Innalillahi
wa innailaihiroji’uun, aku baru saja mendapat kabar duka bahwa mantan Dekan
Fakultas Ekonomi Universitas tempat aku kuliah dulu meninggal dunia karena
radang usus buntu. Sebenarnya bukan karena radang usus buntu sih tapi karena
memang sudah takdirnya hanya saja jalannya seperti itu, semoga amal ibadah
beliau diterima oleh Alloh. Aamiin.
Bicara
soal radang usus buntu, kalian semua pernah bahkan mungkin sering denger jenis
penyakit apa radang usus buntu itu? Apa penyebabnya? Dan bagaimana cara
mencegah atau mengobatinya? Di tulisan ini aku ingin berbagi pengalaman
pribadiku melawan radang usus buntu.
Usus
buntu atau sering disebut apendiks merupakan satu organ yang berbentuk kantong
kecil dan tipis yang berukuran 5 sampai 10 cm yang terhubung pada usus besar.
Seperti organ tubuh lainnya, usus buntu juga memiliki fungsi yaitu sebagai antibodi.
Organ ini berperan aktif dalam sekresi immunoglobulin
(senyawa yang menghasilkan protein yang berguna untuk melawan penyakit atau
benda asing yang masuk ke dalam tubuh).
Untuk lebih jelasnya bisa browsing
sendiri yaaa. Sedangkan radang usus buntu berarti peradangan yang terjadi
di area usus buntu seperti yang pernah aku alami beberapa bulan yang lalu.
Waktu
itu sekitar jam setengah 5 sore tiba-tiba aku merasakan sakit perut tepatnya di
sekitar pusar dan lama-kelamaan sakitnya menjalar ke perut kanan bagian bawah.
Saat itu aku sempat berpikir bahwa aku terkena radang usus buntu, kenapa?
Karena dulu aku punya teman yang juga mengalami radang usus buntu dan dia
bercerita tentang bagaimana cara
mendeteksi radang usus buntu yaitu salah satunya dengan mengangkat kaki kanan dan jika perut kanan bawah terasa sakit dan
semakin sakit berarti benar bahwa usus buntu sedang mengalami peradangan. Aku
mencobanya dan memang benar perut kanan bawahku semakin sakit bahkan terasa
seperti ada yang mengganjal di area itu. Meski begitu, hati aku terus menolak
bahwa itu adalah radang usus buntu. Hingga malam pun tiba tapi sakitnya tak
kunjung reda ditambah lagi demam dan perut kembung mulai menyerangku hingga aku
terus bersendawa, Mama mengira aku masuk angin atau sakit maag. Aku coba olesi
perutku dengan minyak angin berharap besok pagi sakitnya hilang, tapi ternyata
malah semakin sakit. Esok paginya Mama memberi aku obat maag dan aku meminumnya
dengan harapan yang sama agar sakitnya
hilang. Selang satu jam, perutku sudah mulai terasa enakan tapi belum normal
karena perut sebelah kananku masih terasa sakit saat berjalan. Akhirnya aku
terpaksa pergi ke klinik terdekat untuk memeriksa keadaanku yang sebenarnya
diantar Bapak.
Aku
inget banget waktu itu masih jam 6 pagi yang mana klinik masih sepi, mungkin
aku adalah pasien yang pertama hari itu. Tapi tak apa-apa, aku tak perlu antre.
Aku diperiksa oleh dokter jaga setelah aku menceritakan keluhanku padanya dan
dengan entengnya dokter itu memvonis aku radang usus buntu, bahkan beliau
menyebutkan beberapa nama penyakit yang menurutku seram seperti ginjal dan
kista. Oh My God…. Aku merasa tak sanggup mendengar penuturan dokter itu, dia
bahkan dengan santainya mengeluarkan surat rujukan ke Rumah Sakit untuk
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Singkat
cerita, aku melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit sesuai saran dokter klinik,
mulai dari pemeriksaan fisik, melakukan rontgen,
minum cairan ubarium untuk mengetahui
apakah ususku tersumbat atau tidak, lalu melakukan rontgen lagi, hingga akhirnya aku betul-betul divonis radang usus buntu dan harus segera
dilakukan operasi. Operasi? Oh no, ini bagaikan mimpi buruk di siang bolong.
Seumur-umur aku nggak pernah diopname
di Rumah Sakit, apalagi sampai harus operasi bahkan dengan jarum suntik pun aku
takut, terakhir aku sakit parah itu waktu aku terkena cikunguya sampai tak masuk sekolah hampir seminggu karena nggak
bisa jalan dan itu pun cukup dirawat di rumah.
Awalnya
aku menolak untuk melakukan operasi pengangkatan usus buntu dan mencoba
negosiasi dengan dokter bedah umum mencari alternatif lain selain operasi tapi
dokter itu bilang bahwa jalan terbaik untuk radang usus buntu adalah dengan
operasi karena walaupun diberi obat dan
rasa sakitnya hilang bukan berarti sembuh tapi hanya sekedar meredakan rasa
sakitnya saja yang bersifat sementara dan sewaktu-waktu akan kambuh lagi bahkan
bisa lebih parah hingga pecah. Kalau sudah pecah maka penyembuhannya juga lama
bahkan bisa berdampak pada kematian. So, dokter menganjurkan untuk melakukan
operasi saja.
Senin,
14 Mei 2018 tepatnya jam 9 pagi aku diantar Bapak dan Mama ke Rumah Sakit
melakukan pendaftaran untuk operasi pengangkatan usus buntu. Operasi
dijadwalkan jam 8 malam. Aku yang sangat membenci jarum suntik kini
perlahan-lahan mulai bersahabat, mulai dari pasang infus, cek alergi obat, cek darah, injeksi obat, entah sudah berapa
kali jarum suntik keluar masuk pori-poriku. Sekitar jam 1 siang after lunch perawat meminta aku untuk
berpuasa sampai waktunya operasi nanti malam. Aku hanya bisa pasrah, sambil
sesekali bersholawat, berdzikir, minta ampun sama Alloh, aku berusaha
menenangkan diri supaya tidak tegang karena takut tekanan darahku naik.
Jam
8 malam aku masuk ke ruang operasi. Ruangannya dingin banget, parah sampe
menggigil. Aku duduk di meja operasi untuk melakukan anestesi yang pertama kalinya.
Salah satu dokter menyuntikan obat bius melalui tulang belakangku. Lalu aku
diminta untuk mengangkat kakiku beberapa kali hingga kakiku mati rasa. Aku
berbaring di atas meja operasi dengan perasaan campur aduk tapi yang lebih
mendominasi sih perasaan pasrah. Sesekali dokter di ruang operasi mengajaku
ngobrol hingga aku merasa bingung kenapa aku masih terjaga, bukankah setelah
dibius harusnya tak sadarkan diri? Dan ternyata aku tidak dibius total, why?
Jadi,
untuk operasi usus buntu itu ada dua jenis, yaitu:
a. Apendektomi
terbuka, yaitu
operasi yang dilakukan dengan membuat irisan pada
bagian kanan bawah perut sepanjang 2-4 inci. Usus buntu diangkat melalui irisan
ini kemudian irisan ditutup kembali. Apendektomi terbuka harus dilakukan jika
usus buntu pasien sudah pecah dan infeksinya menyebar.
b. Apendektomi laparoskopi, yaitu operasi yang dilakukan dengan membuat 1-3 irisan kecil
di bagian kanan bawah abdomen. Setelah irisan abdomen dibuat, dimasukan sebuah
alat laparoskop ke dalam irisian tersebut untuk mengangkat apendiks. Laparoskop
merupakan alat berbentuk tabung tipis panjang yang terdiri dari kamera dan alat
bedah.
Berdasarkan
penjelasan tersebut, maka dapat diketahui bahwa operasi yang aku jalani adalah
apendektomi laparoskopi karena memang radangnya belum sampai pecah sehingga
tidak perlu dibius total, tapi tetap saja aku merasa lebih baik jika aku tidak
tahu apa yang dilakukan oleh para dokter bedah dengan perutku. So, aku meminta obat tidur kepada salah
satu dokter, lalu diinjeksikanlah obat tidur itu ke dalam tubuhku melalui
selang infus. Tapi sayangnya obat tidur itu baru bereaksi ketika operasi sudah
selesai.
Usus buntu yang telah dipotong dan bengkak |
Entah jam berapa aku selesai operasi. Di depan ruang bedah aku menunggu perawat yang akan mengantarku ke kamar. Rasa kantuk mulai menyerang kedua mataku tapi aku tak bisa tidur karena aku mulai merasakan rasa sakit di sekitar perutku, mungkin obat biusnya mulai menghilang. Tiba-tiba aku merasa mual hinga muntah beberapa kali di tempat tidurku hingga perutku semakin terasa sakit. Seorang perawat mengantarku ke kamar.
Di
kamar aku mulai muntah lagi mengeluarkan cairan kuning, pahit. Waktu itu jam 11
malam dan aku tak bisa tidur karena obat biusnya kurasa mulai menghilang,
perutku terasa sangat sakit. Aku merasa belum pernah merasakan sakit yang
seperti ini sebelumnya, sesekali aku menangis sambil terus melantunkan sholawat
dan dzikir dengan berharap rasa sakitnya hilang atau setidaknya aku kuat
menahannya. Selain sakit karena luka operasi, aku juga merasakan sakit di uluh
hati mungkin efek perut kosong ditambah lagi muntah yang entah berapa kali.
Ingin rasanya aku makan saat itu tapi perawat belum menganjurkan sebelum buang
angin. Ya, setelah operasi usus buntu atau yang berhubungan dengan organ
pencernaan disarankan untuk buang angin telebih dahulu sebelum makan atau minum
karena untuk memastikan bahwa organ pencernaan pasca operasi sudah mulai
stabil.
Ya
Alloh… aku betul-betul tidak bisa tidur malam itu karena rasa sakit dan nyeri pasca
operasi ditambah lagi perut lapar yang cukup mengganggu. Sesekali aku meringis
kesakitan sambil tak lepas mengucap asma Alloh. Samar-samar aku dengar
percakapan kedua orangtuaku yang juga belum tidur mungkin karena terganggu
dengan suara rintihan aku. Tak lama kemudian bapak keluar kamar sepertinya
menemui perawat yang jaga malam itu. Betul, Bapak masuk ke kamar lagi bersama
seorang perawat. Perawat itu menginjeksikan obat yang katanya obat tahan sakit
yang mana aku tak merasakan khasiatnya yang ada hanyalah perutku yang semakin
sakit, semakin lapar. Melihat aku yang semakin meringis, bapak keluar kamar
lalu masuk lagi dan meminta Mama untuk memberiku air minum. Yes, akhirnya aku
boleh minum walaupun hanya sedikit karena memang belum diperbolehkan. Tapi
setidaknya bisa mengurangi rasa sakit di uluh hati hingga akhirnya aku bisa
tertidur dan bangun sekitar pukul 5
pagi.
Alhamdulillaah
akhirnya aku merasakan buang angin perdana pagi itu sampai aku memastikan kedua
orangtuaku pun mendengar suara buang anginku. Mama memberiku minum lagi karena
perutku yang mulai keroncongan. Sekitar setengah 6 seorang perawat masuk ke
kamarku membawa sarapan. Ku pikir bubur atau makanan yang lembek semacamnya
tapi ternyata menunya adalah nasi goreng kunyit sama telor mata sapi. Aku pikir
mbak perawat salah kasih sarapan tapi di cek namanya sesuai. Ya sudahlah tanpa
pikir panjang aku melahap makanan itu. Siangnya aku hanya tidur, belajar jalan
ke kamar mandi, makan, dan begitu seterusnya sampai akhirnya dokter
memperbolehkan aku untuk pulang besok.
Selama
pemulihan pasca operasi aku absen untuk tidak masuk kerja selama semiggu. Di
rumah aku belajar jalan biar perutnya nggak kaku. Perbanyak minum air putih dan
makan sayur juga buah agar BAB lancar, karena tidak dianjurkan mengejan. Untuk
makanan, dokter hanya memberi saran untuk tidak mengkonsumsi makanan asem dan
pedas, selebihnya boleh saja dan sangatlah dianjurkan memakan makanan yang bisa
membantu memulihkan luka operasi misalnya seperti ikan gabus dan telur rebus
tapi hanya bagian putihnya saja. Selain perihal makanan, untuk membantu
memulihkan luka operasi boleh juga mengkonsumsi obat herbal seperti air perasan
kunyit, Albumin suplemen ekstrak ikan gabus, dsb, ada juga yang menyarankan aku
untuk meminum ramuan cina yang katanya herbal juga tapi setelah konsultasi
dengan dokter, beliau lebih menyarankan untuk meminum Albumin ekstrak ikan
gabus dan perbanyak makan rebusan putih telur, dan jangan lupa untuk rutin control.
Aku
kembali beraktifitas di tempat kerja setelah istirahat selama seminggu. Belum
normal sih bahkan masih dibalut perban tapi dokter sudah memperbolehkan aku
untuk masuk kerja asalkan jangan terlalu berat misalnya naik turun tangga dan
mengangkat barang berat. Untuk sembuh totalnya mungkin bisa sampai sekitar
satu,dua, atau tiga bulan karena sekarang pun terkadang aku merasakan perih di
area luka operasi.
Kurang
lebih sudah 8 bulan dari masa pemulihan dan aku pun sudah mulai mengonsumsi
makanan pedas (hehehe), namun sampai detik ini aku belum tahu apa penyebab
utama radang usus buntu. Ada yang berpendapat bahwa radang usus buntu
dikarenakan terlalu banyak konsumsi makanan tinggi asam dan pedas, makanan
mengandung biji-bijian yang kecil seperti misalnya jambu biji atau biji cabai
sehingga biji tersebut terperangkap dalam usus buntu dan menyebabkan
penyumbatan, pembusukan hingga infeksi. Namun intinya, radang usus buntu itu
terjadi karena adanya infeksi di area usus buntu, infeksi dapat dipicu oleh
beberapa hal salah satunya karena adanya bakteri jahat yang bersarang di sana
seperti yang aku alami. Aku memiliki kebiasaan BAB yang tidak teratur,
terkadang sembelit, hal tersebut menyebabkan feses semakin menumpuk di usus dan juga di area usus buntu sehingga
membuat bakteri jahat yang ikut bersama feses
berkembang di sana maka terjadilah infeksi, sedangkan untuk makanan pedas
atau yang mengandung asam menjadi salah satu media yang membantu proses
peradangan infeksi tersebut. Ini berdasarkan pengalamanku ya, untuk info lebih
lanjut mengenai penyebab radang usus buntu temen-temen bisa browsing sendiri, hehe.
So, tetap jaga kesehatan dengan menjaga
pola hidup sehat karena radang usus buntu bisa menyerang siapa saja baik tua
maupun muda, perbanyak makan makanan yang mengandung serat dan rajin minum air
putih minimal 8 gelas sehari juga jangan menahan BAB ya karena ternyata salah
satu tetanggaku juga pernah mengalami radang usus buntu akibat sering menahan
BAB. Aku berharap kita semua selalu dalam keadaan sehat jasmani dan rohani,
tapi jika ada temen-temen yang mengalami gejala seperti yang aku ceritakan di
atas sebaiknya segera periksa ke dokter, jangan mudah beranggapan bahwa itu
hanya sakit perut biasa karena takutnya jika terlambat ditangani bisa berakibat
parah bahkan bisa menyebabkan kematian. Dan jika memang divonis radang usus
buntu, langkah terbaiknya adalah dengan operasi karena kalaupun rasa sakitnya
sembuh, suatu saat bisa kambuh lagi bahkan bisa pecah.
Ok,
demikian pengalaman ini aku tulis dengan harapan dapat bermanfaat buat semua
temen-temen yang bersedia membaca dari awal sampai akhir. Mohon maaf apabila
dalam tulisan ini banyak kekurangan. Ini hanya sekedar share my first experience with appendicitis, dan dengan senang hati
menerima kritik dan saran.
Akhirul
kalam, Wassalamu’alaikum wr wb..
See you ^-^
Thx sharingnya, sgt memberikan gambaran. Semoga sll sehat2.
BalasHapussaya baru 2 minggu bres operasi
BalasHapusmasih control karena jahitan belum di buka semua
Semoga cepet pulih ya kak..🤲
Hapus