Assalamu'alaykum Diaris.
Teman-teman Diaris ada yang merasakan juga atau memang hanya aku aja?. Entah kenapa aku merasa semakin berkurangnya usia, semakin berkurang pula euforia dalam menyambut bulan suci Ramadan. Eits, tunggu. Jangan menghujat dulu ya, maksudnya bukan aku nggak bahagia dengan datangnya bulan Ramadan, tentu saja aku sangat menantikan kedatangannya yang setahun sekali ini, hanya saja aku merasa seperti ada rasa yang berbeda atau seperti ada momen yang hilang saat menyambut datangnya bulan Ramadan.
Apa mungkin karena perlahan mulai menua ya, melihat bulan suci Ramadan tidak lagi dari sisi seru-seruannya seperti layaknya anak kecil yang begitu antusias dengan pawai obor menyambut bulan suci Ramadan, main kembang api sepulang terawih, ngabuburit bareng teman-teman sambil jajan takjil, buka bersama teman-teman, ikut pesantren kilat hingga antre minta tanda tangan imam terawih untuk mengisi buku Ramadan. Kali ini aku lebih melihat bulan suci Ramadan ini sebagai benar-benar bulan penuh berkah, bulan untuk melatih diri berproses menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Hmmm... kalau membayangkan kemeriahan bulan Ramadan zaman dulu, rasanya ingin kembali ke masa kecil walaupun saat masih kecil dulu aku selalu ingin cepat-cepat menjadi orang dewasa, hehehe. Masa kecil memang semenyenangkan itu untuk dikenang. Aku juga melihat anak-anak kecil di daerah tempat tinggalku sekarang begitu antusias menyambut serta melewati hari-hari di bulan suci Ramadan ini dengan kegiatannya masing-masing. Aku pun pernah seperti itu.
Tahun ini adalah tahun kedua aku menjalani hari-hari bulan Ramadan di tempat tinggal baruku. Setiap bulan Ramadan tiba, Dewan Kemakmuran Masjid di sini memiliki agenda Ramadan yang diinformasikan ke setiap warga melalui selembaran kertas yang isinya berupa kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh setiap warga selama bulan Ramadan, salah satunya adalah tarhib Ramadan atau yang biasa dikenal sebagai pawai obor sambil takbir keliling sebagai penyambutan bulan suci Ramadan.
Pawai obor ini diadakan oleh DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) setiap RW di sini, pesertanya terdiri dari anak-anak sampai orang dewasa. Setiap peserta masing-masing memegang satu buah obor yang menyala, sebagian ada yang membawa spanduk nama perwakilan masjid. Pawai obor ini dilakukan bakda Isya'. Para peserta pawai obor berjalan berbaris berkeliling sambil menggemakan takbir di sekitar perumahan hingga ke jalan utama perumahan, tidak sampai ke jalan raya sehingga tidak menyebabkan macet dan mengganggu kenyamanan orang lain berkendara di jalan raya.
Jujur sih rasanya baru kali ini deh aku menyaksikan pawai obor dalam menyambut bulan Ramadan. Di tempat kelahiranku dulu paling hanya ada takbiran di masjid saja. Jadi, bagiku kegiatan pawai obor menyambut Ramadan ini cukup meriah dan berkesan terutama bagi kami sebagai warga baru di sini. Aku yang orang dewasa aja merasa terkesan, apalagi anak balitaku yang begitu senang melihat pawai obor lewat di depan rumah.
Tahun lalu, anak balitaku masih belajar jalan, tapi dia begitu antusias ingin ikut bersama rombongan pawai obor. Mau nggak mau suamiku mengajak si anak balita keluar, mengikuti dari belakang walaupun nggak sampai selesai karena aku khawatir si anak balita kena angin malam. Itu pun setelahnya aku dan suami harus membujuknya masuk rumah karena dia kira pawai obor akan lewat depan rumah lagi.
Pun dengan tahun ini, setelah tahu akan ada pawai obor lagi, suamiku mengajak si anak balita untuk melihat keseruannya, mumpung masih pada persiapan di masjid, kebetulan rumah kami tak jauh dari masjid. Lagi-lagi si anak balita ini begitu antusias, sumringah ketika tahu Ayahnya akan mengajak pergi melihat pawai obor. Saat rombongan pawai obor mulai bergerak melaju, si anak balita ini ingin ikut bergabung dalam barisan, tapi berhubung rutenya cukup jauh dan banyak tanjakan, akhirnya suamiku mengajak anak balitanya menunggu saja di depan rumah karena seperti biasa rombongan pawai obor akan lewat depan rumah.
Si anak balita tampak gelisah menanti kedatangan pawai obor di depan rumahnya, dan saat pawai obor lewat, apa yang terjadi? Si anak balita ini kepingin ikutan lagi dong. Duh butuh waktu untuk membujuknya agar mau masuk ke dalam rumah, butuh waktu untuk memberi pengertian padanya, bahkan sampai sekarang pun dia belum move on dari pawai obor itu. Dia masih menunggu setiap malam, bahkan mengajak ayahnya keluar rumah untuk melihat pawai obor. Tak jarang di siang hari pun dia mengajak ayahnya melihat pawai obor di masjid, hehehe. Ya ampun semengesankan itu pawai obor di memorinya. Mudah-mudahan nanti bisa ikutan pawai obor ya, sekaligus menjadi salah seorang yang memakmurkan masjid. Aamiin.
Aku nggak tahu apakah cerita pawai obor ini bisa diingat saat dia sudah besar nanti. Jika kelak dia mengingatnya, mungkin momen ini bisa dikatakan sebagai momen yang tak terlupakan untuk anak balitaku ini karena nggak ada yang tahu kan ya, apakah tradisi ini akan tetap berlangsung selamanya atau tidak.
Diary kali ini hanya sebagai hiburan saja tentang cerita momen Ramadan yang mungkin tak terlupakan bagi anak balitaku di suatu hari nanti. Meski hanya hiburan, aku tetap berharap semoga tulisanku ini memberikan manfaat untuk para Diaris yang setia membaca dari awal sampai akhir. See you.
Komentar
Posting Komentar