SERTIFIKASI PRANIKAH. Agree or Disagree?
Assalamu’alaikum
warrohmatullaahi wabarakaatuh.
Friends, ada
apa sih di tahun 2020? Entahlah, hanya Alloh Swt. yang tahu. Namun, ada satu wacana sering wara-wiri di media yang
menggelitiku hingga aku menulis Diary ini.
What is that? Seiring dengan
bergantinya perangkat negara beberapa bulan lalu, maka bukan hal aneh jika
muncul peraturan-peraturan baru, salah satunya yaitu ‘Sertifikasi Pranikah’
yang kini ramai dibicarakan serta menuai pro dan kontra dari berbagai pihak
karena dianggap mempersulit mereka yang hendak menikah, tapi tidak sedikit juga
yang setuju dengan hal tersebut.
Serifikasi
Pranikah adalah suatu proses pelatihan yang harus diikuti oleh calon pengantin untuk
mendapatkan pembekalan tentang seputar kehidupan berumah tangga, menjaga
kesehatan organ reproduksi, serta pencegahan terjadinya stunting pada anak yang mana semuanya demi mencapai keluarga yang
sakinah mawadah warrahmah. Setahuku
pelatihan seperti ini sudah ada sejak lama. Beberapa temanku yang telah menikah
bercerita bahwa mereka mengikuti seminar pranikah yang diselenggarakan di KUA
selama satu hari. Hal tersebut dinyatakan kurang maksimal, dibuktikan dengan
semakin meningkatnya angka perceraian dari tahun ke tahun, sehingga Muhadjir
Effendy selaku Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
berinisiatif menjadikan Sertifikasi Pranikah sebagai syarat penting bagi siapa
saja yang hendak menikah. Menurut wacana yang beredar, setiap calon pengantin
diharuskan mengikuti pelatihan selama 3 bulan secara rutin agar mendapatkan
sertifikat layak menikah. Bagi calon pengantin yang tidak memiliki sertifikat
tersebut, maka ia dinyatakan tidak layak untuk menikah.
Aku
setuju dengan adanya Sertifikasi Pranikah ini jika dilihat dari substansinya
karena calon pengantin memang membutuhkan pembekalan tersebut sebelum melangkah
ke jenjang pernikahan, walaupun sebenarnya pembekalan tersebut bisa didapatkan
dengan mudah dari berbagai media di era digital ini. Internet menyediakan ragam
informasi, termasuk tentang motivasi pra dan pasca menikah, informasi tentang
bagaimana menjaga organ reproduksi, menjaga anak selama dalam kandungan sampai
ilmu parenting sebagai bekal dalam
menjaga dan mendidik anak setelah lahir. Selain itu, bisa juga dengan sharing bersama teman-teman atau orang
tua yang sudah berpengalaman akan hal itu, sedangkan hal yang menyangkut
reproduksi bisa juga konsultasi ke bidan atau dokter kandungan selama proses
kehamilan sampai melahirkan.
Wacana
ini memang belum jelas seperti apa teknisnya? Berbayar atau tidak? Parameter
apa yang digunakan dalam menentukan seseorang layak atau tidaknya untuk
mendapatkan sertifikat? Atau mungkin ada ujiannyakah?. Namun, aku sedikit
terganggu dengan statement bahwa
Sertifikasi Pranikah dijadikan sebagai syarat seseorang layak menikah, bahkan
mungkin bisa membatalkan niat menikah hanya karena tidak lulus atau tidak mendapatkan
sertifikat layak menikah, padahal Alloh Swt. telah memberikan kemudahan bagi
hambaNya yang ingin membentengi diri dari dosa besar yakni berzina dengan
adanya pernikahan. Perihal perceraian
yang menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi adanya Sertifikasi
Pranikah, menurutku itu adalah suatu masalah yang bersumber dari pribadi
masing-masing mereka yang bersangkutan. Aku memang nggak terlalu paham tentang
perceraian, tapi yang biasa aku dengar bahwa perceraian itu terjadi karena
beberapa hal, seperti sering terjadi pertengkaran, merasa tidak ada kecocokan
satu sama lain, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) , faktor ekonomi, hingga
perselingkuhan.
Jika
tujuan Sertifikasi Pranikah ini untuk meminimalisir persoalan yang disebutkan
tadi, itu bagus. Namun, jika tujuannya hanya agar dinyatakan lulus dan mendapat
sertifikat layak menikah, menurutku ini lucu. Bukan substansinya yang
tersampaikan, melainkan dapat memicu terbukanya ladang tindakan penyimpangan di sini. Apalagi kalau
pelatihan tersebut berbayar, takutnya disalah gunakan oleh pihak-pihak yang tak
bertanggung jawab. Ibarat seorang siswa yang berangkat sekolah hanya untuk
mendapatkan ijazah, tak peduli jika ia harus menyontek saat ujian asalkan bisa
lulus dan mendapatkan ijazah. Kurang lebih gambarannya seperti itu.
Waktu
3 bulan untuk mengikuti pelatihan bukanlah waktu yang sebentar. Mungkin bukan
masalah bagi sebagian orang yang bekerja tanpa terikat oleh waktu. Namun, tidak
bagi mereka yang bekerja terikat oleh waktu. Mereka harus mengambil cuti untuk
mengikuti pelatihan tersebut, tapi kira-kira perusahaan mana yang memberikan
jatah cuti 3 bulan selain cuti meahirkan?. Kemudian bagaimana dengan para
perantau? Semisal pelatihan tersebut dilakukan pada saat weekend, itu juga cukup memberatkan mereka karena menambah
pengeluaran mingguan untuk ongkos mudik, apalagi mereka yang notabene perantau
luar pulau atau luar negeri. Selain dari segi financial, efisiensi waktu juga cukup menjadi perhatian.
Inshaalloh
tujuan pemerintah menyelenggarakan Sertifikasi Pranikah ini semata-mata untuk
membimbing para calon pengantin agar tidak main-main dalam hal pernikahan
karena menikah itu bukan hanya untuk sehari, dua hari yang kalau bosan
ditinggalkan, tapi menikah itu untuk seumur hidup dimana aku, kamu, dan mereka
akan hidup bersama dengan orang lain yang pastinya memiliki karakter dan latar
belakang yang berbeda sehingga diperlukan pelatihan sebagai pembekalan untuk
berumah tangga. Perihal pengetahuan/ informasi seputar kesehatan organ
reproduksi sebetulnya itu harus disosialisasikan sedini mungkin. Bukan hanya
untuk mereka yang akan segera menikah saja, melainkan seluruh remaja harus
dibekali informasi ini untuk mencegah terjadinya seks bebas. Tentang pernikahan
dini? Aku dengar pemerintah sudah membuat UU terbaru perihal usia minimal untuk
menikah. Namun, di samping Sertifikasi Pranikah, bagiku pembekalan ilmu agama
lebih penting. Ilmu agama mengajarkan setiap hamba untuk selalu mengingat Alloh
Swt dan takut padaNya karena percuma jika seseorang tidak memliki rasa takut
pada Alloh Swt., sebanyak apapun pembekalan yang diberikan tak akan memberi dampak
positif.
So, bagaimana
nih friends, agree or disagree? Aku
sih setuju selama teknisnya tidak dipersulit. Misalnya untuk perantau bisa
mengikuti Sertifikasi Pranikah di tempat rantauannya dengan tanpa persyaratan
serta tanpa dipungut biaya yang bisa memberatkan, karena Alloh Swt. pun memberi
kemudahan kepada hambaNya yang memiliki niat baik untuk menikah. Jangan sampai
Sertifikasi Pranikah yang harusnya mengedukasi malah mempersulit niat baik
seseorang untuk menikah, sehingga memicu adanya perzinahan dan pernikahan siri.
Namun, semuanya masih wacana. Semoga realisasinya sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Ok
friends, itu saja yang bisa aku tulis
di Diary kali ini. Ini hanya sekedar
opini saja. Mohon maaf jika ada kesalahan dan kekeliruan dalam penulisan, aku
sangat terbuka jika friends ingin
memberikan kritik dan sarannya. Bagi siapa pun yang memiliki rencana untuk menikah
di hari esok, lusa, dan seterusnya, semoga Alloh Swt. memberikan kemudahan dan
kelancaran. Aamiin.
Akhirulkalam.
Komentar
Posting Komentar