Assalamu'alaikum Diaris.
Anak balita les di KUMON, belajar apa aja sih?. Pertanyaan yang muncul di kepalaku, saat suami ngide mau daftarkan anak kami les di KUMON. Waktu itu, aku cuma tahu KUMON lewat iklan di TV. Kalau nggak salah, aku nonton iklan KUMON waktu masih duduk di bangku SD. Jinglenya itu loh yang easy listening membuat aku yang pertama kali mendengarnya, langsung berasa membekas gitu di kuping, hehehe.
Sebagai anak SD yang penasaran pada zaman itu, sempat bertanya-tanya sih KUMON itu apa?. Informasi yang kudapat saat itu, KUMON adalah sebuah tempat les. Hanya itu yang aku tahu dan nggak bermaksud mencari tahu lebih banyak. Selain karena keterbatasan media informasi, aku juga nggak begitu tertarik dengan tempat les waktu itu karena kupikir tempat les hanya untuk anak-anak yang kemampuan akademiknya kurang (sok tahu emang). Sedangkan aku yang waktu SD sering juara kelas merasa tak membutuhkan itu (asli, sombong banget. Wkwkwk).
Nah, ketika suamiku ngide untuk daftarkan anak kami yang masih balita ini les di KUMON, otakku yang minim pengetahuan ini langsung mikir 'ngapain sih' anak balita les di KUMON, dia mau belajar apa?. Aku langsung membayangkan anak sekecil itu harus memecahkan rumus-rumus matematika njelimet dan segala macamnya (lagi-lagi sok tahu). Walaupun suami menjelaskan bahwa di KUMON ada kelas pra sekolahnya, mulai dari umur 3 tahun, tapi tetap aja bayanganku nggak berubah, masih sok tahu. Ditambah lagi, aku pernah membaca pengalaman seseorang yang pernah les di KUMON, yang menurutnya di sana sering diberikan PR yang berlembar-lembar alias buaaaaanyakkkkkkk banget. Kebayang dong, pikiran sok tahuku makin kemana-mana. Kasihan nggak sih, anak balita harus mengerjakan PR sebanyak itu.
Setelah mengumpulkan banyak informasi seputar KUMON, akhirnya aku dan suami pun sepakat untuk mendaftarkan anak kami les di sana dan alhamdulillah sekarang sudah berjalan selama tiga bulan.
Awalnya aku ragu, khawatir si anak balita ini nggak mau masuk kelas atau merasa terbebani dengan PR yang 'katanya' berlembar-lembar itu. Namun, semua diluar dugaan. Selama mengikuti les di KUMON, si anak balita tampak selalu semangat, bahkan sejak bangun tidur pun dia semangat ingin segera berangkat ke KUMON. Dia begitu antusias, baik saat masuk kelas, maupun saat mengerjakan PR KUMON di rumah. Baguslah, aku berharap hal ini bisa menjadi cara untuk mengenalkannya pada dunia sekolah, walaupun sampai saat ini jika diajak sekolah, dia masih menolak (hehehe). Nggak apa-apa, semua butuh proses ya.
Seperti yang sudah kuceritakan di diary sebelumnya bahwa di KUMON tempat les anakku ini, terdapat dua subjek, yaitu Matematika dan Bahasa Inggris. Untuk saat ini, aku dan suami memilih subjek bahasa inggris sesuai dengan minat anak kami. Penginnya sih dua-duanya ya (wkwkwk), tapi mengingat budget yang tersedia, baru cukup untuk satu subjek aja, ditambah lagi kami sebagai orang tua juga takut kalau si anak balita jadi jenuh atau bosan, jika terlalu banyak belajar hal-hal yang serius (hihihi). Aku pernah baca disalah satu artikel bahwa tingkat fokus anak balita itu sangat pendek karena dipicu banyak faktor, seperti kelelahan, rasa lapar, kantuk, dan distraksi lingkungan sekitar.
Eh btw, ternyata les di KUMON itu nggak sekompleks yang kubayangkan sebelumnya. Setelah tiga bulan mendampingi si anak balita les di KUMON, menurutku di KUMON itu selain menggunakan metode self learning, di sana juga menggunakan small step system. Jadi, kalau kataku les di KUMON itu serius tapi santai (hihihi).
Self Learning Dan Small Step System
Aku lagi nggak promosikan KUMON ya, aku hanya menyampaikan pendapatku aja selama mendampingi anak balitaku les di sana. Sejauh ini, aku merasa belum salah pilih tempat les untuk anak (kok belum salah pilih sih?).
Aku suka dengan metode self learning, dimana siswa dilatih untuk belajar mandiri, misalnya menyiapkan dan mengerjakan lembar kerja sendiri, belajar memecahkan dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Di dalam kelas, semua anak disibukkan dengan lembar kerjanya masing-masing, lalu membereskan kembali semua perlengkapannya setelah selesai mengerjakan lembar kerja. Hal ini cukup mendukung dalam melatih kemandirian anak kami yang masih balita.
Di KUMON emang nggak ada gurunya?. Nggak ada ya, di KUMON adanya pembimbing (hehehe). Pembimbing disini tidak berperan sebagai guru yang mengajar di depan kelas, melainkan hanya memberi petunjuk, serta memastikan siswa dapat memahami cara belajar, sehingga mampu menyelesaikan masalahnya sendiri.
Selain self learning, aku juga suka dengan small step system yang mana siswa belajar disesuaikan dengan kemampuannya. Sebelum melakukan pendaftaran les di KUMON, akan dilakukan placement test terlebih dahulu untuk mengetahui kemampuan siswa sudah sejauh mana, sehingga siswa akan memulai belajar di KUMON secara bertahap. Hal ini yang membuat kekhawatiranku sebelumnya sirna.
Hasil placement test anak balitaku waktu itu menunjukkan bahwa dia harus memulai belajar bahasa inggris dari level awal, yaitu level 7A. Level awal ini tidak hanya berlaku untuk anak balita aja ya, melainkan anak SD, bahkan SMP atau SMA pun tidak menutup kemungkinan memulainya dari level 7A ini. Semuanya tergantung dari hasil placement test.
Jadi, jika ada diantara Diaris yang ingin mendaftarkan anak, saudara, teman, bahkan diri sendiri ke KUMON dengan tujuan untuk memahami pelajaran matematika atau bahasa inggris yang materinya terasa sulit dan sedang dibahas di sekolah. Misalnya, seorang siswa sedang kesulitan memahami materi bangun ruang di sekolah, lalu ingin les matematika di KUMON agar menguasai materi tersebut, kurasa hal ini kurang tepat karena KUMON menggunakan small step system yang mana pembelajaran disesuaikan dengan hasil placement test, kecuali jika hasil placement testnya memang mengimbangi. Kurasa sih gitu. Untuk lebih jelasnya bisa tanya-tanya langsung ke pihak KUMONnya ya.
KUMON Time
Oh iya, perihal PR yang semula nyaris menyeramkan dimataku, kini terjawab sudah. Memang benar setiap pulang les dari KUMON, anak balitaku selalu membawa PR yang jumlahnya berlembar-lembar. Jika hanya melihat sekilas, aku pun akan berkomentar 'ya ampun, banyak banget sih'. Namun, setelah kuperiksa ternyata isinya tidak semenyeramkan itu, dan tidak sebanyak yang dibanyangkan.
Siswa KUMON memiliki jadwa les dua hari dalam seminggu. Kertas yang berlembar-lembar tersebut adalah lembar kerja yang sama dengan lembar kerja yang dikerjakan di kelas untuk dikerjakan kembali di rumah.
Selain dua metode belajar yang telah dibahas dinatas, KUMON juga menerapkan sistem KUMON Time atau waktu belajar KUMON. Siswa dilatih untuk memiliki KUMON Time setiap hari selama di rumah dengan mengerjakan lembar kerja atau yang disebut PR. Memang berlembar-lembar dan terkesan menyeramkan (hihihi), jika dikerjakan semuanya dalam satu hari penuh. Namun, kertas berlembar-lembar itu sebenarnya bukan untuk dikerjakan disatu hari yang sama, melainkan dikerjakan per hari sesuai tanggal yang tertera di lembar kerja. Jadi, nggak menyeramkan kan?.
KUMON Time ini melatih siswa untuk tetap konsisten belajar setiap hari, baik saat di kelas KUMON, maupun saat di rumah. Aku suka sih dengan sistem ini. Memiliki rutinitas belajar setiap hari melatih kesadaran anak untuk tahu waktu belajarnya saat di rumah, sehingga lambat-laun dia terbiasa menyisihkan waktu untuk belajar setiap harinya. Hal ini juga bisa diterapkan untuk pelajaran di sekolah. Dengan menanamkan konsisten belajar seperti ini, diharapkan nggak ada lagi tuh yang namanya "sistem kebut semalam" (wkwkwk) karena sudah berlatih setiap hari.
Jadi, sebenarnya PR itu kan media untuk melatih diri agar tetap belajar saat di rumah, baik itu PR KUMON maupun PR dari sekolah. Tak perlu lama-lama, 30 menit sampai satu jam pun cukup kan ya. Aku juga pernah sekolah, PR itu memang tak jarang melelahkan. Sudah capek belajar di sekolah, eh di rumah juga harus mengerjakan hal yang sama.
Namun, tak ada ruginya mengerjakan PR di rumah sebagai media untuk melatih diri agar semakin pandai, sehingga mencapai keberhasilan. Bukankah kunci keberhasilan seorang atlet pun karena dia rajin berlatih?. Begitupun anak pintar dibentuk dari kebiasaanya belajat setiap hari. Itulah yang kubaca disalah satu halaman buku SPE KUMON, yaitu buku untuk mengetahui perkembangan siswa selama les di KUMON.
Anak Balita Belajar Apa Sih, Di KUMON?
Seperti yang sudah keceritakan di atas, hasil placement test anak balitaku saat mendaftar di KUMON menunjukkan bahwa dia akan memulai belajar dari level 7A, atau level paling awal untuk subjek bahasa inggris. Tak ada yang menyeramkan sih di level ini (hihihi).
Selama di level ini, anak balitaku fokus pada listening and repeat. Aku nggak tahu sih, kegiatan seperti apa persisnya yang dilakukan selama di kelas, tapi kegiatan belajar saat di rumah yaitu mendengarkan native audio yang bisa diputar melalui aplikasi My KUMON.
Melalui audio tersebut, anak balitaku mendengarkan lagu-lagu berbahasa inggris yang ringan, sesuai dengan tingkatan levelnya, serta mendengarkan ragam kosakata, kemudian mengucap ulang apa yang ia dengarkan dari audio tersebut sambil melihat gambar dan tulisannya di buku EFL dan lembar kerja. Dari aktivitas ini, siswa dilatih untuk melafalkan kosakata dengan baik, memahami makna kosakata dari gambar yang ada di buku EFL, serta mengetahui bagaimana penulisan dari apa yang didengarkannya.
Selain listen and repeat, anak balitaku juga belajar sebagaimana mestinya siswa pra sekolah, seperti cara memegang pensil, mulai dari mewarnai, menggambar, serta belajar menarik garis lurus. Kurang lebih seperti itulah kegiatan anak balitaku selama dua bulan berada di level 7A dengan bertumpuk-tumpuk kertas lembar kerja.
Masuk bulan ketiga, alhamdulillah anak balitaku sudah berhasil melewati level 7A dengan baik, dan kini lanjut ke level berikutnya, yaitu level 6A dengan materi belajar yang berbeda.
Sejauh ini, si anak balita selalu tampak enjoy selama mengerjakan lembar kerja KUMON di rumah, begitupun saat di kelas. Hal ini tampak dari begitu semangatnya dia setiap kali masuk kelas KUMON. Mungkin karena materi belajarnya menyenangkan ya, sesuai dengan usia dan kemampuannya.
Mungkin ada yang bertanya, setelah lulus level 7A anak balitaku sudah bisa apa nih?. Jika jawaban yang diharapkan adalah sudah lancar berbahasa inggris dan pintar berkomunikasi dalam bahasa inggris, tentu belum ya (wkwkwk). Semua sesuai dengan materi yang dipelajarinya setiap hari.
Di level 7A, anak balitaku lebih banyak belajar kosakata, berarti pencapaiannya meliputi hal tersebut, mulai dari menambah pembendaharaan kata, serta pengucapan dan pemahaman setiap kata tentunya.
Selain itu, anak balitaku pun sudah mulai bisa menulis nama sendiri di lembar kerjanya. Eits, jangan berpikir tulisannya rapi ya (hihihi).
Namun, hal yang paling aku sukai adalah anak balitaku kini punya kesadaran waktu belajar di rumah untuk mengerjakan PR KUMON. Seringkali dia memintaku untuk menemaninya belajar KUMON di rumah, tak perlu aku yang mengingatkan. Tugasku saat menemaninya belajar adalah sekadar memutarkan audio untuknya di aplikasi My KUMON via ponsel, dan membiarkannya belajar sendiri. Aku hanya membantunya sesekali ketika dia bertanya, selebihnya dia belajar sendiri.
Anak balitaku juga mulai terbiasa menyiapkan peralatan belajarnya sendiri, seperti tas, alat tulis, dan lembar kerja yang akan dibawa saat hendak berangkat ke KUMON. Jadi, saat jadwal kelas KUMON tiba, aku dan anak balitaku akan sibuk dengan kegiatan masing-masing. Aku menyiapkan tasku beserta perlengkapan yang akan dibawa, sedangkan si anak balita menyiapkan tasnya sendiri.
Ketika mengerjakan PR di rumah, anak balitaku menyiapkan lembar kerja sendiri hingga membereskan kembali setelahnya. Aku hanya cukup menemaninya aja, lalu memastikan perlengkapan belajarnya sudah rapi atau belum saat dia selesai mengerjakan PR, agar tak ada yang tertinggal.
Itulah sedikit cerita gambaran anak balitaku selama les di KUMON. Mohon maaf jika ada kesalahan informasi, aku hanya menyampaikan berdasarkan pengalaman pribadiku selama mendampingi anak balita les di KUMON. Mudah-mudahan bermanfaat ya. Terima kasih sudah membaca diaryku.
Komentar
Posting Komentar