Assalamu'alaikum Diaris.
Suatu pagi, seperti biasa aku buka ponsel. Niatnya sih mau buka youtube, mencari video murrotal untuk menemaniku beres-beres rumah, tapi aku malah fokus ke kalender yang terpampang di halaman utama ponselku. Hmmm... rasanya cepet banget tuh tanggal berganti.
1 November 2025. Asli sih nggak kerasa ya, waktu begitu cepat berlalu. Udah tanggal satu aja, itu berarti udah waktunya untuk bayar-bayar kewajiban rumah tangga, mulai dari listrik, air, internet, dan kewajiban-kewajiban lainnya. Duh, jadi berasa banget emak-emaknya.
Eh btw, mumpung aku nulis di tanggal 1 November 2025 (walaupun nggak tahu postingnya kapan), aku mau ucapkan "Happy Anniversary" untuk usia rumah tanggaku bersama suami yang kesekian tahun, sengaja nggak aku sebutkan di sini karena nggak penting juga kan untuk kalian (hihihi).
Dari pernikahan yang umurnya masih bisa dikatakan terbilang muda ini, alhamdulillah aku dan suami dianugerahi seorang anak yang sebentar lagi masuk usia sekolah. Masih nggak nyangka sih aku bisa berada di fase ini. Masya Alloh, semua atas kehendakNya.
Di fase ini, aku harus terbiasa mendengar kalimat "kapan mau nambah lagi?, "udah cocok punya adek nih..", kalimat-kalimat lanjutan dari "kapan nikah?", "udah isi belum?", wkwkwk. Kalimat-kalimat yang tak jarang merusak mental seseorang, tapi ya aku nggak bisa mencegah kalimat-kalimat tersebut untuk tidak keluar dari mulut-mulut mereka yang tak bertanggung jawab itu, tapi yang bisa aku lakukan adalah memfilter kalimat mana yang bisa kubiarkan mengendap di pikiranku. Biarlah kalimat-kalimat yang kuanggap toxic hanya mampir ditelingaku saja sebagai bentuk menghargai.
Lagi pula daripada sibuk memikirkan kalimat-kalimat nggak penting itu, lebih baik aku memikirkan masa depan anakku yang tahun depan sudah masuk usia sekolah. Bicara soal sekolah, sistem pendidikan zaman sekarang kok mengerikan ya (wkwkwk). Agak terkejut lihat pelajaran sekolah anak-anak zaman sekarang, khususnya pelajaran bahasa inggris anak SD.
Maaf nih ya, aku hanya membandingkan dengan pendidikan zamanku dulu. Waktu SD, aku dapat pelajaran bahasa inggris tuh di kelas 4, itu pun masih dasar banget. Tapi, lihat pelajaran bahasa inggris anak SD kelas 1 sekarang tuh, udah kayak pelajaran bahasa inggris anak SMP di zamanku.
Sejauh itu ya perbedaannya. Nggak apa-apa sih, jika anak-anak SD ini bisa mengikutinya, tapi kan jadi miris kalau lihat di berita bahwa begitu nggak sedikitnya siswa-siswa yang belum bisa baca, bahkan udah tingkat SMP pun masih belum bisa baca. Gimana ceritanya tuh anak bisa sampai ke SMP, jika baca pun belum bisa, apalagi dengan melihat pelajaran bahasa inggrisnya kayak gitu. Ngeriii kan?.
Terkadang aku sebagai orang tua merasa bingung. Langkah apa yang harus kupilih untuk anakku, supaya nanti bisa mengimbangi sistem pendidikan saat ini. Tahun depan, anakku sudah masuk usia sekolah (PAUD ya, bukan SD). Walaupun sebenarnya belum pas dari sisi usia, jika mengikuti tahun ajaran sekolah.
Aku dan suami mulai sibuk mencarikan sekolah TK yang menurut kami baik untuk anak kami nanti. Tak sedikit pula saran yang mampir ke telingaku tentang hal ini, bahkan ada juga yang menyarankanku untuk segera menyekolahkan anak kami sedini mungkin, hanya karena anak kami ini terdengar sudah lancar bicara dan cukup aktif. Biar belajar sosialisasi katanya, tidak di rumah terus. Hmmm.. baiklah, terima kasih sarannya.
Sebenarnya dalam hati kecilku ini, aku juga takut anakku nggak pandai bersosialisasi, mengingat dia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, bermain bersamaku dan suami. Walau terkadang aku juga mengajaknya main sepeda di luar rumah, bertemu dengan anak lainnya (anak tetangga dekat rumah aja). Yang kulihat sejauh ini, dia anaknya cukup friendly, siapapun bisa disapanya.
Lagi pula agak ngeri juga sih jika terlalu sering membiarkan anakku bebas main diluar rumah, mengingat anakku masih balita, masih harus berada dalam pantauan orang tuanya. Anak balita juga begitu mudah meniru tingkah laku orang lain. Apalagi jika diperhatikan di lingkungan tempat tinggalku, tak sedikit anak-anak bocil seusia anakku ini udah pada main ponsel, scroll-scroll tiktok atau semacamnya, belum lagi bahasanya saat bicara tuh udah kayak orang dewasa, segala anj*r anj*y tuh udah licin banget keluar dari mulutnya, ditambah lagi jajanannya es cekek warna-warni, bolak balik ke warung beli ciki.
Baca juga: CERITAKU MAIN JAILANGKUNG DI BELAKANG SEKOLAH
Okelah terserah jika ada yang komen kalau aku ini orang tua yang lebay, tapi ya inilah aku. Aku udah berjuang sejauh ini berusaha mengasuh anakku semampu yang kubisa, meski ya belum maksimal juga. Tentu aku nggak maulah semua yang telah kuusahakan, rusak begitu aja (wkwkwk). Biarlah nanti saat tiba waktunya, ketika fisik dan psikisnya sudah mantap, dia akan bergerak sendiri melihat dunia luar. Itu aja sih pikiranku (wkwkwk).
Intinya, aku tidak mengurung anak supaya main di dalam rumah, aku hanya membatasi pertemanannya saat di luar rumah dengan alasan karena dia masih balita. Kalau masalah interaksi sosial, aku tetap mengajarkannya dengan mengajaknya bermain bersama dengan anak tetangga dekat rumah, mengajaknya ke playground, atau playdate dengan anak dari teman-temanku. Nah sekarang, aku dan suami sedang berusaha mencari sekolah anak usia dini yang bisa menjadi wadah untuk tumbuh kembang anak kami.
Tiba-tiba Pengin Daftarkan Anak Ke KUMON
Jadi, suatu malam sepulang kerja, tiba-tiba suamiku menyampaikan keinginannya untuk memasukkan anak kami ke sebuah tempat les yang cukup familiar di telingaku, KUMON. Katanya sih karena tiap berangkat kerja selalu melihat tempat les KUMON, lalu terinspirasi untuk memasukkan anak kami ke sana sebelum mulai sekolah. Kebetulan di sana tersedia untuk program anak pra sekolah, mulai dari usia tiga tahun. Ya.. supaya ada kegiatan baru juga. Begitu katanya.
Sejak perbincangan malam itu, aku dan suami mulai mencari informasi lebih banyak tentang KUMON. Mulai dari melihat riview orang di medsos, serta menonton video-video di akun youtube KUMON Indonesia bersama-sama, termasuk anak kami pun diajak menonton videonya. Aku dan suami ingin tahu bagaimana sistem belajar di KUMON, serta apa saja yang dipelajari di sana.
KUMON menggunakan metode belajar mandiri, dimana para siswa yang belajar di KUMON ini akan mengerjakan sendiri latihan soal setiap hari, lalu diperiksa oleh pembimbing. Jika ada yang salah atau belum dimengerti, maka pembimbing akan mengajarinya sampai bisa. Kurang lebih gambarannya seperti itu.
Setelah kami rasa klik dengan tempat les ini, suamiku pun menghubungi admin KUMON yang berlokasi di Jl. Re. Abdullah, Jl. Aria Surialaga No.1, RT.002/RW.002, Pasir Jaya, Kec. Bogor Bar., Kota Bogor, Jawa Barat 16119, KUMON yang katanya sering dia lewati itu.
Berdasarkan hasil komunikasi dengan admin KUMON RE ABDULLAH via chat whatsapp itu, kami dapat informasi bahwa terdapat dua subjek atau mata pelajaran yang ada di KUMON RE ABDULLAH, yaitu Matematika dan Bahasa Inggris. Pengin deh pilih dua-duanya, tapi mengingat budget yang tersedia saat ini hanya untuk satu subjek aja, kami pun memilih satu subjek yaitu bahasa inggris.
Kenapa pilih bahasa inggris? Apakah biar anakku lancar ngomong bahasa inggris?. Aslinya nggak gitu, tapi kalau sampai ngomong bahasa inggrisnya cas-cis-cus sih, sebuah bonus ya buat aku dan suami sebagai orang tuanya.
Namun, alasan kami memilih subjek bahasa inggris karena setelah diamati, kami merasa bahwa anak kami memiliki minat dalam bahasa inggris. Tak perlu kuceritakan bagaimana cara mengamatinya ya, intinya anak kami yang masih balita ini, tampak begitu menyukai bahasa inggris. Selain itu, kami juga berharap nanti saat sekolah, anak kami bisa mengikuti sistem pendidikan zaman now yang menurutku cukup mengerikan itu (hihihi).
Setelah menentukan subjek, lanjut ke proses pendaftaran yang dilakukan secara online via aplikasi My Kumon yang bisa diunduh di playstore. Tapi, sebelum melakukan pendaftaran, kakak admin KUMON RE ABDULLAH menganjurkan untuk melakukan placement test terlebih dulu. Placement test atau tes penempatan adalah suatu proses untuk mengetahui kemampuan calon siswa berada di level mana.
Untuk placement test ini bisa dilakukan dihari kamis dan sabtu (kalau nggak salah), dan tanpa biaya alias free. Boleh nih. Berhubung suamiku libur kerjanya hari sabtu dan minggu, kami pun pilih hari sabtu untuk melakukan placement testnya.
Duh, aku dan suami udah semangat aja untuk ajak anak kami melakukan placement test di KUMON RE ABDULLAH, walaupun dagdigdug takut tuh bocilnya nggak mau. Tapi, jika diperhatikan gelagat tuh bocil selama nonton video di kanal youtubenya KUMON sih, kayaknya dia juga tertarik (hihihi). Apalagi saat dengar jingle KUMON, dia happy banget nyanyi lagunya.
Sebelum pergi ke KUMON dan melakukan placement test, aku dan suami udah sounding anak kami terlebih dahulu. Aku menjelaskan padanya tentang KUMON itu tempat apa, sambil aku kasih tontonan video anak-anak yang sedang belajar di KUMON. Aku juga bilang mau ajak dia belajar di KUMON. Jawaban tuh bocil sih iya, bahkan antusias banget. Aku nggak tahu apa yang dibayangkannya tentang KUMON, pastinya dia terlihat happy. Mudah-mudahan memang begitu ya.
Singkat cerita. Hari sabtu pun tiba. Bakda dzuhur, kami pun berangkat ke KUMON RE ABDULLAH. Sesampainya di sana, kami pun masuk dan langsung menuju meja resepsionis untuk menyampaikan maksud dan tujuan kami. Tak lama kemudian, kami dipersilakan masuk ke dalam ruang kelas dan bertemu dengan salah satu pembimbingnya.
Sebelum melakukan placement test, pembimbing bertanya terlebih dahulu tentang alasan kami ingin mendaftarkan anak kami ke KUMON. Nggak ada alasan yang berarti sih, selain kami hanya ingin memberikan suasana yang baru pada anak kami, supaya tidak bosan hanya main di rumah (hihihi). Selain itu, kami juga ingin mengajarkan kebiasaan belajar pada anak kami sedari kecil supaya nanti ketika sudah besar, dia sudah terbiasa untuk belajar. Bagaimanapun juga, menurutku hidup itu isinya hanya tentang belajar, belajar, dan belajar banyak hal kan?. Alasan lainnya adalah seperti yang telah kujelaskan di atas.
Kemudian pembimbing memberi penjelasan tentang seputar KUMON, khususnya untuk subjek bahasa inggris. Subjek bahasa inggris ini dibagi kedalam beberapa level. Untuk waktu belajarnya seminggu dua kali, setiap hari selasa dan jum'at dengan durasi satu jam per pertemuan. Untuk waktunya fleksibel, mulai dari jam 11 siang sampai jam 6 sore, boleh datang dijam berapa aja. Untuk anak pra sekolah sih disarankan datang dibawah jam 12 supaya lebih kondusif.
Seperti yang sudah kujelaskan di atas, KUMON menggunakan sistem belajar mandiri. Semua siswa KUMON, mulai dari tingkat pra sekolah hingga tingkat SMA, semuanya akan belajar dalam satu kelas yang sama. Wah, bisa kondusif tuh?. Bisa dong, setiap siswa memiliki jadwal dan waktu belajar masing-masing. Setiap siswa akan sibuk dengan lembar kerjanya masing-masing. Usai kelas, setiap siswa akan diberikan lembar kerja untuk bahan latihan selama di rumah sebagai upaya menerapkan konsistensi belajar.
Usai mendengarkan penjelasan pembimbing, placement test pun dimulai. Anak kami ditinggalkan di dalam kelas bersama pembimbing. Aku dan suami menunggu di ruang tunggu. Awalnya aku ragu, kupikir tuh bocil bakal nangis saat ditinggal di kelas tanpa emak-bapaknya, secara tiap hari kan kita bertiga terus. Eh ternyata dia bisa anteng bersama pembimbingnya.
Nggak sampai 30 menit, placement test pun selesai. Sebelum pulang, aku dan suami kembali berbincang dengan pembimbing untuk meriview hasilnya. Anak kami akan mulai les di level bawah, sesuai kemampuannya. Pembimbing menyampaikan pada kami bahwa anak kami memiliki ketertarikan dalam belajar, tidak begitu sulit mengarahkannya, katanya sih terlihat enjoy selama placement test. Wahhh... kabar baik nih, pikirku.
Ok, fix. Kami semakin mantap untuk mendaftarkan anak kami di KUMON, ditambah lagi saat kutanya anaknya, apakah happy atau nggak saat melakukan placement test tadi, jawabannya happy. Dia juga bilang mau les di KUMON. Duh, senangnyaaa.
Namun, kupikir jalan akan tampak mulus-mulus aja. Ternyata tidak begitu. Saat aku hendak melakukan pendaftaran di aplikasi My Kumon, tiba-tiba anak kami sakit demam, dan batuk pilek, dilanjut dengan aku yang terserang diare. Hal ini membuat pikiran anak kami berubah dengan cepat. Dia tak lagi tertarik untuk les di KUMON. Apalagi setelah tahu bahwa nanti saat les dimulai, dia hanya akan ditemani oleh aku aja, tidak dengan ayahnya. Ya kali, kan bapakmu kerja nak (huhuhu).
Butuh berhari-hari, kurang lebih sampai dua minggu lamanya untuk meyakinkan kembali anak kami agar mau les di KUMON, barulah aku mendaftarkannya via aplikasi My Kumon. Proses pendaftarannya cukup mudah, cukup mengisi data pribadi yang tertera di form pada aplikasi, lalu aku kembali menghubungi admin KUMON RE ABDULLAH untuk mengonfirmasi pendaftaran. Kemudian melakukan pembayaran, terdiri dari biaya pendaftaran sebesar Rp. 350.000,- dan SPP Rp. 525.000,- per bulannya untuk anak pra sekolah sampai SD, sedangkan tingkat SMP dan SMA itu dikenakan biaya SPP sebesar Rp. 575.000,- per bulan.
Setelah berhasil melakukan transaksi, status anak kami di aplikasi pun kini menjadi siswa aktif KUMON, dan siap masuk kelas pertama di hari jum'at. Kebetulan aku daftar hari rabu waktu itu.
Hari pertama masuk kelas KUMON pun tiba. Setelah melakukan berbagai bujuk rayu, dan memberi penjelasan panjang lebar, walaupun aku nggak yakin anakku akan mengerti apa yang aku katakan, anakku yang masih balita ini pun akhirnya bersedia pergi ke KUMON hanya diantar emaknya alias berdua aja, tanpa bapaknya yang lagi kerja.
Kami berangkat jam 11 siang. Sepanjang perjalanan, mulutku tak henti mengucap "Allahumma Yassir Wala Tu'assir", meminta dimudahkan oleh Allah SWT atas segala urusan. Sesampainya di TKP, alhamdulillah tak ada drama. Anakku mau masuk kelas sendiri. Dia mengikuti proses belajar sampai selesai dihari pertama les di KUMON RE ABDULLAH. Aku menunggu di ruang tunggu bersama orang tua lainnya, kebetulan siang itu cukup ramai, dan itu sangat membantu untuk mengenalkan situasi pada anakku bahwa yang sedang belajar itu bukan cuma dirinya aja, melainkan anak-anak lain juga.
Itulah cerita pengalamanku yang tiba-tiba mendaftarkan anak balita untuk ikut les di KUMON RE ABDULLAH. Alhamdulillah sekarang sudah berjalan satu bulan lamanya, dan anakku benar-benar menikmati proses belajar di KUMON. Dia selalu semangat saat pergi ke KUMON, dia juga semangat berlatih mengerjakan lembar kerja saat di rumah. Masya Allah.
Awalnya kupikir keputusan memasukkan anak les di KUMON akan membuatnya terbebani, mengingat usianya yang masih balita harus sudah belajar dengan serius. Namun, faktanya dia happy, ditambah lagi dengan materi belajarnya yang sesuai dengan usianya sehingga membuat si anak balita merasa senang mengerjakan lembar kerjanya, baik saat di kelas (aku tahu ini berdasarkan informasi dari pembimbingnya), maupun saat di rumah.
Terima kasih sudah membaca diaryku.

Komentar
Posting Komentar