Langsung ke konten utama

BANJIR KABUPATEN SUKABUMI: RUMAH MASA KECILKU TERENDAM (LAGI)



Assalamu'alaykum Diaris.


Beberapa hari ini khususnya sejak akhir November hingga masuk bulan Desember musim penghujan seperti sedang mencapai klimaksnya, meski nggak yakin juga sih apakah klimaks atau mungkin ini baru permulaan karena memang masih jauh juga sih keujung musim penghujan. Hanya saja akhir-akhir ini hujan turun derasnya cukup ekstrim, kalau nggak disertai petir yang saling bersahutan, tak jarang pula angin kencang membersamainya, kadang juga dengan keduanya. Beberapa kali gentong sampah depan rumah terbang terbawa angin dan hinggap di halaman depan rumah tetangga. Nasib baik bukan atap rumah yang terbang.


Di musim hujan seperti ini memang sudah nggak aneh lagi banyak terjadi musibah dimana-dimana, mulai dari banjir, tanah longsor, hingga pohon tumbang pun ikut meramaikan. Begitu pun di daerah tempat tinggalku sekarang, kalau hujan turun itu derasnya seperti air tumpah dari ember raksasa, mana anginnya kenceng banget, ditambah petir dengan suara nyaringnya saling bersahutan, namanya juga kota hujan ya. Rasanya tak pernah absen dari yang namanya banjir, baik di jalan raya, maupun di sekitar hunian masyarakat. Biasanya sih kalau nggak karena luapan sungai sekitar hunian, sistem drainase yang tidak baik ikut memicu banjir. Selain itu, pohon tumbang juga ikut meramaikan menyebabkan terjadinya macet dimana-mana (udah mah emang macet terus sih di jalanan).


Ngomong-ngomong soal banjir, aku jadi ingat dulu waktu masih bocil pernah punya pengalaman tempat tinggalku kebanjiran. Hujan memang sangat deras waktu itu, ditambah lagi beberapa meter (kurang lebih 15-20 meter) dari tempat tinggalku adalah aliran sungai yang bisa dibilang agak dangkal, jadinya air sungai cepat penuh dan luber ke area sekitarnya. Memang ngeri sih punya tempat tinggal dekat sungai tuh, selalu dibuat panik saat musim hujan tiba meski sebenarnya jarang banget rumah kebanjiran. Seingatku sih selama aku tinggal di sana hanya sekali terjadi rumahku terendam banjir.


Aku juga lupa-lupa ingat sih detailnya yang pasti hari itu hujan deras mengguyur seharian hingga air sungai naik dan melintasi dinding pembatas sungai secara perlahan tapi pasti, pasti banjir. Saat air sungai sudah muncul ke daratan, semua penghuni rumah sibuk mengemas barang-barang yang memang sekiranya penting untuk diamankan, hewan ternak milik orang tuaku pun tak lupa diamankan. Sofa, peralatan elektronik, dan barang lainnya dipindahkan ke tempat lebih tinggi yaitu ruangan dapur yang memang didesain lebih tinggi tiga anak tanggalah, berharap banjir tak sampai ke dapur. Sedangkan aku dan kakakku yang masih bocil segera diungsikan ke rumah tetangga yang rumahnya ada didataran lebih tinggi dari rumahku. Untuk sementara malam itu kami sekeluarga ikut istirahat di rumah tetangga karena hujan masih deras takut air sungai semakin naik.


Syukurlah hujan mulai reda keesokan harinya. Meski begitu bukan berarti tempat tinggal kami selamat dari banjir. Rumah kami terendam. Tinggi airnya mencapai setengah betis orang dewasa, memang air tidak naik ke ruang dapur, tapi tetap saja rumah kami jadi berlumpur dan perlu dibersihkan. Seingatku itulah pertama dan terakhir kalinya rumah kami terendam banjir selama aku tinggal di sana.


Awal Desember ini hujan turun sedang deras-derasnya. Banyak media mengabarkan bencana alam sedang terjadi dimana-mana, seperti banjir dan longsor. Aku juga membaca berita bahwa di beberapa daerah Sukabumi sedang dilanda banjir karena curah hujan yang tinggi. Ada juga beberapa teman yang membagikan cerita di media sosial tentang kondisi banjir di tempat tinggalnya hingga aku mendapat sebuah pesan isinya berupa photo kondisi pasar dekat rumah masa kecilku di daerah Sukabumi, dalam photo itu hanya tampak atap-atap pasar dengan air sungai mengalir deras disekitarnya.


Innalillahiwainnailaihiroji'uun.

Posisi pasar itu memang berada di pinggiran sungai sehingga wajar saja terkena banjir bahkan bisa dikatakan sudah langganan terendam banjir, tapi seingatku meski sering terendam banjir tak pernah setinggi itu. Jika tinggi air nyaris mencapai atap pasar, aku langsung berpikir itu berarti rumah masa kecilku bisa jadi terendam juga. Dan benar saja saat aku membuka media sosial, banyak teman-teman yang tinggal di sana membagikan kondisi pasar dan sekitarnya dalam keadaan terendam bahkan ada juga video yang menampakkan rumah masa kecilku terendam banjir hingga nyaris setinggi pintu. Berdasarkan tulisan dalam video itu sih katanya udah surut. Astagfirulloh.. udah surut aja masih nutup setengah pintu.


Photo Banjir Depan Rumah



Asli. Kaget. Sedih. Masih nggak percaya juga rumah masa kecilku terendam banjir setinggi itu karena biasanya paling parah tuh hanya sampai setengah betis aja. Apa yang bisa kulakukan?. Aku malah mengingat masa lalu di rumah itu, masa-masa bersama keluarga kecilku, masa-masa saat masih ada almarhumah Mama di antara kami. Aku juga membayangkan seandainya Mama masih ada dan mengalami kondisi ini, rasanya beliau bakal nangis deh. Pun sama halnya dengan orang-orang lainnya yang terdampak pasti merasa sedih. Mereka harus mengungsi, kehilangan harta bendanya, belum lagi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup, seperti makanan, minuman, air bersih, pakaian, serta kebutuhan lainnya. Hmmm semoga semua orang yang terdampak diberikan ketabahan dan kemudahan dalam melewati semua ini. Bagaimana pun juga ini sudah menjadi kehendakNya. Anggaplah ini sebagai ujian yang pasti selalu ada pesan didalamnya.


Kurasa ini adalah banjir terparah yang aku tahu. Banyak rumah-rumah yang biasanya aman dari banjir, kali ini malah ikut terendam. Aku jadi kangen masa kecilku dulu sering main di sungai. Waktu itu air sungai masih jernih, nggak seperti sekarang yang warna airnya berubah jadi keruh, bingung deh mendeskripsikannya, dibilang warna jingga bukan, warna cokelat juga bukan, mungkin cokelat muda kali ya meski nggak mirip sih. Warnanya keruh penuh lumpur. Sungainya pun sekarang tampak sempit, dan dangkal karena memang lumpurnya tuh tebal banget. Aku nggak tahu darimana lumpur itu berasal sehingga mengganggu keasrian dan kebersihan sungai. Air sungainya pun jadi cepat meluap saat hujan tiba, apalagi kalau hujan deras. Udah deh banjir tuh pasti.


Selain itu, kesadaran masyarakat akan bahaya membuang sampah ke sungai pun masih minim. Tak jarang ditemukan sampah-sampah menumpuk di sana, ada juga sampah kardus ukuran besar yang mungkin mereka pikir sampah yang mereka buang akan hanyut terbawa arus sungai, eh yang ada malah nyangkut di sana-sini.


Aku nggak tahu kondisi di sana seperti apa sekarang, apakah pengelolaan sampahnya sudah memadai atau belum karena waktu orang tuaku masih tinggal di sana mereka mengelola sampah sendiri. Keluargaku membuat lubang seperti sumur sedalam satu meter yang jaraknya kurang lebih 10-15 meter dari rumah untuk membuang sampah organik, sedangkan sampah anorganik biasanya ikut dibakar saat menyalakan tungku di rumah. Keluarga kami memang masih membudayakan tungku di rumah.


Bicara soal bencana alam aku jadi teringat satu ayat dalam QS. Ar Rum: 41 yang artinya:

Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Alloh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Nggak ada asap kalau nggak ada api. Meski segala sesuatu terjadi atas kehendakNya, tapi bukan berarti bencana alam ini terjadi begitu saja, misalnya pohon tumbang yang disebabkan oleh kencangnya embusan angin, kondisi pohon yang sudah tua, atau akarnya yang tidak menembus tanah karena tumbuh di area yang sudah dipadatkan oleh bangunan-bangunan di sekitarnya, apa pun alasannya yang pasti pohon tumbang pun pasti ada penyebabnya. Pun dengan banjir dan longsor yang tentunya pasti ada penyebabnya, entah itu faktor alamiah atau ulah manusianya sendiri, seperti:


1. Curah hujan


Hujan memang biasa dikatakan sebagai penyebab banjir yang utama, tapi tetap sesuai dengan intensitasnya. Jika intensitas hujan rendah tentu tak begitu saja menyebabkan banjir, tapi saat intensias hujan tinggi apalagi dalam jangka waktu lama itu bisa mempercepat bertambahnya debit air sungai dan memicu terjadinya banjir seperti yang biasa terjadi di rumah masa kecilku.


Curah hujan yang tinggi pun tak jarang menyebabkan longsor akibat pergeseran tanah, belum lagi pepohonan pun ikut tumbang.


2. Buang sampah sembarangan


Seperti yang sudah kuceritakan di atas bahwa masih banyak orang yang minim kesadaran akan bahayanya membuang sampah sembarangan, ke sungai salah satunya seperti di tempat tinggal masa kecilku waktu dulu yang masih banyak orang membuang sampah ke sungai berharap sampah akan terbawa arus sungai padahal nyatanya sampah-sampah itu malah tersangkut dan menumpuk di sana sehingga menghambat laju air sungai.


Selain membuang sampah ke sungai, sampah yang dibuang sembarangan pun saat hujan deras turun tak menutup kemungkinan akan terbawa air hujan yang mengalir di permukaan tanah kemudian masuk ke dalam sistem drainase dan juga menumpuk di sana menghambat laju air. Drainase tak lagi mampu mengalirkan air hujan sehingga air meluap.


3. Penebangan hutan


Salah satu fungsi hutan yaitu sebagai upaya mencegah terjadinya bencana alam seperti banjir dan longsor. Akar pohon berperan menjaga kestabilan tanah dan mengurangi risiko longsor, sementara dedaunan lebat akan menyerap dan menyimpan air hujan.


Jadi, kalau misalnya ada penebangan hutan apalagi secara masif misalnya karena adanya pembukaan lahan untuk dibangun perindustrian, seperti pabrik, pertambangan, pembangunan pemukiman, tempat wisata, dan lain sebagainya, maka otomatis keseimbangan alam akan terganggu, ditambah lagi tidak adanya upaya dilakukan reboisasi untuk mengembalikan fungsi hutan itu sendiri.


4. Sistem drainase


Sistem drainase yang kurang baik pun bisa memicu terjadinya banjir. Tak sedikit orang mengeluhkan tempat tinggalnya kebanjiran padahal tak ada aliran sungai di sana, dan ternyata hal itu berasal dari drainase yang tidak memadai, bisa karena banyak sampah yang menyumbat saluran air (hmmm.. lagi-lagi sampah), kurangnya sistem darinase atau ukuran drainase yang lebih kecil dibandingkan debit air sehingga saat hujan turun deras tak bisa menampung banyak air, terdapat tumbuhan liar yang menyumbat karena kurangnya maintenance pada sistem drainase, atau bisa juga karena terdapat bangunan-bangunan liar yang menutup drainase, dan masih banyak lagi faktor lainnya.


5. Pendangkalan sungai


Pendangkalan sungai terjadi karena adanya pengendapan lumpur di dasar sungai. Lumpur-lumpur tersebut bisa berasal dari erosi, baik erosi yang terjadi secara alamiah maupun karena adanya aktivitas manusia yang menyebabkan banyak partikel-partikel tanah yang masuk ke sungai , bisa juga karena adanya partikel padatan yang berasal dari sampah yang terbawa arus sungai. Pendirian bangunan di sektiar bantaran sungai pun bisa memicu pendangkalan sungai.


Pendangkalan sungai ini menyebabkan kapasitas sungai menurun untuk menampung air sehingga saat hujan deras air sungai lebih cepat naik dan meluap ke daratan.


Sebenarnya masih banyak faktor lain yang dapat memicu terjadinya bencana alam, khususnya banjir dan longsor, tapi aku hanya membahas beberapa faktor penyebab banjir dan longsor yang biasa ditemui di lingkungan sekitar.


Kita semua tahu bahwa bencana alam itu memang sudah menjadi takdir Alloh Swt. yang tak dapat dihindari, tugas manusia hanya bisa menerima dengan lapang dada segala sesuatu yang telah ditetapkanNya. Bentuk ujian dalam hidup manusia itu beragam, ada yang diuji dari sisi ekonomi, kesehatan, pasangan, hingga bencana alam seperti yang sedang terjadi di banyak daerah saat ini.


Kita tak bisa menghindar dari ketetapanNya dalam memberi ujian berupa bencana alam yang merupakan sebuah pesan bahwa alam sedang tak baik-baik saja. Setidaknya kita diingatkan bahwa alam juga butuh disayangi, misalnya hutan yang sebelumnya ditebang untuk pembukaan lahan baru perlu dilakukan reboisasi atau penanaman kembali. Sungai yang mulai dangkal perlu dilakukan normalisasi dengan cara pengerukan lumpur secara berkala, serta tanamkan kesadaran dalam diri untuk tidak membuang sampah sembarangan yang mana hal ini sudah diajarkan loh dari sejak kecil, hindari juga mendirikan bangunan ditepi sungai, dan masih banyak lagi upaya-upaya lain yang bisa dilakukan untuk mengembalikan keseimbangan alam. Setidaknya kita bisa meminimilasir risiko yang terjadi saat bencana alam serupa terjadi lagi. Lebih bagus hingga tak terjadi bencana alam semacam ini lagi. Wallaahualam.


Aku berharap semoga segala musibah dan ujian yang sedang terjadi saat ini bisa segera berlalu dan keadaan kita semua bisa segera membaik. Jadikan segala apa yang terjadi pada kita sebagai bentuk refleksi diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya.


Terima kasih sudah membaca ceritaku.



Sumber:

https://www.rri.co.id/daerah/318124/pendangkalan-sungai-jadi-penyebab-banjir-di-parigi-moutong#:~:text=Pendangkalan%20Sungai%20Jadi%20Penyebab%20Banjir%20Di%20Parigi,tidak%20lagi%20terjadi%20banjir%20yang%20merugikan%20masyarakat.

https://mutucertification.com/fungsi-hutan-bagi-manusia-dan-lingkungan/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN PERTAMA KALI IKUT SELEKSI CPNS KEMENTERIAN KEUANGAN

  Assalamu'alaykum Diaris Beberapa minggu yang lalu aku mendapat informasi pembukaan pendaftaran CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) dari sebuah grup whatsapp. Aku coba iseng buka tautannya, lalu membaca beberapa persyaratan umum yang tertera di sana. Ternyata batas usia untuk CPNS tahun ini sampai 35 tahun. Lumayan juga ya nggak seperti terakhir kali aku ikut pendaftaran CPNS yang mana batas usianya rata-rata sampai 25 tahun aja. Aku ingat waktu itu tinggal hitungan hari usiaku sudah masuk 25 tahun. Cukup ketar-ketir. Sudah tiga kali aku ikut mendaftar CPNS. Kalau nggak salah sih dari tahun 2017, 2018, dan 2019. Wah ternyata tiap tahun ada pembukaan CPNS ya. Menjadi PNS merupakan salah satu hal yang diinginkan oleh kedua orang tuaku karena menurut mereka PNS adalah jenjang karir yang bisa dikatakan aman mengingat adanya uang pensiun saat purna bakti. Seperti Bapakku mantan pegawai BUMN yang sampai saat ini sudah dalam masa purna bakti, tapi masih mendapatkan uang pensiun yang alhamd...

Pengalaman lahiran normal anak pertama di Rumah Sakit

  Assa lamu’alaikum… Dear diary. Kali ini aku hanya ingin berbagi cerita tentang pengalaman melahirkan anak pertama di rumah sakit dengan harapan ada manfaat yang bisa diambil dari pengalaman pertamaku ini. Kenapa Rumah Sakit? Sebelum memilih rumah sakit, aku mengunjungi bidan terlebih dahulu untuk memastikan di dalam rahimku ada calon bayi setelah kuyakin dengan benar test pack  yang kupakai bergaris dua, tapi di sana aku tidak mendapatkan apa-apa selain hasil tensi darah bahkan bu bidan tak menyentuh perutku sama sekali karena alasan usia kandunganku terbilang masih sangat muda, “belum kepegang” begitu katanya. Dia juga bilang bisa saja aku menstruasi lagi dan menyarankan untuk berkunjung lagi bulan depan. Kondisiku makin hari makin nggak karuan. Aku mulai merasakan pusing, mual, muntah hingga badan terasa lemas. Tak tahan rasanya jika harus menunggu hingga bulan depan. Kuputuskan untuk periksa ke dokter saja sekalian USG dan siapa tahu dikasih vitamin atau obat pereda rasa ...

Muntah darah saat hamil trimester pertama, mungkin ini penyebabnya...

Assalamu’alaikum…. Muntah darah. Kok ngeri ya judulnya berdarah-darah. Jadi, ini adalah pengalaman pertamaku menjalani kehamilan. Seperti wanita-wanita hamil pada umumnya yang mengalami morning sickness yaitu suatu kondisi dimana wanita hamil merasa mual dan muntah pada trimester pertama. Memang tidak semua wanita hamil mengalaminya, tapi morning sickness wajar dirasakan oleh wanita hamil karena adanya peningkatan hormon beta HCG . Berdasarkan informasi yang didapat dari Halodoc.com, kondisi tersebut dikatakan normal dan pertanda baik karena mengindikasikan adanya plasenta yang tumbuh dengan baik dan normal.  Meski begitu, morning sickness bisa saja mengganggu aktivitas sehari-hari bahkan dapat membahayakan jika mual dan muntah dirasa berlebihan, seperti yang pernah kualami di trimester pertama. Jika dilihat dari kalimatnya, morning sickness harusnya terjadi pada pagi hari. Namun, kenyataannya dapat dirasakan dalam beragam waktu, entah itu pagi, siang, sore atau malam. Aku...