Sumber Gambar Di sini |
Assalamu’alaikum..
Belakangan
ini dunia dihebohkan oleh munculnya virus corona yang mana penderitanya selalu
bertambah setiap harinya. Menurut berita yang beredar, sampai saat ini belum
ditemukan vaksin untuk virus tersebut. Mungkin yang bisa kita lakukan hanyalah
melakukan pencegahan dengan membudayakan hidup sehat. Selain virus corona yang
mewabah, ada juga virus yang tak kalah menyeramkan bahkan bisa juga
membahayakan. Virus yang tak pernah hilang di telan zaman. Virus ini bisa
menyebabkan seseorang kehilangan nafsu makan, meningkatnya kadar emosi, bisa
juga hipertensi, kehilangan semangat, diliputi kesedihan setiap saat, bahkan
kalau sudah parah bisa menyebabkan kematian, seperti yang banyak diberitakan di
media tentang seseorang yang bunuh diri karena kisah asmaranya yang rumit atau tentang
seseorang yang dibunuh oleh mantan pasangannya karena cemburu. Ku rasa
sahabat-sahabat readers tahu virus
apa itu. Ya, virus galau susah move on.
Sebenarnya virus ini sudah memiliki vaksin dari dulu dan mudah disembuhkan,
tetapi entah kenapa virus ini tak pernah mati dan penderitanya pun tidak
sedikit, bahkan mereka yang dinyatakan sembuh pun mudah terjangkit lagi.
Sungguh luar biasa virus galau ini.
Bukan
perihal orang lain, tetapi tentang diri ini yang juga pernah berada di posisi
sebagai penderita virus galau. Bagiku masa remaja adalah masa transisi menuju
kedewasaan. Masa dimana banyak ketidaktahuan, tetapi penuh rasa penasaran,
selalu ingin melakukan agar tahu ini perkara baik atau bukan. Masa remaja tak
pernah absen dari kisah pacar-pacaran, mulai dari pacaran yang hanya
iseng-isengan mengikuti trend sampai
dengan pacaran melibatkan perasaan, ada lagi yang lebih parah sampai
kebablasan, na’udzubillah. Seperti
remaja pada umumnya, aku pun mulai terkontaminasi dengan circle pergaulanku yang mana semua sahabatku punya pacar waktu itu.
Mungkin sekarang aku menganggapnya ujian Tuhan, tetapi dulu ku anggap itu
sebagai kesempatan dari Tuhan yang telah mengirimkan seseorang untuk menjadi
pacarku.
Tak
ada rasa suka, sayang, apalagi cinta, hanya menjalani seperti biasanya hingga
munculah rasa nyaman dan takut kehilangan. Geli rasanya jika mengingat kala
itu. Siklus pacaran yang tak pernah mengalami perubahan dari hari ke harinya. Selalu
berawal dari fase pendekatan, jadian, pacaran, lalu putus. Syukur-syukur jika happy ending ya, setelah pacaran
langsung menikah. Bagi mereka yang masih usia sekolah, sepertinya menikah bukan
menjadi tujuan utama dari pacaran. So, setelah
putus tak sulit diserang virus galau yang gejalanya telah dipaparkan di atas. Bagi mereka yang pacaran hanya untuk
iseng-isengan, putus cinta bukan suatu masalah. Sedangkan untuk mereka yang
pacaran dengan melibatkan perasaan, putus cinta bisa dikatakan sebagai masalah
yang rumit, harus kehilangan seseorang dengan kebiasaannya. Kebiasaan dapat
ucapan selamat pagi, selamat siang, hingga selamat tidur. Kebiasaan
diantar-jemput (maybe), kebiasaan
dapat perhatiannya, serta kebiasaan-kebiasaan lain yang kini hanya tinggal
kenangan dan kenyataan bahwa doi telah menemukan tambatan hati. Jadi ingat lagu
’Bukannya Aku Takut’ milik Juliette. Memang benar yang menjadi rumit itu bukan
karena kehilangan orangnya, tetapi karena diri begitu bergantung dengan
kebiasaan-kebiasaan yang telah tercipta bersamanya. Dan lagi aku geli sendiri.
Bagi
para penderita virus galau, termasuk aku pada saat itu, membuka hati untuk yang
lain atau bahasa ngehitsnya move on yang
sering diartikan dengan mencari pacar baru
merupakan cara terbaik untuk menghapus luka yang disebabkan oleh virus
galau tersebut, mungkin ini salah satu faktor kenapa banyak orang sering
gonta-ganti pacar. Dulu saat aku masih teramat labil, cara ini kuanggap sebagai
cara yang tepat untuk melupakan atau meninggalkan kesedihan-kesedihan yang
disebabkan kesalahanku dalam menempatkan perasaan walaupun sebenarnya jelas ini
tidak tepat.
Move on memang
harus, tetapi move on yang seperti
apa?. Move on terdiri dari dua suku
kata serapan dalam bahasa inggris yang artinya ‘pindah’. Pindah dari situasi
buruk menuju situasi yang baik, pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan
harapan bisa menjadi lebih baik, intinya pergerakan menuju arah yang lebih baik.
Jika diperhatikan move on itu sama
seperti hijrah, yakni berpindah dari hal negative ke hal positif, betul nggak?
Meskipun memiliki arti yang luas, istilah move
on biasanya lebih sering digunakan untuk mereka yang ingin melupakan masa
lalunya, khususnya yang berkaitan dengan kisah cinta.
Ok,
friends. Sekali lagi ini bukan
perihal orang lain, tetapi karena diri yang pernah berada diposisi yang sama,
bukan untuk menggurui hanya sekedar sharing
saja. Sebelum ku mengerti betapa unfaedahnya pacaran bagiku, dulu aku
membenarkan bahwa dengan membuka hati untuk yang lain adalah cara yang tepat
untuk melupakan masa lalu bersamanya. Benar saja, aku berhasil melupakannya
karena menemukan tokoh baru. Padahal sebenarnya hal tersebut hanya akan membawa
pada siklus yang sama dengan tokoh yang berbeda dan sudah dapat dipastikan ending-nya akan seperti apa. Harusnya move on itu seperti menutup lembaran
lama untuk memulai lembaran baru dengan kisah yang baru, tidak mengulangi
kesalahan yang sama. Berulang kali merasakan sakit hati membuatku memutuskan
untuk tak lagi membudayakan pacaran, tetapi bukan trauma ya, aku hanya merasa
bahwa tak ada manfaat yang bisa ku dapat dari pacaran selain sakit hati dan
tangisan. Merasa bodoh menangisi orang yang salah, memaksaku untuk keluar dari
siklus itu hingga aku berkomitmen untuk tak pacaran. Dan lagi circle pergaulanku yang kerap membuatku
sulit memegang komitemn yang telah ku buat.
Bagiku
move on disertai memegang komitmen
itu tak mudah karena komitmen itu bukan sekedar janji yang hanya diucapkan dan
mudah tuk diingkari. Menjadi motivator untuk diri sendiri adalah salah satu
kekuatan selama proses move on.
Beberapa hal yang dilakukan agar bisa move
on, yaitu :
Niat dan Komitmen
Segala
sesuatu pasti diawali dengan niat. Aku berniat dan berkomitmen untuk tidak
pacaran. Ingat ya, bedakan antara komitmen dan janji walaupun sekilas tampak
sama. Komitmen itu bisa dikatakan sebagai perjanjian/ peraturan yang dibuat
terhadap diri sendiri yang harus dipertanggung jawabkan. Jika dilanggar berarti
kamu tak bisa bertanggung jawab pada diri sendiri, lantas bagaimana terhadap
orang lain?. Untuk definisi lengkapnya bisa dicari di KBBI ya, friends.
Evaluasi Diri
Melakukan
evaluasi diri, menyadari serta memperbaiki kesalahan dan kekeliruan yang telah
dilakukan. Lebih mendekatkan diri dengan Tuhan adalah salah satu langkah utama
dalam upaya mengatasi ragam masalah. Bukankah menyelesaikan segala masalah itu
harus dengan hati yang tenang yang mana kurasa hanya bisa dirasakan saat
mendekatkan diri padaNya.
Lebih
banyak meluangkan waktu berkomunikasi dengan keluarga, terutama orang tua yang
selalu berperan dalam setiap scene kehidupan.
Mungkin bisa dikatakan sebagai salah satu kesalahan besar dalam hidup ketika
menyadari bahwa waktu itu aku, kamu, atau mereka lebih sering memberi kabar
kepada dia yang statusnya masih samar dibandingkan pada orang tua yang tak
jarang diabaikan. Lebih sering mengungkapkan rasa sayang/ cinta pada dia yang
belum jelas perannya di masa depan dibandingkan pada orang tua yang sudah jelas
kasih sayangnya, dan yang agak miris adalah saat aku, kamu, mereka lebih patuh
pada dia yang bukan siapa-siapa dibandingkan dengan orang tua yang begitu
banyak kontribusinya, tetapi tak jarang dibantah. Mungkin hal tersebut bisa
dijadikan bahan renungan bagaimana seharusnya menempatkan cinta dan kasih
sayang pada tempat yang tepat.
Memperbanyak
silaturahmi dengan sahabat dan teman-teman yang mungkin dulu sempat terjeda.
Biasanya patah hati menjadi salah satu faktor penyebab silaturahmi antar
sahabat menjadi lebih intens, hehehe.
Memperbaiki
primary goal dalam hidup. Untuk apa
kamu hidup? Seberapa banyak manfaat yang telah ditebar dalam hidup? Untuk apa
kamu melakukan ini dan itu, serta manfaat apa yang bisa diambil dari padanya?.
Sebenarnya tidak 100% salah ketika seseorang memilih move on dengan mencoba membuka hati untuk yang lain. Namun,
kesalahan selalu terdapat pada tujuannya. Jika tujuannya untuk menikah, maka
bukalah hati untuk seseorang yang juga memiliki tujuan yang sama, satu
frekuensi, bukan untuk seseorang yang membawa kita pada siklus yang sama. Selama
proses pencarian, tidak salahnya kita memperbaiki/ memantaskan diri supaya
Alloh Swt. mendekatkan kita dengan orang-orang yang pantas.
Menyibukan diri dengan
kegiatan positif
Masih
seputar perasaan. Melupakan seseorang yang telah menoreh kenangan di masa lalu
memang tak mudah. Namun, seiring berjalannya waktu semua akan berlalu. Hanya perlu
tak meratapi saat sedang sendiri. Menciptakan kesibukan cukup mengelabui
kenangan yang ingin dilupakan, walaupun memang tak akan benar-benar lupa
kecuali kamu amnesia. Setidaknya bisa mengurangi aktivitas meratap.
Menyibukan
diri dengan kegiatan positif bisa dimulai dari mengeksplorasi diri dengan
mengembangkan hobi yang pernah terlupakan, atau fokus dalam berkarir. Bagi kamu
yang statusnya seorang pelajar, bisa dengan lebih banyak meluangkan waktu untuk
belajar, membaca buku, artikel atau karya tulis lain yang sekiranya bisa
bermanfaat untuk pendidikanmu. Mengikuti kegiatan keagamaan, kajian untuk me-refresh hati serta men-charge keimanan, atau terlibat dalam
komunitas-komunitas yang bisa mempertemukan kita dengan orang-orang yang bisa memberi
dampak positif, bukan positif corona ya, hehehe.
Usahakan
untuk menghindari hal-hal yang bisa membuat hati menjadi ‘menye-menye’,
misalnya mendengarkan lagu-lagu sendu yang kalau didengarkan hatimu berkata “Ini
lagu gue banget”, atau menonton serial drama yang menjadikanmu berhalusinasi. Hati-hati,
ya friends.
Ok,
friends. Mungkin 3 hal di atas cukup
untuk mengawali proses move on. Segala
sesuatu tergantung pada niat pribadi masing-masing orang. Jika ingin move on, maka keluarlah dari siklus yang
sama. Semoga diary ini bermanfaat ya friends.
Akhirulkalam….
Baca juga : Liburan Murah-Meriah : Bogor Rasa Eropa
Sukses terus ceu
BalasHapusAamiin ya robbal'aalamiin
Hapus