Assalamu’alaikum.
Hoam. Musim
nikah berarti musim baper. Entah berapa banyak aku mendapatkan undangan di
tahun ini. Setiap datang ke undangan selalu auto baper. Nikah merupakan satu
hal yang selalu diinginkan oleh setiap orang termasuk aku. Taaruf, khitbah, akad, dan hidup bahagia,
uuuuuuhhh senangnya. Membayangkan berada di sebuah gedung dengan dekorasi yang
indah sesuai konsep yang telah dirancang, menyaksikan ijab qobul sang mempelai
pria, sungkeman dengan orangtua dan mertua, dimeriahkan dengan musik dan lagu
romantis serta ucapan selamat dari tamu-tamu undangan yang datang silih
berganti. Hayo, siapa yang nggak mau? Wkwkwk. Itulah gambaran pernikahan yang tak
jarang dibayangkan olehku, kamu, dan mereka. Namun friends tahu nggak sih pernikahan itu apa?
Konklusi dari
tanya jawab dengan beberapa temanku yang sebagian besar sudah menikah mengatakan
bahwa pernikahan merupakan suatu ikatan suci melalui akad yang menyatukan dua
keluarga yang berbeda dengan ridho Alloh SWT. untuk menyempurnakan sebagian agama. Lalu, apa tujuan menikah? Rata-rata jawabannya
yaitu untuk ibadah. Ok, itu memang jawaban yang tepat karena seperti yang
pernah aku tulis dalam diary Muslim Rasa Mualaf untuk menjadikan
ibadah atau menomorsatukan agama sebagai dasar membina rumah tangga supaya tahu
mana yang harus dan tidak harus dilakukan sebagai pasangan suami istri.
Bagaimana
denganku? Tentu dengan usia yang sebentar lagi akan memasuki ¼ abad maka akan
semakin banyak pertanyaan ‘kapan nikah?’ yang singgah di telingaku ditambah lagi
teman-temanku satu per satu mulai melepas masa lajangnya. Sebenarnya aku tidak
terlalu mempermasalahkan pertanyaan dari orang lain, namun yang menjadi masalah
besar yaitu ketika Mama berkata, “Kamu mau nikah kapan? Mumpung Mama sama Bapak
masih sehat, masih ada umur.” Jleb. Aku paling tidak suka kalau Mama sudah
berkata seperti itu.
Bagiku nikah itu
bukan perlombaan yang dilakukan secara terburu-buru agar tidak didahului orang
lain. Aku ingin menikah dengan hanya sekali seumur hidupku, langgeng sampai
maut memisahkan. Tentunya tidak
sembarang membuat keputusan untuk menikah apalagi sampai terburu-buru. Aku
membuat target menikah di usia 25 tahun yang tanpa sadar ada di tahun ini. Wow.
Aku mau menikah tapi belum ada persiapan apa-apa. Perihal jodoh? Insha Alloh
sudah tertulis di lauhul mahfudz.
Terkadang aku bertanya pada diri sendiri,
apakah aku sudah pantas untuk menikah? Sifatku yang masih kekanak-kanakan,
egois, gampang emosi, bahkan untuk memasak pun aku payah, aku masih jauh dari
sifat dewasa. Sedangkan setelah menikah aku akan hidup dengan orang baru yang
bukan hanya sehari-dua hari saja melainkan selamanya. Lalu jika Alloh SWT.
Mengaruniakan seorang anak maka aku pun harus merawatnya dengan baik, dengan penuh
kasih sayang. Bisakah aku melakukan semua itu? sedangkan untuk merawat diri
sendiri pun masih belum maksimal. Beberapa orang pernah mengatakan bahwa sifat
seseorang bisa berubah setelah menikah karena aktifitas sehari-hari yang
mendorongnya menjadi lebih dewasa. Tapi benarkah begitu? Di saat aku menyaksikan
sepasang suami istri yang bertengkar hebat serta seorang Ibu yang seakan kehilangan
kesabaran karena ulah anaknya yang tak mau berhenti menangis. Si Ibu memarahi
si anak yang terus menangis sambil sesekali mengatai si anak anulah, inilah, itulah
yang sebenarnya tidak boleh dilakukan oleh seorang Ibu karena ditakutkan
menjadi do’a untuk si anak. Hal tersebut membuatku takut dan ragu untuk
menikah, takut tidak bisa menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluargaku
nanti.
Inilah alasan
kenapa menikah itu perlu persiapan yang matang baik dari segi materil maupun
moril. Untuk friends yang ingin
segera menikah jangan lupa untuk mempersiapkan jodohnya terlebih dahulu. Kalau
sudah ada ya Alhamdulillah, kalau belum silahkan minta sama Alloh SWT. Agar
diberikan jodoh yang baik. Adapun tips memilih jodoh (calon imam) yang baik
versi aku, yaitu:
· Beragama;
bukan hanya sekedar seiman melainkan memiliki ketaatan kepada Alloh SWT. Minimal tak pernah meninggalkan shalat wajib diawal waktu.
· Penyayang
dan santun; menyayangi orangtuanya, keluarganya, orangtuaku, dan keluargaku.
·
3 Tanggung
jawab; berani berbuat berarti berani menanggung resiko. Orang yang bertanggung
jawab biasanya memliki banyak perencanaan beserta antisipasi atas impact yang akan terjadi dalam proses realisasinya.
·
4 Pekerja
keras; mau berusaha, pintar memanfaatkan setiap peluang yang ada.
Itulah beberapa
tips dalam memilih jodoh, khususnya calon imam secara garis besar versi aku.
Tapi tetap yang namanya jodoh adalah cerminan diri. Jika friends ingin tahu seperti apa jodohnya kelak maka lihatlah diri
sendiri karena jodohmu tak kan berbeda jauh darimu.
Selain jodoh, hal yang perlu dipersiapkan berikutnya
adalah segi materil. Menurutku menggelar pesta pernikahan itu tak perlu mewah
namun semampunya sehingga tak ada yang merasa diberatkan. Namun yang dimaksud
materil di sini adalah kemampuan pasangan suami istri dalam memenuhi kebutuhan
pasca menikah. Misalnya suami memiliki pekerjaan tetap atau tempat usaha
sebagai sumber mata pencaharian. Seorang istri yang bekerja untuk menambah
penghasilan keluarga, jika diperlukan. Eh by
the way menurut friends lebih
baik menjadi Ibu Rumah Tangga atau wanita karir? Ok, Insha Alloh kita bahas di Diary selanjutnya. Perihal materi bukan
melulu soal mapan atau kaya raya namun kemampuan mencari rezeki yang halal yang
mampu memberikan keberkahan dalam keluarga sehingga dengan rezeki yang halal
insha Alloh dapat memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier.
Ada gula ada semut, ada materil ada moril
yang tak kalah penting untuk dipersiapkan. Moril ini yang akan membantu
mengendalikan perjalanan rumah tangga. Moril itu saudaranya moral yang identik
dengan perbuatan, sikap, akhlak, kewajiban, budi pekerti, susila, dan
sebagainya. Buat friends yang mau
menikah (aku juga mau, doakan ya friends..)
sangat perlu mempelajari atau melatih kedewasaan dalam bersikap karena bagiku
hidup dengan orang baru itu tak mudah. Misalnya ketika pasanganmu tengah emosi
apa yang harus kamu lakukan? Balas dengan emosi atau mencoba mengalah dulu
sampai emosinya reda, setelah itu barulah komunikasi. Atau misalnya saat
pacaran (bagi yang menjalankan) kalau marahan langsung minta putus, tapi
bagaimana ketika sudah menikah? Masa iya langsung minta cerai. Ditambah lagi Alloh
SWT menguji rumah tangga dengan lahirnya seorang anak yang mana butuh kesabaran
dalam menjaga, merawat, dan mendidiknya. Saat anak tak mau makan, rewel,
bandel, nggak mau Sekolah, perlulah melatih kesabaran untuk mengatasi itu
semua. Begitu pun saat Alloh SWT menguji rumah tangga dengan menangguhkan
kelahiran seorang anak ditambah lagi dengan komentar keluarga, teman, dan
tetangga. Apa yang harus dilakukan? Tidak dengan mencari siapa yang salah
melainkan dengan saling support,
tetap berhusnudzan atas ketetapanNya, dan bermuhasabah diri. Mungkin itu hanya
sebagian contoh kecilnya saja, sisanya bisa dirasakan oleh friends yang sudah menikah ya (maklum aku ‘kan belum dihalalkan,
hehe).
Intinya sih kembali lagi pada tujuan awal
menikah. Kalau tujuannya untuk ibadah Insha Alloh yang dicari hanyalah ridho
Alloh SWT dan ridhonya suami. Sehingga disaat kita ingin marah kepada pasangan
(suami) atas kesalahannya setidaknya kita bisa mengendalikan amarah itu dengan
mengingatNya, ingat bahwa Alloh SWT tidak menyukai sifat pemarah dan ingat
bahwa surganya istri ada pada suami. Saat mendapatkan ujian dalam keluarga dengan
berupa masalah maka pasrahlah dengan mengingatNya bahwa semua itu adalah
kehendakNya untuk meningkatkan level keimanan hambaNya sehingga bisa
meminimalisir timbulnya pertengkaran. Saat kesal pada anak, ingatlah bahwa anak
adalah titipan Alloh SWT yang harus dijaga, anak juga rezeki yang harus
disyukuri, anak juga merupakan ujian
dari Alloh SWT sehingga kita bisa mengontrol emosi agar tidak sampai memarahi
secara berlebihan apalagi sampai mengatai si anak bandel atau apapun itu yang
kurang baik didengar karena ditakutkan menjadi do’a.
Sungguh sebenaranya aku merasa tak pantas
dengan menuis diary kali ini karena
memang aku belum menikah dan belum punya pengalaman dalam berumah tangga, aku
hanya mengamati dan mempelajari dari apa yang kulihat di sekitarku. Mungkin
diantara friends ada yang berkomentar
bahwa mengurus rumah tangga itu tak mudah, tahan emosi ke anak yang rewel itu
susah, atau apapun itu yang pasti diary ini
bukan untuk mengajari atau menggurui, namun ini ku tulis hanya untuk mengingatkanku
dan siapapun yang hendak menikah untuk selalu melibatkan Alloh SWT dalam segala
hal. Jujur, aku ragu untuk menikah karena beberapa hal seperti yang ku jelaskan
di atas. Aku takut tidak bisa menjadi istri dan ibu yang baik, namun sampai
kapan aku harus menyimpan rasa takut dan ragu tersebut? bukankah dunia ini
milik Alloh SWT? Dan Alloh SWT. memerintakan kepada hambaNya untuk segera
menikah jika sudah mampu. Niatkanlah menikah untuk ibadah dan selalu libatkan
Alloh SWT dalam setiap langkahnya. Tapi bagiku hal yang paling menakutkan dari
menikah adalah ketika aku harus melepas diri dari kedua orangtuaku karena
tanggung jawabnya beralih kepada suamiku kelak.. Aku hanya takut berlaku tidak
adil terhadap orangtuaku. Mudah-mudahan Alloh SWT memberiku jodoh yang
menyayangiku dan juga keluargaku, terutama orangtuaku. Aamiin.
Demikian diary ini ku tulis dengan penuh kebahagiaan, mohon maaf jika masih
banyak kekurangan dan terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat ya friends…
Akhirulkalam,
wasslamu’alaikum…
Komentar
Posting Komentar