Langsung ke konten utama

KRITERIA DASAR MEMILIH PASANGAN HIDUP

 



Assalamu'alaykum Diaris.


Setelah berkali-kali diajak menikah oleh A Iduy, akhirnya ditahun 2019 itu, tepatnya bakda maghrib di tengah mengikuti sebuah kajian aku mengiyakan ajakannya. Saat itu aku belum begitu yakin dengan keputusan ini, tapi aku  berpikir bahwa kemungkinan ini adalah jawaban atas do'a-do'a yang kupanjatkan selama menunaikan shalat istikhoroh. Tak ada salahnya aku mengikuti alur cerita ini.

Sejak itu A Iduy memang sudah tak lagi mengajakku menikah, tapi ia jadi sedikit  bawel menanyakan padaku kapan ia bisa bertemu dengan kedua orang tuaku. Pertanyaan yang kadang membuatku kesal karena aku sendiri masih butuh waktu untuk membicarakan hal ini dengan kedua orang tuaku mengingat aku sama sekali belum pernah mengenalkan teman laki-laki pada mereka.

Mungkin bagi sebagian orang hal ini dianggap terlalu lebay, tapi bagiku yang sejak usia remaja selalu diperingatkan untuk jangan pacaran oleh kedua orang tuaku, rasanya seperti ada ketakutan untuk mengenalkan seorang laki-laki pada kedua orang tuaku padahal usiaku sudah cukup dewasa untuk hal ini. Ditambah lagi aku memang tak begitu terbuka dengan kedua orang tuaku. Asli. Bingung banget memulai percakapan untuk membahas hal ini dengan kedua orang tuaku.

Rumah orang tuaku yang berada diujung dunia (ini sih lebay, hehehe) pun menjadi salah satu kendala karena transportasi umum untuk ke daerah sana bisa dikatakan minim, ditambah lagi aku dan A Iduy belum memiliki kendaraan pribadi. Jadi, untuk pergi ke rumah orang tuaku butuh perencanaan, hihihi.

Dan lagi aku hanya berserah kepada Alloh Swt. memohon yang terbaik, jika memang A Iduy jodohku maka mudahkanlah setiap prosesnya. Biarkanlah Alloh Swt. yang merancang skenario terbaikNya. Hingga suatu hari, aku lupa itu hari dan moment apa, yang pasti kedua orang tuaku berkunjung ke rumah kakakku yang juga masih berada di daerah Bogor. Seperti biasa mereka merindukan cucu pertamanya. Setiap pergi ke Bogor, biasanya kedua orang tuaku akan mampir terlebih dahulu ke rumah orang tua Bapak yang lokasinya masih di Sukabumi, satu kecamatan dengan rumah orang tua A Iduy. Baik saat berangkat maupun sepulang dari Bogor. Kupikir ini adalah moment yang tepat untuk mempertemukan A Iduy dengan orang tuaku. Tapi bukan saat orang tuaku berada di Bogor melainkan nanti saat mereka berada di rumah nenekku sepulang dari Bogor.

Aku menunggu moment itu dengan sabar karena seperti biasa kedua orang tuaku akan menghabiskan waktu berbulan-bulan bersama cucu pertamanya ini. Paling sebentar sebulan, paling lama bisa dua, tiga, bahkan empat bulan.

Setelah berbulan-bulan lamanya, tibalah moment itu. Aku mendapat kabar bahwa orang tuaku akan pulang ke Sukabumi dan tentunya akan mampir terlebih dahulu ke rumah nenekku. Saat itulah aku mulai cerita pada orang tua tentang sosok A Iduy ini. Aku menceritakan A Iduy dengan apa adanya, tak kurang dan tak lebih. Aku tak ingin kedua orang tuaku terlalu berekspektasi lebih pada sosok A Iduy ini. Bahkan saat orang tuaku bertanya apa pekerjaannya? (Pertanyaan yang umum para orang tua saat proses seleksi calon mantu), aku hanya menjawab bahwa A Iduy suka perbaiki komputer. Mungkin bayangan kedua orang tuaku adalah sebagai penyedia jasa service elektronik. Aku memang kurang paham menjelaskan seperti apa profesinya, biarkan mereka bertanya pada orang yang bersangkutan secara langsung saat bertemu nanti.

Dihari Sabtu itu aku memutuskan untuk pulang ke Sukabumi bersama A Iduy. Kami berangkat agak siang menggunakan transportasi kereta api Bogor-Sukabumi, transportasi favoritku, hihihi. Aku memang suka sekali naik kereta, nyaman aja gitu rasanya. Awalnya kami niat berangkat pagi, tapi karena kehabisan tiket kereta pagi itu, akhirnya kami pilih jam dan kursi sisa yang tersedia. Tempat duduk kami pun berbeda.

Singkat cerita, kami pun tiba di stasiun Cibadak lalu melanjutkan perjalanan menggunakan angkot. Aku lupa persisnya jam berapa, yang pasti tiba di rumah nenekku sore hari menjelang shalat ashar. Suasana hatiku saat itu benar-benar nggak karuan karena memang itu kali pertamanya aku membawa seorang teman laki-laki untuk dikenalkan pada kedua orang tuaku.


Seperti biasa aku masuk ke rumah dan langsung mencari kedua orang tuaku. Mama dan Bapak menyambut baik A Iduy. Aku meninggalkan A Iduy bersama kedua orang tuaku di ruang tamu, biarkan mereka mengobrol dengan leluasa, hehehe. Aku diam di kamar sambil menunggu adzan, lalu melaksanakan shalat Ashar. Aku nggak tahu seperti apa obrolan mereka karena hanya terdengar samar-samar.

Kemudian Mama memanggilku dan memintaku untuk mengajak A Iduy makan sore, ternyata Mama sudah masak. Sebelum makan, A Iduy izin untuk shalat Ashar. Setelah itu barulah kami makan bersama sore itu. Usai makan, kami kembali ke ruang tamu dan bercakap-cakap sebentar sebelum akhirnya A Iduy pulang ke rumah orang tuanya.

Kriteria Dasar Memilih Pasangan Hidup


Setelah pertemuan itu aku tak minta jawaban atau tanggapan apa pun dari kedua orang tuaku. Tapi Bapakku berkomentar yang intinya beliau merasa bahwa A Iduy ini sosok yang baik. Mamah juga setuju jika aku menikah dengannya. Aku sempat tak yakin dengan pendapat kedua orang tuaku mengingat mereka baru pertama kali bertemu dengan A Iduy. Tapi ya semuanya mereka kembalikan padaku yang dianggap lebih mengenal sosok A Iduy ini. Orang tuaku lebih memberikan nasihat-nasihat atas apa dan siapa yang akan menjadi pilihanku kelak.

Kalau sudah begini aku hanya bisa kembali berserah, menyerahkan semua urusan kepada Alloh Swt. Aku pernah mendengar disebuah kajian bahwa setiap hamba boleh dan berhak berdo'a memohon dan meminta apa pun kepada Alloh Swt. termasuk meminta jodoh yang baik. Tak muluk-muluk, spesifikasi jodoh yang kuharapkan adalah minimal seperti Bapakku karena aku nggak punya role model laki-laki yang baik selain Bapakku.

Bagiku memilih pasangan hidup itu nggak mudah. Cukup rumit karena ini menyangkut ibadah seumur hidup. Aku akan hidup berdampingan dengannya disisa umurku yang entah berapa lama lagi. Setidaknya aku harus mencari pasangan hidup yang memang aku butuhkan, yang bisa membuatku nyaman senyaman saat aku berada didekat Bapakku, hehehe.

Adapun beberapa kriteria dasar yang menjadi acuan dalam memilih pasangan hidup versi aku diantaranya sebagai berikut:

  1. Seiman dan seagama

Berhubung agamaku islam, maka tentulah aku pun memilih laki-laki muslim sebagai pasangan hidup. Aku menilai seorang laki-laki itu muslim atau bukan dengan melihat aktivitas shalatnya. Selama dia masih melaksanakan shalat, apalagi di tengah kesibukannya berarti dia seorang muslim, hehehe.

Memang benar orang yang rajin shalat belum tentu baik ahlaknya, tapi aku meyakini bahwa mereka yang melakukan shalat masih memiliki rasa takut pada Alloh Swt. karena di zaman sekarang ini tak sedikit pula orang islam yang hanya menganggap dosa kalau dia makan babi.

Aku juga meyakini bahwa orang-orang yang takut pada Alloh Swt. akan senantiasa menjaga shalatnya, dan mereka akan manggunakan akal pikirannya saat dihadapkan dengan hal-hal yang dibenci oleh Alloh Swt. Semoga kita semua selalu berada dalam barisan hamba-hambaNya yang senantiasa memperbaiki diri. Aamiin.
Oh iya satu hal lagi, shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar.

  1. Pekerja Keras

Tugas utama seorang laki-laki adalah memberi nafkah untuk keluarganya. Ketika seorang laki-laki menikahi seorang perempuan dengan mengucap ijab qobul, maka saat itu pula ia telah mengambil alih peran orang tua si perempuan, mulai dari memberi tempat tinggal, memberi makan dan minum, dan mencukupi segala kebutuhan yang semula diberikan oleh orang tuanya.

Untuk bisa menggantikan peran orang tua si perempuan, seorang laki-laki yang telah menjadi suami tentunya harus bekerja demi mendapatkan penghasilan agar bisa memenuhi semua kebutuhan keluarganya.

Aku sendiri mempunyai standar nilai penghasilan yang harus dimiliki oleh calon suamiku, minimal penghasilannya sama dengan penghasilanku. Sebelum menikah aku adalah seorang perempuan yang berpenghasilan dan aku sudah bisa menakar kebutuhanku setiap bulan, baik kebutuhan pokok maupun yang bersifat entertain. Terserah orang mau anggap aku matre, tapi bukankah hal-hal semacam ini bisa memicu masalah rumah tangga?.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka kuputuskan untuk memilih seorang laki-laki pekerja keras yang selalu berusaha untuk tetap berpenghasilan dan berusaha untuk selalu mencukupi kebutuhan keluarganya. Hihihi.

  1. Tanggung Jawab

Tanggung jawab di sini tak hanya berlaku bagi laki-laki aja melainkan perempuan juga. Ketika seseorang memutuskan untuk menikah, maka ia harus bertanggung jawab atas pilihannya tersebut dengan melakukan tugas dan kewajibannya sebagai suami dan juga istri.

Seorang suami maupun istri bertanggung jawab dalam menjaga keutuhan rumah tangga. Ketika seorang laki-laki memilih seorang perempuan untuk menjadi istrinya, maka ia harus menerima segala kelebihan maupun kekurangan dari istri pilihannya, begitu pun sebaliknya. Makanya kenapa saat memilih pasangan hidup perlu diperhatikan seperti apa calon pasangan hidup kita.

Intinya sih aku memilih seorang laki-laki yang memiliki sikap tanggung jawab. Dia berani menerima konsekuensi atas apa yang menjadi pilihannya, dan berlaku untuk semua hal. Baik saat dia memilih pasangan hidup, memilih pekerjaan, dan memilih keputusan lainnya, seperti memilih untuk punya anak nantinya, dan sebagainya.

Hal ini bukan berarti aku melimpahkan semua tanggung jawab rumah tangga pada sosok suami, justru karena hal inilah aku berharap bahwa suami akan selalu melibatkan istrinya untuk berdiskusi dalam membuat keputusan supaya ia tidak hanya bertanggumg jawab seorang diri dalam menerima konsekuensi apa pun yang menyangkut rumah tangga kami. Supaya tidak ada yang namanya saling menyalahkan melainkan saling menerima satu sama lain.

  1. Tidak kasar

Kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT menjadi salah satu penyebab perceraian. Siapa sih suami istri yang kepingin cerai?. Setiap pasangan pasti memiliki keinginan akan hubungan yang langgeng seumur hidup. Tak sedikit pula mereka yang rela bertahan menerima KDRT demi mempertahankan rumah tangganya.

KDRT tidak hanya berlaku untuk kekerasan non verbal atau perilaku saja melainkan kekerasan verbal dari ucapan pun termasuk didalamnya. Jika melihat di media, biasanya perempuan paling sering mendapat KDRT. Padahal jangan salah laki-laki juga tak sedikit yang mendapat KDRT, misalnya saat istri merendahkan atau menyepelekan suami. Bahkan akhir-akhir ini kekerasan fisik pada suami yang dilakukan oleh istrinya pun sempat ramai diberitakan di media. Jadi, mau istri atau suami sama-sama berpotensi melakukan KDRT.

Hal ini membuatku takut saat hendak memutuskan pilihan untuk pasangan hidup. Makanya aku selalu berdoa dan meminta agar diberi pasangan hidup minimal seperti Bapakku. Saat seseorang, khususnya seorang laki-laki berkata hingga berperilaku kasar saat sebelum menikah, baik kepada pacarnya atau pun kepada temannya bahkan kepada orang lain, menurutku dia berpotensi akan melakukan hal yang sama saat berumah tangga nanti.

  1. Bukan Perokok

Salah satu point penting saat menentukan pasangan hidup adalah seseorang yang bukan perokok. Aku adalah salah satu manusia yang punya masalah dengan asap rokok. Dari dulu aku paling nggak suka sama asap rokok, selain berbahaya terutama bagi perokok pasif, asap rokok juga selalu menyimpan jejak dalam bentuk bau yang menempel.

Aku ingat dulu waktu masih kerja, aku masuk ke salah satu ruangan yang mna pemilik ruangab itu merupuakan seorang perokok berat. Karena sebuah kepentingan, mau nggak mau aku harus masuk ke ruangan yang selalu penuh dengan asap rokok. Alhasil bajuku jadi bau rokok. Hueeekkk.

Aku nggak mau seumur hidupku dibersamai asap rokok makanya aku memilih pasangan hidup yang bukan seorang perokok. Dan aku nggak percaya dengan seorang perokok yang menyatakan bahwa dirinya akan berhenti merokok setelah menikah nanti, hihihi. Aku nggak mau berharap lebih terhadap seseorang yang menyatakan bahwa dirinya akan berubah saat menikah nanti karena pada dasarnya seseorang hanya akan berubah (menjadi lebih baik) atas kesadaran dirinya sendiri bukan orang lain. Jadi, tidak ada jaminan bahwa setelah menikah dia akan berhenti merokok.

  1. Nggak Doyan Main Game

Nah ini. Aku paling nggak suka sama orang yang punya hobi main game. Aku punya pengalaman nggak mengenakkan saat berteman dengan mereka pecinta game online. Aku sering merasa diabaikan saat sedang bersama mereka.

Pernah beberapa kali aku diajak makan dengan mereka yang hobi main game online. Mereka sibuk dengan gawai masing-masing, fokus di dunia lain. Nggak bisa diganggu. Berasa makan sendiri. Nggak kebayang kalau aku hidup bersama seseorang dengan hobi main game online. Pusing rasanya.

Itulah beberapa kriteria dasar yang menjadi acuanku hingga aku mengiyakan ajakan A Iduy untuk menikah. Saat itu, aku melihat kriteria-kriteria dasar ini ada dalam dirinya. Meskipun aku juga belum yakin seratus persen saat itu. Sisanya aku hanya kembali berserah pada Alloh Swt. Yang Maha Tahu jodoh terbaik untukku. Aku hanya ingin rumah tangga yang sakinah mawadah warrohmah, makanya aku berusaha mencari pasangan hidup yang aku butuhkan.

Berhubung tulisannya udah panjang, cerita selanjutnya kutulis di diary berikutnya ya. Terima kasih sudah membaca diaryku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN PERTAMA KALI IKUT SELEKSI CPNS KEMENTERIAN KEUANGAN

  Assalamu'alaykum Diaris Beberapa minggu yang lalu aku mendapat informasi pembukaan pendaftaran CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) dari sebuah grup whatsapp. Aku coba iseng buka tautannya, lalu membaca beberapa persyaratan umum yang tertera di sana. Ternyata batas usia untuk CPNS tahun ini sampai 35 tahun. Lumayan juga ya nggak seperti terakhir kali aku ikut pendaftaran CPNS yang mana batas usianya rata-rata sampai 25 tahun aja. Aku ingat waktu itu tinggal hitungan hari usiaku sudah masuk 25 tahun. Cukup ketar-ketir. Sudah tiga kali aku ikut mendaftar CPNS. Kalau nggak salah sih dari tahun 2017, 2018, dan 2019. Wah ternyata tiap tahun ada pembukaan CPNS ya. Menjadi PNS merupakan salah satu hal yang diinginkan oleh kedua orang tuaku karena menurut mereka PNS adalah jenjang karir yang bisa dikatakan aman mengingat adanya uang pensiun saat purna bakti. Seperti Bapakku mantan pegawai BUMN yang sampai saat ini sudah dalam masa purna bakti, tapi masih mendapatkan uang pensiun yang alhamd...

Pengalaman lahiran normal anak pertama di Rumah Sakit

  Assa lamu’alaikum… Dear diary. Kali ini aku hanya ingin berbagi cerita tentang pengalaman melahirkan anak pertama di rumah sakit dengan harapan ada manfaat yang bisa diambil dari pengalaman pertamaku ini. Kenapa Rumah Sakit? Sebelum memilih rumah sakit, aku mengunjungi bidan terlebih dahulu untuk memastikan di dalam rahimku ada calon bayi setelah kuyakin dengan benar test pack  yang kupakai bergaris dua, tapi di sana aku tidak mendapatkan apa-apa selain hasil tensi darah bahkan bu bidan tak menyentuh perutku sama sekali karena alasan usia kandunganku terbilang masih sangat muda, “belum kepegang” begitu katanya. Dia juga bilang bisa saja aku menstruasi lagi dan menyarankan untuk berkunjung lagi bulan depan. Kondisiku makin hari makin nggak karuan. Aku mulai merasakan pusing, mual, muntah hingga badan terasa lemas. Tak tahan rasanya jika harus menunggu hingga bulan depan. Kuputuskan untuk periksa ke dokter saja sekalian USG dan siapa tahu dikasih vitamin atau obat pereda rasa ...

Muntah darah saat hamil trimester pertama, mungkin ini penyebabnya...

Assalamu’alaikum…. Muntah darah. Kok ngeri ya judulnya berdarah-darah. Jadi, ini adalah pengalaman pertamaku menjalani kehamilan. Seperti wanita-wanita hamil pada umumnya yang mengalami morning sickness yaitu suatu kondisi dimana wanita hamil merasa mual dan muntah pada trimester pertama. Memang tidak semua wanita hamil mengalaminya, tapi morning sickness wajar dirasakan oleh wanita hamil karena adanya peningkatan hormon beta HCG . Berdasarkan informasi yang didapat dari Halodoc.com, kondisi tersebut dikatakan normal dan pertanda baik karena mengindikasikan adanya plasenta yang tumbuh dengan baik dan normal.  Meski begitu, morning sickness bisa saja mengganggu aktivitas sehari-hari bahkan dapat membahayakan jika mual dan muntah dirasa berlebihan, seperti yang pernah kualami di trimester pertama. Jika dilihat dari kalimatnya, morning sickness harusnya terjadi pada pagi hari. Namun, kenyataannya dapat dirasakan dalam beragam waktu, entah itu pagi, siang, sore atau malam. Aku...