Masih seputar CPNS. Beberapa hari lalu aku membaca sebuah postingan tentang serba-serbi seleksi CPNS yang menurut postingan tersebut begitu menguntungkan negara karena tingginya permintaan materai dari para peserta seleksi CPNS. Aku nggak tahu peraturan ini dibuat sejak dulu atau nggak, yang kutahu peraturan itu ada sejak seleksi CPNS tahun 2018 dan seterusnya. Di sana terdapat syarat yang mengharuskan peserta melampirkan berkas yang telah dibubuhi tanda tangan di atas materai.
Otomatis para peserta termasuk aku waktu itu, mau nggak mau harus beli materai. Dulu masih pakai materai 6000, sekarang yang berlaku adalah materai 10.000. Hmmm... untung banyak tuh. Mengingat kuota CPNS yang dibutuhkan paling hanya satu-dua orang dari masing-masing formasi, sedangkan yang ikutan seleksi CPNS jutaan orang, hehehe. Lama-lama aku jadi kesal juga nih, apalagi mengingat aku yang sudah tiga kali gagal lolos ikut seleksi CPNS, dan yang paling ngenes tuh seleksi CPNS terakhir yang kuikuti, wakakak.
Aku pernah ikut seleksi CPNS sebanyak tiga kali dan semuanya berakhir nggak lolos. Seleksi CPNS pertama yang kuikuti di tahun 2017 di Kemenkeu seperti yang pernah kuceritakan di diary sebelumnya. Seleksi CPNS yang pertama ini aku gagal, alasannya ya karena kurasa usahaku belum maksimal. Aku memang nggak banyak berlatih soal-soal CPNS. Aku benar-benar seperti orang yang nggak niat ikutan seleksi CPNS waktu itu. Aku hanya baca-baca dan belajar sekilas dari contoh soal yang kudapat dari internet. Padahal nih ya kedua orang tuaku sangat berharap aku bisa jadi PNS.
Seleksi CPNS Perpusnas RI
Di tahun 2018 ternyata pemerintah membuka peluang lagi bagi masyarakat yang ingin menjadi PNS. Kurasa aku lebih bersemangat dari sebelumnya. Aku coba ikutan lagi seleksi CPNS, tapi tidak di Kemenkeu seperti sebelumnya karena waktu itu usiaku sudah menua satu tahun, tidak sesuai dengan kualifikasi yang diminta Kemenkeu. Aku pun memilih instansi pemerintah lain yaitu Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI). Sebenarnya nggak ada alasan yang mendasar atas pilihanku ini. Aku belum begitu banyak tahu tentang Perpusnas RI, hanya saja kupikir yang namanya perpustakaan pasti banyak buku di sana, aku suka baca buku menjadi salah satu alasan kupilih Perpusnas RI. Benar-benar nggak ilmiah alasanku ini.
Untuk proses pendaftarannya sih sama aja seperti saat ikut seleksi di Kemenkeu. Bedanya hanya menggunakan satu website saja untuk registrasi dan keperluan lainnya, seleksi administrasi pun dilakukan secara daring. Lebih praktis. Setelah lolos seleksi administrasi dilanjutkan dengan seleksi kompetensi dasar yang akan dilaksanakan di gedung BKN (Badan Kepegawaian Negara) Jakarta yang berlokasi di Cililitan. Seperti biasa aku pakai transportasi KRL. Cukup turun di Stasiun Cawang lalu naik ojol ke TKP. Abang ojolnya paham betul begitu melihat aku pakai kostum hitam putih, dia langsung bilang, "antar ke BKN ya?".
Setibanya di TKP, aku langsung mengikuti alur yang sama seperti seleksi CPNS sebelumnya. Mengikuti SKD dengan cukup percaya diri karena sebelumnya aku telah belajar meski ternyata hasilnya masih gagal juga. Memang sistemnya beda dari sebelumnya. Seleksi CPNS keduaku ini menggunakan sistem rangking yang mana hasilnya tak bisa ditentukan langsung, tapi peserta bisa melihat berapa skor yang didapat dari masing-masing tipe soal setelah selesai mengerjakannya. Tipe soal seleksi CPNS waktu itu terdiri dari TWK (Tes Wawasan Kebangsaan), TIU (Tes Intelegensia Umum), dan TKP (Tes Karakteristik Pribadi). Skor TWK dan TIU punyaku lumayan tinggi, tapi tidak dengan TKP. Lagi-lagi aku pulang dengan kegagalan. Belum rezeki dan belum maksimal aja usahanya. Aku selalu percaya usaha maksimal melahirkan hasil yang maksimal juga.
Seleksi CPNS di Kemdikbud
Kegagalan menjadi PNS di tahun 2018, membuatku makin bersemangat lagi untuk mengikuti seleksi CPNS yang dibuka kembali di tahun 2019. Aku membeli buku latihan soal seleksi CPNS agar aku bisa lebih baik lagi saat berhadapan dengan soal-soal SKD. Aku mencoba peruntungan lagi dengan memilih Kemdikbud karena ternyata di Perpusnas RI sudah tak ada lagi peluang bagi manusia lulusan diploma tiga sepertiku waktu itu.
Meski kupilih Kemdikbud, tapi tak ada perbedaan dari setiap alurnya. Semua sama seperti saat seleksi CPNS Perpusnas RI bahkan lokasi tes SKD pun sama di gedung BKN Jakarta. Hanya masalahnya waktu itu ada di jaringan internet yang lamaaaaaaa banget. Mau registrasi aja susah. Entah jaringan internet aku yang jelek atau memang websitenya yang kelelahan saking banyaknya yang akses. Hal ini terjadi setiap hari bahkan di tengah malam pun masih sama. Aku nyaris menyerah, tapi di detik-detik akhir penutupan pendaftarannya website CASN pun bisa diakses hingga aku bisa mengikuti SKD lagi.
Aku mendapat sesi kedua untuk SKD kurang lebih sekitar jam setengah 12 siang mulainya. Aku bisa berangkat agak siangan, maksudnya nggak habis subuh banget gitu walaupun ya tetap saja sampai TKP lebih pagi juga karena takut ada hal-hal yang tak diinginkan. Aku yang si ngaret ini ternyata bisa on time juga, hehehe.
Sebelum masuk ruangan, aku duduk di tempat tunggu sambil celingak-celinguk kanan dan kiri. Orang-orang pada sibuk belajar, ada juga sih yang duduk-duduk doang kayak aku. Aku emang kurang suka belajar didetik-detik pertempuran, hal itu malah bikin ngeblank. Sesekali aku mengobrol dengan mereka yang ada di sampingku hingga ada seseorang yang cukup akrab denganku. Aku lupa siapa namanya. Dia cerita kalau dia datang kepagian sedangkan dia dapat sesi tiga setelah aku yang mana akan dimulai mungkin sekitar jam setengah dua siang. Kami mengobrol banyak hal sampai akhirnya kami putuskan untuk mencoba menu kantin BKN. Kebetulan perutku juga mulai keroncongan. Biar semangat isi soalnya, aku pun memutuskan untuk isi perut dulu di kantin itu.
Setelah perut terisi penuh kami pun berpisah karena aku harus segera masuk barisan untuk absensi sebelum masuk ruangan. Di dalam ruang tes yang super dingin itu aku merasa lebih percaya diri dari tahun sebelumnya. Aku mengerjakan soal-soal tes dengan mudah, ada sih yang sulit juga, itu loh tipe soal TWK. Aku nggak suka, wakakak. Namun, meski sulit, semua tipe soal aku kerjakan dengan baik dan skorku juga cukup tinggi, di atas passing grade semuanya. Aku cukup puas dengan hasilnya walaupun ya tak menutup kemungkinan bahwa aku akan gagal lagi mengingat ratus ribuan orang yang mendaftar di formasi yang kupilih, tapi hanya dua kuota yang tersedia. Sistem penilaiannya masih menggunakan sistem rangking dengan hasil yang akan diumumkan beberapa hari kemudian.
Pasca mengikuti SKD waktu kosongku kuisi untuk mengintip website CASN. Siapa tahu hasilnya sudah keluar dan ternyata benar hari itu aku melihat sebuah tautan pengumuman hasil SKD. Aku cepat mengunduh berkasnya dan membaca satu per satu dengan hati-hati. Hmmmm... tuh kan aku nggak lolos lagi. Kali ini miris banget loh. Posisiku ada di rangking tiga yang hanya beda satu poin dengan peserta di atasku. Gemes kan. Ternyata usahaku belum maksimal atau mungkin memang belum rezeki aku. Ya sudahlah, bisa kucoba dilain waktu.
Aku berniat akan selalu mencoba selama ada kesempatan. Ya ampun... segitunya ya kepengin banget jadi PNS, wakakak. Namun, sayangnya di tahun 2020 tidak ada rekrutmen CPNS lagi, katanya sih karena masih proses merampungkan seleksi CPNS tahun 2019, kebetulan tahun 2020 juga lagi ramai-ramainya Covid-19. Oh iya di tahun 2020 aku juga lagi sibuk-sibuknya menyiapkan pernikahanku yang diadakan di akhir tahun itu, di tengah Covid-19 yang belum mereda.
Tahun-tahun berikutnya pun aku nggak begitu mengikuti informasi seleksi CPNS lagi karena dua bulan setelah menikah Alloh Swt. menitipkan amanahNya. Alhamdulillaah Aku dan suami dikaruniai buah hati. Dibanding memikirkan CPNS, aku lebih fokus menjalani peran sebagai ibu bahkan aku juga memilih untuk resign dari pekerjaanku demi membersamai anak kami. Aku tuh nggak percayaan sama orang lain dalam banyak hal, apalagi dalam pengasuhan anak. Ini anakku dan aku ibunya yang harus mengasuhnya. Jadi, aku pilih resign daripada merelakan anakku dalam pengasuhan orang lain.
Aku selalu berdo'a semoga Alloh Swt. selalu memampukan kami serta mencukupkan kebutuhan keluarga kecil kami sehingga aku bisa fokus menjalankan peranku sebagai ibu, dan suamiku fokus menjalankan tugasnya sebagai ayah. Cerita ini juga pernah kutulis di salah satu diaryku.
Namun, meski begitu dalam hati kecilku masih ada keinginan untuk menjadi seorang PNS walaupun mungkin tidak sekarang. Bukan hanya menjadi PNS sih lebih tepatnya menjadi ibu yang bekerja lagi, produktif dan menghasilkan. Mungkin karena dulu aku berpenghasilan kali ya, terbiasa punya penghasilan sendiri.
Alasan Utama Ingin Jadi PNS
Saat kemarin aku mendengar bahwa seleksi CPNS dibuka kembali, aku pun sedikit kepo dengan membuka websitenya, lalu melihat formasi-formasi yang tersedia di sana. Seru kali melihat batas usia peserta maksimal sampai 35 tahun. Aku bisa ikutan nih, tapi sayangnya kali ini aku nggak terlalu berambisi dan nggak punya alasan kuat untuk ikut seleksi CPNS kali ini. Adapun alasan utama aku mengikuti seleksi CPNS waktu dulu adalah sebagai berikut:
- Resign Dari Tempat Kerja
Sejak lulus kuliah aku kerja di sebuah Perbankan. Meski awalnya karena terdesak oleh kebutuhan dan berencana tak berlama-lama kerja di sana, tapi nyatanya aku menghabiskan waktu kurang lebih lima tahun di sana. Dua tahun pertama kerja di sana, aku sudah mulai apply lamaran ke berbagai perusahaan yang seringnya hanya sampai interview. Salah satu penyebab kegagalan itu adalah karena aku belum punya pengalaman yang sesuai latar belakang pendidikanku. Makanya aku kepingin keluar dari tempat kerjaku untuk mencari pengalaman baru yang sesuai dengan latar belakangku sebagai lulusan akuntansi dengan mengikuti seleksi CPNS.
Aku berharap dengan mengikuti seleksi CPNS hasil belajarku selama kuliah bisa terpakai nantinya. Selain itu, aku juga lelah selalu diliputi rasa was-was sebagai pegawai Bank yang pastinya selalu berhubungan dengan dunia ribawi, apalagi produk utama dari Bank tempatku bekerja ini adalah kredit. Aku nggak mau bahas hal ini lebih jauh ya karena belum begitu cukup ilmu dan sampai detik ini pun aku masih dalam tahap belajar. Mungkin sebagian orang ada yang membenarkan atau mencari pembenaran tentang hal ini. Nggak masalah ya, aku hanya mengikuti keyakinanku aja.
Namun, alhamdulillaah sekarang aku sudah resign dari tempat kerjaku dan beralih profesi menjadi seorang ibu yang full di rumah mengasuh anakku sambil tetap berusaha produktif melalui hobiku. Aku berharap semoga aku masih punya kesempatan untuk memanfaatkan hasil belajarku selama kuliah suatu hari nanti walaupun sekarang juga udah bermanfaat sih untuk mengatur keuangan rumah tangga, wakakak.
- Kebanggan Orang Tua
Aku nggak tahu ya kenapa banyak orang tua yang bangga sama anaknya yang berprofesi sebagai PNS, pun dengan kedua orang tuaku. Mereka begitu ingin melihat kedua anaknya menjadi PNS. Konon katanya profesi PNS juga bisa membanggakan mertua atau calon mertua.
Setiap kali ada seleksi CPNS kedua orang tuaku selalu menyemangati anak-anaknya untuk ikut serta walaupun sebenarnya yang mereka inginkan adalah agar anak-anaknya menjadi PNS di daerah Sukabumi biar kami semua selalu berdekatan, tapi ya namanya hidup nggak bisa diatur semau kita.
Tapi sampai sekarang aku masih nggak ngerti sih kenapa profesi PNS itu menjadi sebuah kebanggaan. Bukankah menjadi pengusaha yang mampu memberi lapangan kerja bagi banyak orang itu lebih membanggakan ya?.
- Aman Finansial
Nah ini salah satu yang kutahu kenapa kedua orang tuaku berharap anak-anaknya menjadi seorang PNS. Katanya sih supaya aman secara finansial di masa tua Awalnya kupikir bisa menjadi orang kaya yang banyak duit, hehehe.
Bukan ya Diaris ya. Aman finansial di sini maksudnya karena PNS diberi fasilitas berupa uang pensiun sehingga masih mendapatkan penghasilan meski sudah dalam purna bakti. Jadi, nggak begitu khawatir saat tua nanti katanya. Mungkin seperti itu juga yang dirasakan oleh Bapakku yang merupakan mantan karyawan BUMN yang sama-sama mendapat fasilitas saat masuk masa purna bakti.
Aku paham betul bagaimana orang tua begitu mengkhawatirkan masa depan anaknya karena posisiku juga sebagai orang tua dan seorang anak saat ini. Sebagai seorang anak aku hanya bisa berusaha untuk tidak membuat orang tuaku khawatir. Syukur jika aku diberi kesempatan menjadi seorang PNS. Jika tidak, aku akan menggunakan caraku sendiri untuk tidak membuat mereka khawatir.
Menurutku bukan profesi PNSnya sih yang membuat hidup menjadi aman finansial mengingat tak sedikit purna bakti PNS yang pernah kutemukan, mereka berkeluh kesah dengan kehidupannya yang merasa serba kekurangan sampai harus mengambil pekerjaan lain dimasa tua, mirisnya lagi sampai terlilit utang sana-sini. Dari situ aku berpendapat bahwa profesi PNS belum tentu bisa mengamankan finansial di masa tua.
Jadi, menurutku aman finansial dimasa tua bukan ditentukan dari apa profesi seseorang, melainkan dari bagaimana seseorang mengambil sikap dalam mengatur perekonomian di hidupnya selama usia produktif.
Itulah tiga alasan utama kenapa dulu aku begitu bersemangat untuk selalu mencoba peluang seleksi CPNS. Sekarang pun masih tertarik, cuma nggak seambisi dulu karena saat ini aku sudah resign dari tempat kerja yang menjadi alasan pertama, dan kini sedang berada dalam masa menikmati peranku sebagai seorang ibu.
Perihal membanggakan orang tua. Kupikir banyak cara positif lain untuk menjadi kebanggaan orang tua, tak melulu harus menjadi PNS yang nyatanya tak sedikit di antara mereka yang berperilaku menyimpang bahkan mungkin ada yang sampai merugikan orang lain, apakah yang seperti itu membanggakan?. Aku nggak tahu hal apa yang sebenarnya bisa membuat kedua orang tuaku bangga karena mereka selalu tampak bahagia saat melihat kedua anaknya tumbuh dengan baik tanpa merugikan orang lain.
Tak ada yang tahu akan seperti apa kita nanti, pun denganku yang saat ini lebih banyak fokus untuk hari ini, berusaha selalu memperbaiki diri agar esok atau lusa tumbuh lagi menjadi peribadi yang lebih baik. Aku akan tetap mengambil setiap kesempatan baik dalam hidupku, apa pun itu selama bisa memberi impact positif dalam kehidupan termasuk adanya seleksi CPNS tahun 2024 ini yang mungkin bisa dibilang kesempatan baik juga, tapi sayangnya belum tentu bisa memberi impact yang baik dalam situasiku saat ini.
Jadi, untuk siapa pun yang tanya kenapa kali ini aku melewatkan kesempatan yang dulu selalu kunantikan karena aku sedang berperan menjadi seorang ibu. Aku takut lolos seleksi (boleh dong kepedean, hehehe). Kalau aku lolos, aku harus bekerja meninggalkan anak balitaku yang masih perlu didampingi orang tua dalam proses tumbuh kembangnya. Selain itu, suamiku yang masih kerja remote dari rumah tak elok jika harus berduaan dengan pengasuh anak balitaku di rumah seandainya aku terpaksa menitipkan anak balitaku pada pengasuh.
Dan sebagai wanita yang pernah berpenghasilan pastilah ada keinginan untuk kembali punya penghasilan sendiri, tapi kan nggak harus menjadi PNS juga kan ya, bisa dengan cara positif lainnya. Semuanya kembali lagi pada tujuan dan apa yang kita butuhkan. Semoga diary kali ini menghibur dan bermanfaat ya. Terima kasih sudah membaca diaryku.
Komentar
Posting Komentar