, melihat,
berjalan, mendengar, sehat, bahagia, itu semua merupakan kenikmatan yang sering
terlupakan. Apa harus menunggu sampai Alloh Swt. mengambil kenikmatan itu baru
akan bersyukur? Apa tidak malu setiap hari menggunakan semua fasilitasNya, tapi
lupa berterimakasih?.
![]() |
Lokasi : Kebun Raya Bogor |
Coba
bertanya pada diri kita masing-masing. Sudah berapa lama hidup di dunia ini? Apa
saja yang sudah dilewati atau dilakukan selama itu? Seringkali aku miris dengan
diriku yang masih sangat jauh dari menjadi orang baik, pemahaman agama yang
masih minim, sifat malas yang tak jarang mendominasi, malah dosa yang selalu
bertambah setiap hari.
Waktu
yang kita habiskan untuk bermain game
online, asyik menyelami social media melihat
trend apa yang sedang berlangsung
saat ini seolah tak ingin ketinggalan hingga lupa satu hari tak membuka kitabullah karena terlalu sibuk dengan
gadget. Kesibukan di tempat kerja yang cukup menyita waktu membuat badan dan
pikiran terasa mumet seharian lalu memutuskan untuk hangout melepas lelah bersama teman hingga keasyikan dan lupa hari
itu telah melewatkan waktu shalat. Kehidupan asmara yang tidak berjalan mulus membuat
seharian meratapi kesedihan, kekecewaan karena dia yang telah berpaling tanpa
ada hal bermanfaat yang dilakukan hari itu selain hanya meratap dan meratap
sambil mendengarkan lagu-lagu galau. Tanpa sadar kita telah membuang-buang
waktu dengan percuma. Waktu yang tak bisa diulang, tapi masih bisa diperbaiki
di sisa waktu yang tersedia. Namun, bagaimana jika sisa waktu yang kita miliki
ternyata akan segera berkahir? Tak ada lagi kesempatan untuk memperbaiki jika
nyawa telah sampai di kerongkongan.
Usia
muda dan kondisi sehat selalu membuat kita lalai, menunda untuk melaksanakan
perintahNya. Memilih untuk menikmati masa muda dengan nongkrong di café terhits, main kesana-kemari hingga
mengabaikan suara adzan yang berkumandang mengajak untuk menunaikan
panggilanNya, nanti sajalah shalatnya
jika sudah tua, teramat percaya diri menganggap dirinya seolah akan hidup
seratus tahun lagi dalam keadaan sehat. Sama halnya saat menunda untuk
mengenakan hijab, menunda untuk bersedekah karena menunggu mapan, serta menunda
untuk meninggalkan hal-hal yang menjadi laranganNya. Ini yang selalu membuatku
takut setiap harinya, membayangkan kematian di depan mata.
Saat
seseorang merayakan hari lahirnya atau biasa disebut ulang tahun, do’a yang
pertama selalu diucapkan adalah “semoga panjang umur” berharap umurnya akan
bertambah. Namun, jika berdasarkan pada qodho’ dan qodar yang mana segala
sesuatu yang ada di dunia ini telah ditetapkan sejak zaman azali berarti usia
manusia pun telah ditetapkan sebelumnya yang secara kuantitatif tak akan
berkurang maupun bertambah. Manusia yang panjang umurnya adalah manusia yang
semasa hidupnya banyak memberi manfaat untuk orang lain sehingga kebaikannya
akan dikenang sepanjang masa, ada ataupun tiada orangnya.
Selain
itu, perihal ulang tahun yang banyak orang mengharuskan momen itu dirayakan
dengan surprise, pesta, potong kue,
tiup lilin, dan menyanyikan lagu ulang tahun. Meski tak pernah meminta untuk dirayakan, tapi orang tuaku memiliki tradisi memasak makanan untuk dibagikan ke tetangga atau
teman-teman pengajian sebagai syukuran hari lahirku, serta pernah juga Mama
memberiku kue ulang tahun lengkap dengan lilinnya yang kutiup setelah
kunyalakan terlebih dahulu tanpa kutahu apa maknanya, hanya mengikuti tradisi
orang lain. Namun, entah kenapa sekarang jika melihat
orang-orang merayakan hari lahirnya atau hari ulang tahunnya, aku malah
berpikir bahwa betapa bahagianya mereka merayakan hari berkurangnya genap satu
tahun usia, dan aku pun tak jarang merasa takut saat mengingat hari lahirku sendiri, seakan takut tak bisa bertemu hari lahir di tahun berikutnya, merasa
takut karena sisa umurku yang entah tinggal berapa lama lagi, berkurang terkikis
oleh waktu secara perlahan. Mugkin pikiranku kuno, tapi memang itu yang
kurasakan. Aku menjadi tak peduli dengan hari lahirku bahkan aku tak ingin
mengingat hari lahirku jatuh di hari apa. Social
media yang biasanya rajin mengingatkanku akan hal itu terpaksa kumatikan
notifikasinya karena aku tak mau diingatkan, biarlah hari itu berjalan seperti
biasa. Hari lahir adalah hari dimana aku akan mengingat bahwa hari akhirku akan
segera tiba sedangkan bekalku masih teramat kurang untuk menyambutnya.
So, apa
saja yang telah disiapkan untuk menyambut hari akhirmu? Apakah semeriah atau
sebahagia saat merayakan hari lahir? Saat mengingat kematian, dan lagi pikiran
kuno mengahampiri, memaksaku untuk mulai mengurangi postingan foto selfie
pribadi, bahkan menghapus foto-foto yang mengumbar aurat atau foto-foto yang
menjadi konsumsi public di social media,
mengapa? Karena aku takut ketika hari akhirku tiba, tak ada yang menghapuskan
foto-foto tersebut dan menambah beban hisabku kelak.
Intinya,
kematian itu pasti. Hanya saja kedatangannya masih rahasia, entah sebentar
lagi, hari ini, esok, lusa, entah kapan dan dimana serta siapa yang lebih dulu,
aku, dia, kamu, atau mereka? Tak ada yang tahu. Tugas kita hanyalah menyiapkan
bekal untuk menyambutnya dengan selalu berbuat baik setiap hari agar menjadi
lebih baik. Selalu menjalankan perintahNya dan akan lebih istimewa jika mampu
menjauhi laranganNya, semoga kita bisa dan harus bisa agar mencapai hunsul
khotimah.
Diary ini
bukan untuk menggurui melainkan sebagai remainder
diri sendiri dan author akan semakin bersyukur jika menjadi remainder bagi teman-teman yang
senantiasa membaca dari awal sampai akhir. Saling mengingatkan itu tak ada
ruginya kan?, semoga bermanfaat.
Akhirulkalam…
Baca juga : Cabut Gigi Premolar di Bogor Dental Center
Komentar
Posting Komentar