Assalamu'alaykum Diaris.
Sampai sekarang kadang masih merasa nggak nyangka bisa ada dititik ini, menjadi perantau, tinggal di kota orang lain bahkan nyaris menetap (dibilang nyaris karena belum merubah data di KTP, hehehe), walaupun ya kotanya nggak jauh-jauh amat sih dari kampung halaman, masih bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih empat jam perjalanan tanpa macet. Kalau lagi macet lain cerita ya.
Entah karena aku anak bungsu, atau karena badanku dari kecil itu kurus karena susah makan, bikin orang yang melihat merasa kasihan dan nggak tega (wakakak), termasuk orang tuaku, khususnya Mama sih. Dari kecil aku tuh sulit mendapat persetujuan dari Mama dalam setiap melakukan suatu kegiatan atau hal-hal baru, jawabannya selalu khawatir katanya, bahkan tak jarang Mama membantu hingga mengambil alih sesuatu yang sedang kukerjakan, kecuali mengerjakan PR sekolah ya, hehehe. Mama selalu bilang, "Sini, sama Mama", "Sini, Mama aja", sampai pekerjaan rumah pun seringnya Mama melarang aku melakukannya.
Pernah waktu aku lulus SD, aku punya keinginan untuk melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di daerah yang berbeda dari tempat tinggalku, mengingat sekolah di tempat tinggalku belum begitu memadai dari segi fasilitasnya. Tapi Mama nggak ngasih izin, Bapak juga sama, entahlah alasan utamanya apa, entah itu finansial karena kebetulan waktu itu Kakakku juga sudah tinggal di rumah Nenek untuk melanjutkan Sekolah Menengah, tapi alasan yang disampaikan padaku lagi-lagi karena khawatir karena kejauhan dari rumah katanya. Hmmm.. saat itu benar-benar merasa didiskriminasi banget, Kakakku boleh, sedangkan aku nggak.
Untung aja di tempat tinggalku belum ada Sekolah Menengah Atas yang dekat dari rumah, semuanya harus pakai transportasi untuk menjangkaunya, belum lagi kondisi akses jalan yang kurang memadai, repot juga kalau Bapak harus antar jemput tiap hari mengingat transportasi umum di sana juga sangat minim. Akhirnya dengan terpaksa aku melanjutkan SMA di sekolah tempat Kakakku dulu dan tinggal di rumah Nenek. Saat itu Kakakku sudah masuk Perguruan Tinggi. Itulah awal mula aku belajar merantau.
Aku ingat betul waktu itu Mama berkaca-kaca melepas aku pergi dari rumah, hehehe. Mungkin karena rumah jadi sepi ya, anak-anaknya jauh dari rumah. Setelah lulus SMA pun aku merantau lagi ke Kota Hujan untuk melanjutkan pendidikan. Inilah awal mula aku jadi anak kost, tinggal sendiri, benar-benar jauh dari orang tua dan keluarga, untungnya aku dikelilingi oleh orang-orang baik selama merantau. Setelah lulus kuliah pun masih tetap di tempat rantau karena aku mendapat pekerjaan di sana, dan aku semakin jarang pulang ke rumah.
Sejak kuliah aku memang sudah jarang pulang ke rumah kalau bukan libur semester dan libur hari raya Idul Fitri, hari raya Idul Adha biasanya aku nggak pulang karena hari liburnya sedikit, nggak ada waktu istirahatnya, terlalu lama di perjalanan. Pernah sekali saat Idul Adha pulang ke rumah Nenek karena penghuni kost lain pun pulang, ngeri juga di kostan sendiri. Jarak dari tempat rantau ke rumah Nenek nggak terlalu jauh, bisa di tempuh dua setengah jam perjalanan. Tapi ya di rumah Nenek pun nggak ada kegiatan, bosan, orang tuaku juga ada di rumahnya, dan besoknya aku harus kembali ke tempat rantau, sungguh melelahkan.
Sejak saat itu aku tak lagi pulang saat hari raya Idul Adha, cukup berdiam diri di tempat kost, meski penghuni lain pada pulang ke rumahnya. Yoweslaaah dinikmati wae, toh cuma sehari kan, apalagi saat aku sudah kerja, makin sulit rasanya bisa pulang ke rumah, harus cari tanggal merah yang ada harpitnasnya (Hari Kejepit Nasional). Ambil cuti dulu. Untungnya atasan dan teman-teman kerjaku pada baik, mereka sangat memaklumi aku, bahkan saat menjelang hari lebaran aku diperbolehkan ambil cuti diluar cuti bersama.
Kini profesiku sebagai ibu rumah tangga yang lebih banyak beraktivitas di rumah. Aku memutuskan untuk tinggal di perantauan bersama suamiku yang juga lebih banyak beraktivitas di rumah karena semenjak pandemi hingga sekarang suamiku masih kerja secara remote. Selain kami berdua, ada juga satu anak balita yang meramaikan keluarga kecil kami di perantauan. Meski sehari-hari lebih sering di rumah, bukan berarti kami bisa lebih sering mudik mengingat waktu kami yang fleksibel, apalagi suamiku bisa kerja dimana aja, hehehe. Bahkan ada juga yang menyarankan bahwa kami bisa tinggal di rumah orang tua, entah orang tuaku atau orang tua suamiku.
Namun, aku dan suami memang sudah berencana untuk tinggal jauh dari orang tua setelah menikah. Hal ini pun sudah pernah kuceritakan disalah satu diary. Intinya kami keluarga perantau yang jarang mudik. Waktu mudik rutin kami pada saat hari Raya Idul Fitri. Biasanya suami ambil cuti hari raya selama seminggu untuk dibagi dua. Sebagian untuk menginap di rumah orang tua suami, sebagian lagi untuk menginap di rumah orang tuaku karena tempat tinggal orang tua kami berada di daerah yang sama. Hmmm.. sedih lagi rasanya jika mengingat setiap lebaran tanpa kehadiran Mama. Aku pernah membayangkan mudik bersama keluarga kecilku di tempat kelahiran bersama kedua orang tuaku, tapi sudah di tiga tahun ini kami sekeluarga hanya bisa mengunjungi pusaranya.
Baca juga: Tempat Tinggal Ternyaman Setelah Menikahpat-tinggal-ternyaman-setelah-menikah.html
Sudah, sudah, jangan bersedih lagi. Kita do'akan saja orang tua kita yang sudah meninggal supaya selalu berada di tempat terbaikNya. Jadi, mudik tahun ini masih sama dengan mudik tahun sebelumnya. Bedanya, tahun ini anakku sudah mulai tumbuh besar, udah nggak minum ASI lagi. Kalau dia lapar dan haus tinggal diberi makanan kesukaannya dan kasih minum air putih ya, hehehe. Aku jadi ingat mudik pertama kali bersama anak yang waktu itu masih bayi. Udah MPASI sih, kalau nggak salah umurnya 7 bulan. Tapi diumur segitu anakku masih membutuhkan banyak ASI. Dan cukup seru sih ternyata ya jadi emak-emak bawa anak bayi saat mudik tuh, hehehe.
Aku dan suami belum punya kendaraan pribadi nih, makanya setiap mudik kami selalu pakai jasa taksi online yang pasti pengemudinya orang lain yang bukan mahram. Itu membuatku kurang nyaman saat harus memberikan ASI pada anak bayiku, walaupun aku duduk di kursi belakang kemudi, tapi kan di depan pengemudi ada kaca spion dalam yang menyorot kebelakang. Aku dan suami pilih pakai taksi online supaya lebih privasi dan anakku lebih nyaman aja selama di perjalanan. Sekalipun dia nangis, cukup aku, suami dan pengemudinya yang menjadi saksi, nggak perlu ada tatapan risih dari penumpang lain. Apalagi kalau kondisi jalanan macet. Ongkosnya pun kalau dihitung-hitung sih hampir sama. Mudah-mudahan kami bisa segera punya kendaraan pribadi walaupun kadang masih ragu untuk hal itu mengingat kami adalah manusia rumahan, takutnya mubazir kan punya mobil dipakainya hanya sesekali aja.
Diaris mau pada mudik kemana nih?. Kemana pun mudiknya, buatlah perjalanan senyaman mungkin, apalagi perjalanan yang berjam-jam. Berikut beberapa persiapan yang biasa kulakukan saat hendak mudik hari raya.
1. Pilih waktu yang aman
Sebenarnya ini agak sulit bagi para pekerja karena berbenturan dengan pekerjaan dan kebijakan perusahaan. Berhubung suamiku kerja sistem remote, biasanya dia ambil cuti satu minggu sebelum lebaran. Jadi, kami bisa mulai mudik dengan tanpa menyaksikan fenomena macet
Pun berlaku saat kembali ke tempat rantau. Kami biasanya kembali dua hari setelah lebaran saat orang-orang sedang sibuk bermacet-macetan ke tempat wisata. Jalanan arus balik masih lengang. Kami memang orang-orang yang tak membudayakan berwisata disaat orang lain ramai berwisata.
2. Pilih transportasi
Pilih transportasi yang akan digunakan. Untuk yang mudiknya jauh, apalagi lintas pulau perlu disiapkan jauh-jauh hari untuk membeli tiket. Aku mudik masih di provinsi yang sama, hehehe.
Berhubung kami belum punya kendaraan pribadi, setiap mudik kami pakai transportasi umum, biasanya sih taksi online dengan alasan yang sudah kupaparkan di atas ya. Selain itu, taksi online bisa mengantarkan kami tepat sampai tujuan.
3. Pakai pakaian nyaman
Pasti dong. Biar nyaman selama perjalanan, aku pilih pakaian yang menutup aurat dengan hijab yang menutup dada. Selain karena dianjurkan, pakaian menutup aurat seperti ini sangat bermanfaat loh bagi busui yang mengASIhi. Hijab panjang bisa membantu sebagai penutup saat menyusui. Selain itu, pilih pakaian dari bahan yang adem dan longgar ya supaya nggak sesak.
4. Bekal makanan si kecil
Bawa bekal makanan dan minuman untuk si kecil supaya dia nggak merasa bosan dan kelaparan selama di perjalanan, apalagi kalau sampai kejebak macet, bisa-bisa tantrum di dalam mobil. Kalau perut anak sudah kenyang, biasanya dia tertidur pulas, terbangun saat sampai di TKP.
5. Penuhi cairan tubuh
Bagi yang berpuasa, tetap jaga asupan cairan selam sahur dan berbuka, tambah makan sayur dan buah saat sahur supaya badan fresh selama mudik. Sedangkan untuk busui, jika merasa dehidrasi karena menyusui diperbolehkan berbuka ya. Aku juga pernah merasakan mudik sambil menyusui, hanya saja bayiku waktu itu sudah masuk MPASI, bisa selang-seling memberinya makanan dan air putih, tapi tetap saja terasa lemas, meski nggak sampai dehidrasi sih.
Kurang lebih seperti itu persiapan mudik nyaman di perjalanan yang biasa aku lakukan. Semoga bermanfaat. Untuk Diaris yang akan mudik hari raya, hati-hati di jalan ya, semoga selamat sampai tujuan. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar