Langsung ke konten utama

Pengalaman Pertama Cukur Rambut Anak Balita Di KiddyCuts Botani Square


Assalamu'alaikum Diaris.

Alhamdulillah, minggu lalu, aku dan suami berhasil mengajak anak balita kami untuk cukur rambut di salon setelah sekian lama selalu menolak. Waktu bayi, anak kami ini dianugerahi rambut yang bisa dibilang sangat tipis, bahkan nyaris tak berambut sehingga kami sebagai orang tua merasa tak tega untuk mencukur rambutnya waktu itu.

Sebenarnya waktu lahir banget sih ada rambutnya, bawaan dari dalam perut, tapi seiring berjalannya waktu rambut-rambut itu terlepas dengan sendirinya dan berganti dengan tumbuhnya rambut-rambut baru yang nyaris tak terlihat saking halusnya. Entahlah waktu itu, aku dan suami merasa tak tega untuk mencukur rambutnya yang sangat tipis itu.

Begitu pun usai acara aqiqah yang mana di rambut anakku terdapat bekas potongan yang tak merata meski tak begitu terlihat juga, dan hal ini tak membuat hati kami sebagai orang tua tergerak untuk mencukurnya hingga bersih. Jangan hujat aku ya Diaris (hehehe), saat itu aku hanya berpikir 'apanya yang mau dicukur?'.

Lama kelamaan rambut anakku ini mulai tumbuh secara perlahan. Saat usianya menginjak satu tahun lebih, barulah aku dan suami memutuskan untuk mencukur rambutnya pertama kali karena sudah tampak panjang, meski masih tipis sih. Saat itu, aku dan suami memutuskan untuk mencukur rambut si anak balita dengan model plontos berharap nanti rambut barunya akan tumbuh lebat.

Aku jadi ingat Bapakku pernah cerita bahwa waktu kecil rambutku juga tipis, nyaris botak. Berbeda dengan rambutku yang sekarang, tebal dan hitam. Katanya sih dulu Mama berikhtiar dengan rajin mencuci rambutku menggunakan tumbuhan urang-aring. Boleh nih dicoba untuk kalian yang ingin rambutnya tebal, bisa pakai urang-aring (hehehe).

Lanjut lagi ke cerita anakku yang akhirnya cukur rambut model plontos untuk pertama kalinya. Proses cukur rambut ini dilakukan oleh ayahnya. Aku dan suami memang belum kepikiran untuk mengajak si anak balita cukur rambut di salon, kami takut dia akan menolak, lalu menangis dan menjerit di tempat umum. Ditambah lagi waktu itu kami memang belum pernah mengajak si anak balita ini pergi ke tempat umum selain Posyandu, Rumah Sakit (untuk imunisasai), Baby Spa, dan jalan-jalan sekitar rumah.

Anggaplah sebagai perkenalan dulu dengan pisau cukur, gaya rambutnya juga plontos ini kan, ayahnya juga bisa (hehehe). Alhamdulillah, proses cukur rambut pertama kalinya ini berhasil dilakukan tanpa drama. Si anak balita bisa diarahkan.

Melihat respon si anak balita yang anteng saat dicukur rambut pertama kali waktu itu, kukira ini sinyal baik untuk mengajaknya cukur rambut di salon dikemudian hari. Namun, dugaanku salah. Untuk cukur rambut berikutnya, dia menolak. Bahkan sampai nangis histeris. Entahlah apa yang dia takuti dengan proses cukur rambut ini.

Gagal sudah rencana mengajaknya cukur rambut di salon. Aku dan suami mengurungkan niat itu, daripada nanti nangis histeris di tempat cukur rambut dan menjadi pusat perhatian orang lain. Baiklah, untuk sementara waktu masih dicukur gaya plontos lagi oleh ayahnya. Itu pun penuh drama penolakan.

Seringnya dicukur dengan gaya plontos membuat rambut si anak balita tumbuh lebat dan agak kasar gitu ya. Entah karena jenis rambut aslinya begitu, atau memang keseringan dicukur plontos. Aku dan suami memutuskan untuk tidak lagi mencukur rambutnya sampai habis. Lagipula si anak balita sudah tumbuh beranjak menjadi anak-anak, rasanya tak cocok jika rambutnya plontos terus.

Sebagai orang tua, kami mulai memikirkan cara untuk mengajaknya cukur rambut di salon dengan gaya rambut yang lebih baik. Berkali-kali kami coba mengajak si anak balita ini dengan cara yang halus, tetapi dia tetap menolak. Pernah juga kami berikan tontonan video cukur rambut anak-anak, tetap saja tak berhasil. Masih menolak dengan keras.

Aku dan suami berpikir, 'masak iya sih kalah sama bocil?'. Jika si anak balita tetap nggak mau cukur rambut, kami sebagai orang tua terpaksa untuk memaksanya. Biarlah dia nangis histeris juga. Nggak apa-apa, sesekali jadi pusat perhatian orang. Walaupun agak ngeri juga sih, mengingat sekarang ini tengah menjamurnya kontener (para pembuat konten video). Apalagi beberapa hari yang lalu, aku melihat video di media sosial tentang seseorang yang merasa terganggu dengan suara tangisan anak kecil di dalam KRL. Dalam video yang berlatar suara tangisan anak kecil itu, seorang kontener ini meluapkan kekesalannya karena dirinya sedang merasa capek baru saja pulang kerja malah disuguhi suara tangisan anak kecil.

Bukannya aku kepedean bakal dijadikan bahan konten, tapi melihat fenomena masa kini, tak sedikit para kontener yang random asal comot situasi untuk dijadikan konten video, ngeri juga kan. Dari sini juga aku jadi semakin sadar bahwa tidak semua orang bisa memaklumi keberadaan anak kecil, apalagi yang katanya 'woman support woman', kurasa itu tuh nggak ada. Aku jadi ingat kejadian beberapa tahun lalu, dimana tetanggaku marah-marah karena mendengar suara tangisan anakku waktu itu yang kebetulan sedang dicukur rambut oleh ayahnya. Dan ternyata tetanggaku yang juga seorang ibu dua anak ini, bilang padaku bahwa dia memang tak suka dan tak tahan bila mendengar suara tangisan anak kecil sejak dulu.

Oke fix. Dari sini aku belajar untuk tidak mengharapkan maklum dari orang lain, aku pun lebih belajar lagi menerima risiko atas setiap keputusan yang aku ambil. Salah satunya keputusan mengajak anak balitaku untuk cukur rambut di salon. Biarlah, seandainya dia nangis histeris nantinya. Namun, untuk mengantisipasi tersebut, aku dan suami memilihkan salon khusus untuk anak-anak. Kebetulan di dekat tempat tinggal kami, hanya ada satu salon anak-anak yang menurut kami 'oke' yaitu Kiddycuts yang berlokasi di Botani Square.

Mengajak Anak Balita ke Kiddycuts Botani Square


Awalnya, aku dan suami mengajak si anak balita untuk pergi ke toko buku karena akhir-akhir ini dia sedang semangat-semangatnya belajar corat-coret. Kami ingin membelikannya buku untuk kegiatan corat-coretnya. Si anak balita tentulah bersenang hati mendengarnya. Sebelum berangkat, kami melakukan perjanjian dulu bahwa sebelum ke toko buku, dia harus cukur rambut dulu. Tentu saja si anak balita menolak. Seperti biasa, dia teriak sambil berkata 'tidaaaakk' (btw jadi ingat jargon salah satu parpol anti korupsi, hehehe).

Setelah melakukan negosiasi dengan segala bujuk rayu, akhirnya si anak balita ini berkata 'iya'. Meski sebenarnya aku sangsi, apakah kata 'iya' yang dimaksud itu benar setuju atau bukan.

Okelah. Sabtu itu, sekitar jam 10 pagi, aku, suami dan anak balita kami berangkat ke Botani Square. Jalanan cukup ramai. Namanya juga weekend kan ya. Sesampainya di TKP, kami langsung menuju lantai dimana toko buku berada. Namun, sebelum masuk ke toko buku, aku dan suami mengajak si anak balita ke Kiddycuts terlebih dahulu, sesuai perjanjian. Kebetulan lokasi Kiddycuts berdekatan dengan toko buku.

Aku melihat raut muka si anak balita mulai gugup. Ekspresinya terlihat panik. Si anak balita digendong ayahnya memasuki Kiddycuts, takut kabur (hehehe), tapi nggak sih. Ketika kami masuk ke Kiddycuts, ternyata ruangannya tak begitu luas. Di sebelah kanan dekat pintu masuk terdapat meja kasir sekaligus tempat pendaftaran. Meja kasirnya cukup unik, menyerupai kapal bajak laut. Di sana telah duduk mbak kasir. Dia memberitahukan kepada kami bahwa masih waiting list. Ya, siang itu ada satu anak laki-laki yang sedang proses cukur rambut, dan ada satu lagi yang sedang menunggu giliran.

Baiklah, kami pun bersedia masuk antrian. Awalnya, kami mengajak si anak balita untuk pergi ke toko buku saja sembari menunggu giliran, tapi si anak balita ini menolak. Dengan wajah paniknya dia meminta untuk menunggu saja di Kiddycuts. Kami pun mengiyakan. Nggak apa-apa sih, biar dia juga melihat bagaimana proses cukur rambut itu.

Sambil menunggu giliran, aku pun memerhatikan ruangan Kiddycuts. Di sana memang didesain seramah anak mungkin, namanya juga tempat cukur anak-anak. Setiap dindingnya dihiasi dengan gambar-gambar lucu, ada gambar hewan, ada juga gambar-gambar karakter bajak laut. Di sebelah kanan tempat kasir terdapat sofa panjang, tempat duduk customer saat menunggu giliran. Di sebelah kiri pintu masuk juga ada tempat duduk yang sama, tempat customer menunggu antrean.

Dibagian tengah, tepatnya di depan tempat menunggu itu, berjejer kursi lucu-lucu berwujud alat transportasi warna-warni, mobil-mobilan anak-anak, lengkap dengan cermin berbentuk bulat di depannya. Tak lupa pula dilengkapi dengan satu set monitor beserta keyboard dan mousenya, sebagai pelengkap untuk memanjakan anak-anak yang tengah cukur rambut, biar bisa sambil menonton kartun kesukaannya.




Di pojok kanan terdapat satu area untuk cuci rambut. Bentuknya sih sama ya seperti tempat cuci rambut di salon-salon pada umumnya. Overall, its full colour. Oh iya, aku nggak begitu banyak mengambil gambar di sana karena memang niatku bukan untuk meriview Kiddycuts (hehehe). Gambar yang kuambil hanya alakadarnya aja.

Setelah menunggu kurang lebih satu jam, akhirnya tibalah giliran si anak balita yang dicukur rambut. Salah satu pegawainya mempersilakan si anak balita untuk duduk di salah satu kursi. Oh iya, pegawainya ada tiga orang, dua laki-laki dan satu perempuan. Satu orang pegawai laki-laki bertugas mencukur rambut, satunya lagi kurasa sebagai asistennya, pun dengan yang perempuan bertugas sebagai asistennya bilamana sedang memotong rambut anak perempuan, dan dia juga merangkap sebagai kasir.

Anakku memilih duduk di kursi yang berwujud mobil monster. Aku deg-degan aja takut dia menolak, memberontak, atau malah nangis histeris. Masih dengan wajah panik, si anak balita duduk di atas mobil monster pilihannya. Si Mas asisten siap menyetel youtube di layar monitor yang tersedia. "Mau nonton apa?" begitu katanya. Berhubung balitaku ini lagi doyan-doyannya nonton bendera negara-negara di dunia, dia pun memilih itu dan menontonnya.

Mas kang cukur mulai memasangkan kain penutup di badan si anak balita dan bertanya "mau gaya rambut apa?", suamiku hanya minta untuk pontong pendek dan rapi aja, bingung juga gaya apa, rambutnya pun tak begitu banyak seperti orang dewasa.

Emang butuh effort ya mencukur anak balita dengan ragam karakter. Sesekali Mas kang cukur mengajak balitaku mengobrol selama proses cukur rambut. Aku dan suami menunggu di sofa yang telah disediakan, sambil sesekali mengawasi si anal balita yang sedang cukur rambut. Takutnya tiba-tiba dia loncat dari tempat duduknya (hehehe).




Siang itu, suasana Kiddycuts cukup ramai, tak sedikit costumer berdatangan dan mengisi daftar waiting list. Aku nggak menghitung berapa lama proses cukur rambut. Nggak sampai satu jam, balitaku sudah selesai cukur rambut. Mas asisten membersihkan serpihan rambut sisa potongan yang menempel di wajah dan area leher balitaku. Mas asisten juga menawarkan untuk keramas untuk membersihkan sisa rambut lebih maksimal, tapi balitaku lebih antusias untuk segera keluar dari Kiddycuts. Baiklah, kami turuti saja. Sing penting rambutnya sudah rapi.

Setelah mengucapkan terima kasih, aku dan balitaku menunggu di luar. Sedangkan suamiku membayar di kasir. Untuk harganya Rp. 135.000,-, mahal nggak menurut Diaris?. Jika dibandingkan di tempat pangkas rambut sih ya pasti berbeda jauh ya, tapi jika dilihat dari pelayanannya, khususnya terhadap anak-anak kecil dengan berbagai karakter, ditambah lagi tempatnya yang unik dan hasilnya juga rapi, menurutku worth it ya. Oh iya, Mbak kasir juga memberi souvenir berupa stiker lucu.

Setelah selesai menemani balitaku cukur rambut, waktunya menjalankan agenda selanjutnya yaitu pergi ke toko buku. Sebenarnya si anak balita sudah ngintip-ngintip toko mainan yang ada di samping Kiddycuts, tapi kami hiraukan karena hari itu tak ada acara beli mainan (hehehe). Selesai membeli buku, kami pun pergi foodcourt untuk mengisi perut sebelum pulang ke rumah, kebetulan sudah waktunya makan siang.

Itulah Diaris pengalaman pertama mengajak anak balita cukur rambut di Kiddycuts Botani Square. Ternyata tak sehoror yang dibayangkan, malah dia berjanji untuk mencukur rambut lagi jika nanti rambutnya panjang kembali. Saking asyiknya cukur rambut di Kiddycuts. Terima kasih sudah membaca diaryku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN PERTAMA KALI IKUT SELEKSI CPNS KEMENTERIAN KEUANGAN

  Assalamu'alaykum Diaris Beberapa minggu yang lalu aku mendapat informasi pembukaan pendaftaran CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) dari sebuah grup whatsapp. Aku coba iseng buka tautannya, lalu membaca beberapa persyaratan umum yang tertera di sana. Ternyata batas usia untuk CPNS tahun ini sampai 35 tahun. Lumayan juga ya nggak seperti terakhir kali aku ikut pendaftaran CPNS yang mana batas usianya rata-rata sampai 25 tahun aja. Aku ingat waktu itu tinggal hitungan hari usiaku sudah masuk 25 tahun. Cukup ketar-ketir. Sudah tiga kali aku ikut mendaftar CPNS. Kalau nggak salah sih dari tahun 2017, 2018, dan 2019. Wah ternyata tiap tahun ada pembukaan CPNS ya. Menjadi PNS merupakan salah satu hal yang diinginkan oleh kedua orang tuaku karena menurut mereka PNS adalah jenjang karir yang bisa dikatakan aman mengingat adanya uang pensiun saat purna bakti. Seperti Bapakku mantan pegawai BUMN yang sampai saat ini sudah dalam masa purna bakti, tapi masih mendapatkan uang pensiun yang alhamd...

Pengalaman lahiran normal anak pertama di Rumah Sakit

  Assa lamu’alaikum… Dear diary. Kali ini aku hanya ingin berbagi cerita tentang pengalaman melahirkan anak pertama di rumah sakit dengan harapan ada manfaat yang bisa diambil dari pengalaman pertamaku ini. Kenapa Rumah Sakit? Sebelum memilih rumah sakit, aku mengunjungi bidan terlebih dahulu untuk memastikan di dalam rahimku ada calon bayi setelah kuyakin dengan benar test pack  yang kupakai bergaris dua, tapi di sana aku tidak mendapatkan apa-apa selain hasil tensi darah bahkan bu bidan tak menyentuh perutku sama sekali karena alasan usia kandunganku terbilang masih sangat muda, “belum kepegang” begitu katanya. Dia juga bilang bisa saja aku menstruasi lagi dan menyarankan untuk berkunjung lagi bulan depan. Kondisiku makin hari makin nggak karuan. Aku mulai merasakan pusing, mual, muntah hingga badan terasa lemas. Tak tahan rasanya jika harus menunggu hingga bulan depan. Kuputuskan untuk periksa ke dokter saja sekalian USG dan siapa tahu dikasih vitamin atau obat pereda rasa ...

Muntah darah saat hamil trimester pertama, mungkin ini penyebabnya...

Assalamu’alaikum…. Muntah darah. Kok ngeri ya judulnya berdarah-darah. Jadi, ini adalah pengalaman pertamaku menjalani kehamilan. Seperti wanita-wanita hamil pada umumnya yang mengalami morning sickness yaitu suatu kondisi dimana wanita hamil merasa mual dan muntah pada trimester pertama. Memang tidak semua wanita hamil mengalaminya, tapi morning sickness wajar dirasakan oleh wanita hamil karena adanya peningkatan hormon beta HCG . Berdasarkan informasi yang didapat dari Halodoc.com, kondisi tersebut dikatakan normal dan pertanda baik karena mengindikasikan adanya plasenta yang tumbuh dengan baik dan normal.  Meski begitu, morning sickness bisa saja mengganggu aktivitas sehari-hari bahkan dapat membahayakan jika mual dan muntah dirasa berlebihan, seperti yang pernah kualami di trimester pertama. Jika dilihat dari kalimatnya, morning sickness harusnya terjadi pada pagi hari. Namun, kenyataannya dapat dirasakan dalam beragam waktu, entah itu pagi, siang, sore atau malam. Aku...