Assalamu'alaykum Diaris.
Aku lupa hari itu hari Sabtu atau Minggu yang pasti sih weekend. A Iduy mengajak aku bertemu dengan orang tuanya untuk melanjutkan skenario cerita kami. Aku memilih untuk melakukan perjalanan pulang-pergi. Awalnya agak ragu dengan ideku ini mengingat A Iduy punya rutinitas pulang dan menginap di rumahnya setiap weekend. Namun, ternyata dia menyetujui ideku ini. Lagi pula seandainya dia menginap di rumahnya, nasibku bagaimana? (Drama banget).
Sebenarnya rumah orang tua A Iduy ini masih satu kecamatan dengan rumah nenekku, aku bisa aja bermalam di rumah nenekku hari itu, tapi entah kenapa aku enggan melakukannya. Jujur, ada sedikit rasa sungkan dalam diri ini, rasanya takut merepotkan padahal aku pernah tinggal di sana selama tiga tahun. Nenek dan kakekku selalu memperlakukan aku dengan baik. Apa mungkin karena dari kecil aku nggak begitu dekat dengan nenek atau kakekku karena kami memang jarang sekali bertemu waktu itu sehingga membuat sosok mereka terasa asing untukku.
Okelah, kembali ke laptop!. Jadi, hari itu aku dan A Iduy melakukan perjalanan pulang pergi, lagi pula dekat kok yah bisa ditempung 1,5 hingga 2 jam kalau nggak macet, hehe. Kereta api menjadi transportasi pilihan kami hari itu. Aku yang suka sekali naik kereta api ini cukup bersemangat hari itu, sebelum akhirnya A Iduy memberi kabar bahwa dia kesiangan. Kesal sih karena gagal naik kereta pagi itu, tapi mau gimana lagi.
Akhirnya kami putuskan untuk naik bis saja. Hmmm.. udah kebayang deh capeknya. Aku juga nggak ngerti kenapa kalau naik Bis itu kerasa banget capeknya dibanding naik kereta api padahal sama-sama hanya duduk, pakai AC pula.
Sekitar jam 9 pagi kami sudah berada di terminal Baranangsiang Bogor. Di pintu keluar terminal sudah tampak Bis yang hendak berangkat. Kami naik ke Bis tersebut. Bisnya sudah penuh, hanya tersisa dua tempat di kursi paling belakang. Duh males banget. Bukannya sok princess ya, tapi aku tuh suka ngantukan kalau di Bis. Selain akan menyulitkan bilamana sang kantuk ini datang, duduk di kursi paling belakang rame-rame seperti itu apalagi mayoritas pria membuatku yang perempuan sedikit was-was, hehe. Ingin rasanya ganti bis, tapi itu bisa memakan waktu lagi dan membuat kami semakin terlambat tiba di TKP.
Baca juga: KRITERIA DASAR MEMILIH PASANGAN HIDUP
Singkat cerita. Aku pun mencoba menikmati perjalanan menuju rumah A Iduy dengan berusaha menjaga mata agar tak mengantuk. Bakda Dzuhur kami pun tiba di rumah A Iduy. Agak sedikit deg-degan sih karena ini pertama kalinya aku berkunjung ke rumah seorang teman laki-laki dengan tujuan untuk berkenalan dengan orang tuanya.
Aku disambut baik dan ramah oleh Mamanya A Iduy. Seperti tamu pada umumnya, aku duduk di sofa ruang tamu. Sebagai muslimah yag baik, aku juga izin untuk ikut melaksanan shalat Dzuhur terlebih dahulu. Eh bukan pencitraan ya, wakakak. Selesai shalat aku kembali ke ruang tamu, lalu A Iduy mengajakku makan siang. Mamanya A Iduy berada di ruang lain sedang menonton TV bersama keponakannya. Di rumah A Iduy cukup sepi siang itu hanya ada Mamanya dan keponakannya yang masih kecil. Katanya sih Bapaknya sedang bekerja, sedangkan Kakaknya sedang pergi bersama suaminya.
Usai makan kami mengobrol santai sebentar, yang ngobrol hanya aku dan A iduy, Mamanya A Iduy masih anteng menonton TV sampai akhirnya kami pun harus segera beranjak menuju stasiun, takut ketinggalan kereta lagi. Duh lelah hayati kalau pulang-pergi naik Bis (rawan kena macet kan ya..). Setelah berpamitan kami pun pergi lagi untuk kembali ke kota masing-masing, hehehe. Hari itu benar-benar cuma numpang makan siang doang di rumah A Iduy.
Kupikir Mamanya A Iduy akan ikutan mengobrol sambil menghujaniku dengan beberapa pertanyaan seperti yang dilakukan oleh calon mertua pada calon menantunya yang biasa kulihat di FTV (Duh masih zaman ya nonton FTB, wakakak), ternyata tidak. Beliau lebih banyak senyum-senyum aja dan bicara alakadarnya. Sempat berpikir bahwa mungkin aku bukan calon menantu yang beliau harapkan, tapi A Iduy keburu bilang bahwa Mamanya sudah merasa cukup tahu tentangku dari apa yang telah diceritakannya. Beliau hanya akan mendukung dan memberi nasihat atas apa yang telah menjadi pilihan anaknya, begitu katanya.
Sebenarnya aku berkunjung ke rumah A Iduy tidak hanya hari itu saja, melainkan saat moment kakaknya lahiran pun aku berkunjung ke sana dengan niat menengok bayi. Dimoment itu aku mulai sedikit berbincang ringan dengan Mamanya A Iduy dan juga dengan kakaknya yang ternyata adalah teman SMA kakakku juga. Ya ampun, selucu ini skenarioNya sampai akhirnya keyakinan A iduy sebagai jodohku mulai bertambah. Bukan karena kakak kami berteman, melainkan karena semua jalan cerita yang perlahan-lahan kami lalui selalu Alloh Swt. mudahkan sesuai dengan apa yang aku utarakan dalam do'aku, yakni "Jika dia memang jodohku, maka mudahkanlah setiap prosesnya."
Hari merangkak perlahan, A Iduy pun mengutarakan niatnya ingin datang ke rumah untuk melamarku secara resmi, mempertemukan kedua orang tua kami. Aku senang mendengarnya, meski masih ada sedikit ragu dalam hati. Ketakutan dalam memilih jodoh masih menggelayut dalam pikiran, tapi aku tetap yakin bahwa Alloh Swt. akan memudahkan setiap prosesnya jika A Iduy memang jodohku.
Masuk tahun 2020 seluruh dunia dilanda pandemi covid 19. Pemerintah memberlakukan pembatasan aktivitas sosial demi mencegah penyebaran virus covid 19. Hal ini membuat aku dan A Iduy agak sedikit kesulitan dan ragu dalam merancang acara lamaran. Acara lamaran tersebut rencananya akan dilangsungkan setelah lebaran Idul Fitri mengingat aku dan A Iduy masih berada dalam masa cuti bersama Idul Fitri. Awalnya acara lamaran ini akan dilaksanakan di rumah nenekku supaya tidak begitu jauh dari rumah A Iduy. Namun, tiba-tiba saja orang tuaku mengusulkan agar acaranya dilangsungkan di rumah mereka yang lokasinya ada diujung dunia (lebay sih). Niatnya sih supaya keluarga A Iduy tahu dimana tempat tinggal kami yang sesungguhnya dan nggak kaget saat acara pernikahan nanti. Hehehe.
Lokasi tempat tinggal orang tuaku berada di sebelah selatan Sukabumi, dimana tuh?. Tahu pantai Pelabuhan Ratu?. Nah, kurang lebih 1,5 jam lagi dari sana menuju ke rumah orang tuaku. Dikarenakan melewati area tempat wisata, aku jadi ragu apakah acara lamaran ini bisa dilaksanakan atau nanti ditengah jalan keluarga A Iduy malah disuruh pulang lagi sama pak polisi yang tengah beroperasi dalam agenda pembatasan aktivitas sosial.
Namun, alhamdulillaah atas izin Alloh Swt. aku dan A Iduy bisa melewati langkah selanjutnya. Kami melakukan prosesi lamaran H+1 lebaran Idul Fitri tanpa ada hambatan hanya ada sedikit omelan dari Mama karena menurutnya aku memberitahunya terlalu mendadak. Katanya Mama belum belanja, belum ada persiapan, hehehe. Padahal aku sudah bilang bahwa acara lamaran akan dilaksanakan setelah lebaran Idul Fitri hanya saja memang harinya belum tahu. Tapi, terima kasih ya untuk Mamaku yang selalu mau direpotkan. Jadi kangen Mama deh.
Acara lamaran kami dilaksanakan sangat sederhana dan cukup singkat. Hanya dihadiri oleh keluarga inti dari kami masing-masing. Untuk acara lamarannya sendiri sudah aku tulis di diary “Alloh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”. Semoga menghibur. Terima kasih sudah membaca diaryku.
Komentar
Posting Komentar